Jakarta, Kowantaranews.com – Di tengah dinamika global yang serba tak menentu, pemerintah Indonesia bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR resmi menyepakati penyesuaian asumsi makroekonomi dan postur APBN 2025. Ibarat pelanggan setia warteg yang tetap santai meski harga telur naik, pemerintah berusaha menjaga keseimbangan fiskal di tengah gejolak ekonomi dunia. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang melambat dan defisit anggaran yang melebar, APBN 2025 hadir dengan pendekatan realistis, namun tetap optimis. Apa saja yang berubah, dan bagaimana pemerintah menjaga “dapur negara” tetap ngebul?Penyesuaian Asumsi Makro:
Realistis di Tengah Badai Global
Pertumbuhan ekonomi yang awalnya ditargetkan 5,2% kini direvisi menjadi 4,7%–5%. Penurunan ini mencerminkan kewaspadaan terhadap tekanan global seperti ketegangan perdagangan, gejolak pasar keuangan, hingga konflik di Timur Tengah yang bikin harga minyak dunia berpotensi melonjak di atas $120 per barel. “Kita harus realistis, tapi tetap optimistis. Dunia lagi unpredictable, tapi kita tetap harus jaga dapur,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan nada santai namun tegas.Nilai tukar rupiah juga tak luput dari revisi. Dari asumsi awal Rp 16.000 per USD, kini diproyeksikan melemah ke kisaran Rp 16.300–16.800 per USD. Pelemahan ini bukan cuma soal dolar yang perkasa, tapi juga dampak dari kenaikan suku bunga global dan fluktuasi harga komoditas. Sementara itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tetap tinggi di 6,8%–7,3%, mendekati target APBN 7%. Artinya, biaya pembiayaan utang masih jadi tantangan, mirip seperti warteg yang harus pintar-pintar ngatur stok agar tetap untung.Postur APBN:
Belanja Naik, Defisit Melebar
Pendapatan negara diproyeksikan mencapai Rp 2.865,5 triliun, hanya 95,4% dari target awal. Realisasi pajak dan penerimaan non-pajak yang lesu menjadi penyebabnya, dengan tax ratio yang masih jalan di tempat di angka 10–11%. Di sisi lain, belanja negara naik menjadi Rp 3.527,5 triliun (97,4% dari pagu), dengan fokus pada program prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial. “Kami tetap komitmen jaga rakyat, tapi anggaran harus efisien, kayak ibu-ibu di warteg yang pinter ngatur porsi,” tambah Sri Mulyani.Akibat pendapatan yang seret dan belanja yang membengkak, defisit APBN pun melebar, mendekati batas maksimal 3% dari PDB. Untuk menutup celah ini, pemerintah mengandalkan Saldo Anggaran Lebih (SAL), akumulasi sisa anggaran tahun sebelumnya. Strategi ini ibarat memanfaatkan “tabungan dapur” untuk beli bahan pokok, tapi pemerintah juga berjanji membatasi penerbitan utang baru agar beban fiskal tidak makin berat.
Kritik dan Solusi: Reformasi Fiskal Jadi Kunci
Kepala Pusat Makroekonomidan Keuangan Institute forDevelopment of Economicsand Finance (Indef) M Rizal Taufikurahma mengingatkan bahwa penggunaan SAL hanya solusi sementara. “Kalau cuma andalkan SAL tanpa reformasi fiskal, ini kayak warteg yang cuma numpang stok lama tanpa beli bahan baru. Lama-lama kehabisan,” katanya. Syafruddin Karimi dari Unand menambahkan, pemerintah perlu meningkatkan tax ratio dengan memperluas basis pajak, misalnya melalui pajak karbon atau digitalisasi pemungutan pajak. “Tax ratio kita masih rendah. Harus ada terobosan, jangan cuma ngandelin yang itu-itu saja,” ujarnya.Sri Mulyani menegaskan bahwa penggunaan SAL akan diatur sesuai kebutuhan riil, bukan asal comot. Selain itu, pemerintah juga didesak untuk menggenjot efisiensi belanja subsidi dengan penargetan yang lebih tepat sasaran, serta memperkuat UMKM dan industri manufaktur untuk mendorong pertumbuhan. “Kalau UMKM dan manufaktur kuat, ekonomi kita kayak warteg yang selalu ramai pelanggan,” ujar seorang analis ekonomi.
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Prospek ke Depan: Santai Tapi Waspada
Meski tantangan global seperti harga minyak yang melonjak atau rupiah yang terus goyang bisa memperburuk defisit, APBN 2025 tetap menunjukkan sikap “santai kayak di warteg.” Dengan reformasi fiskal yang tepat—seperti perluasan basis pajak, efisiensi subsidi, dan dukungan ke sektor riil—pertumbuhan ekonomi 5% masih dalam jangkauan. Kuncinya, pemerintah harus pintar mengelola penerimaan negara, memastikan belanja produktif, dan menjaga kebijakan utang yang berkelanjutan.Di tengah ketidakpastian global, APBN 2025 ibarat menu warteg yang disesuaikan dengan selera dan kebutuhan: tetap lezat, terjangkau, dan bikin kenyang, tapi butuh juru masak yang cerdas untuk menjaga rasanya. Dengan langkah yang tepat, Indonesia bisa tetap “ngegas” meski dunia sedang bergoyang! By Mukroni
- Berita Terkait :
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!