• Kam. Agu 21st, 2025

KowantaraNews

Kowantara News: Berita tajam, warteg jaya, UMKM tak terjajah!

WARTEG DAN PILIHAN POLITIK DI PILPRES TAHUN 2009, PASANGAN JUSUF KALLA – WIRANTO

ByAdmin

Jun 19, 2025
Sharing is caring

Warteg, sebagai salah satu ikon kuliner rakyat Indonesia, tidak hanya menjadi tempat makan yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial dan politik masyarakat urban di Indonesia. Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, warteg menjadi ruang publik yang menarik untuk mengamati preferensi politik masyarakat, termasuk dukungan terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden Jusuf Kalla-Wiranto. Meskipun tidak ada data spesifik yang menghubungkan warteg secara langsung dengan pilihan politik pasangan ini, kita dapat mengeksplorasi konteks sosial dan politik saat itu serta bagaimana warteg sebagai ruang sosial mencerminkan sentimen politik masyarakat.

Pemilihan Presiden 2009, yang diselenggarakan pada 8 Juli 2009, menjadi ajang kompetisi tiga pasangan calon: Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, dan Jusuf Kalla-Wiranto. Pasangan SBY-Boediono memenangkan pemilu dengan suara mayoritas sebesar 60,80%, diikuti oleh Megawati-Prabowo dengan 26,79%, dan Jusuf Kalla-Wiranto hanya memperoleh 12,41% suara. Hasil ini menunjukkan bahwa pasangan JK-Wiranto, yang dikenal dengan nama “JK-Win” di media, menghadapi tantangan besar dalam menggalang dukungan dibandingkan dua pasangan lainnya.

Jusuf Kalla, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia (2004-2009) di bawah SBY, memilih untuk maju sebagai calon presiden dengan menggandeng Wiranto, mantan Panglima TNI dan pendiri Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Keputusan Kalla untuk berpisah dari SBY dan mencalonkan diri sebagai presiden didorong oleh dinamika internal Partai Golkar, di mana ia menjabat sebagai Ketua Umum, serta keinginannya untuk menjaga “harkat” partai tersebut. Kalla mengungkapkan bahwa ia sebenarnya enggan mencalonkan diri karena menyadari peluang kemenangannya kecil, tetapi ia merasa terpaksa maju demi menjaga harga diri Golkar setelah SBY meminta Golkar mengusulkan lima nama calon wakil presiden untuknya.

Warteg, sebagai tempat berkumpulnya berbagai lapisan masyarakat—dari pekerja harian, sopir angkutan, hingga pegawai kantoran—menjadi cerminan diskusi politik rakyat jelata. Pada 2009, warteg bukan hanya tempat makan, tetapi juga ruang dialog informal di mana isu-isu politik, termasuk Pilpres, sering diperbincangkan. Pelanggan warteg, yang mayoritas berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah, cenderung memiliki preferensi politik yang dipengaruhi oleh isu-isu praktis seperti stabilitas ekonomi, harga bahan pokok, dan lapangan kerja. Dalam konteks ini, pasangan JKWiranto memiliki daya tarik tertentu, terutama di kalangan pemilih yang mengenal Kalla sebagai figur yang dekat dengan rakyat dan berpengalaman dalam menangani konflik, seperti di Poso, Ambon, dan Aceh.

Kalla, dengan latar belakang sebagai pengusaha sukses dari Sulawesi Selatan dan pengalaman politiknya sebagai menteri serta wakil presiden, memiliki citra sebagai pemimpin yang pragmatis dan mampu menangani isu-isu ekonomi. Wiranto, di sisi lain, membawa aura militer yang kuat, yang dapat menarik pemilih yang menginginkan kepemimpinan tegas. Namun, kombinasi ini tampaknya kurang mampu bersaing dengan popularitas SBY, yang pada saat itu dianggap sebagai figur yang sangat dikenal dan disukai oleh publik (dengan tingkat pengenalan 100% dan kesukaan sekitar 90% menurut survei LSI). Selain itu, isu-isu seperti dugaan kecurangan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan kampanye yang dianggap kurang efektif juga melemahkan posisi JK-Wiranto.

Di warteg, diskusi tentang Pilpres 2009 kemungkinan besar mencerminkan polarisasi antara pendukung SBY, yang dianggap berhasil menjaga stabilitas ekonomi dan politik, dan pendukung Kalla, yang lebih dikenal di daerah-daerah seperti Sulawesi Selatan. Survei LSI menunjukkan bahwa di Sulawesi Selatan, JK-Wiranto mendapatkan 40,3% suara, hanya sedikit di bawah SBY-Boediono yang memperoleh 42,1%. Hal ini menunjukkan bahwa Kalla memiliki basis dukungan yang kuat di daerah asalnya, yang mungkin juga tercermin dalam percakapan di warteg-warteg lokal. Namun, di tingkat nasional, pasangan ini kesulitan menarik pemilih dari segmen yang lebih luas, terutama karena popularitas SBY yang dominan dan citra Megawati yang masih kuat di kalangan pemilih tradisional PDI-P.

Selain itu, kampanye JK-Wiranto menghadapi tantangan dari isu-isu seperti politisasi agama dan serangan terhadap kehidupan pribadi kandidat, yang menjadi sorotan selama periode kampanye. Warteg, sebagai ruang yang egaliter, kemungkinan menjadi tempat di mana isu-isu ini dibahas secara terbuka, meskipun sering kali dengan sudut pandang yang sederhana dan praktis. Pemilih di warteg cenderung lebih peduli pada bagaimana kandidat dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka, seperti harga beras atau stabilitas pekerjaan, daripada isu-isu ideologis yang kompleks.

Meskipun JK-Wiranto kalah dalam Pilpres 2009, kehadiran mereka dalam kontestasi politik menunjukkan dinamika demokrasi Indonesia yang semakin matang. Warteg, sebagai ruang sosial, menjadi saksi bisu bagaimana rakyat biasa mengekspresikan pandangan politik mereka, baik melalui dukungan terhadap Kalla yang dianggap dekat dengan rakyat, maupun skeptisisme terhadap janji-janji politik. Kekalahan JK-Wiranto, dengan hanya 12,41% suara, mungkin juga mencerminkan keterbatasan mereka dalam menjangkau pemilih di luar basis tradisional Golkar dan Hanura, serta tantangan dalam menghadapi mesin politik SBY yang sangat kuat pada saat itu.

Secara keseluruhan, warteg pada masa Pilpres 2009 menjadi mikrokosmos dari dinamika politik Indonesia. Meskipun pasangan Jusuf Kalla-Wiranto tidak berhasil memenangkan hati mayoritas pemilih, diskusi di warteg-warteg di seluruh Indonesia mencerminkan keragaman pandangan dan aspirasi rakyat. Warteg tidak hanya menyediakan makanan bagi tubuh, tetapi juga ruang bagi pikiran untuk bertukar ide, termasuk dalam memilih pemimpin negara.

Lihat Galeri Kowantara

Lihat Youtube Kami

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *