Solo, Kowantaranews.com Istri Wiji Thukul, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dari Solo yang diduga menjadi korban penculikan aparat pada 1998, Dyah Sujirah atau Sipon, berpulang karena sakit, Kamis (5/1/2023).
Di mata keluarga dan kerabat, Sipon adalah sosok yang bersemangat dan pemberani.
“Dia selalu membuat orang lain termotivasi untuk berjuang. Dia juga sudah berjuang sampai titik darah penghabisan. Mbak Pon juga merasa perjuangannya belum selesai,” kenang juru bicara keluarga, Hastin Dirgantari.
Perjuangan Sipon yang dimaksud Hastin adalah mencari keadilan dari pemerintah atas kasus penghilangan paksa yang menimpa suaminya, Wiji Thukul.
“Dia sudah berjuang sampai titik darah penghabisan. Semua dilakoni (dijalani) untuk mencari suaminya. Tapi sepertinya Tuhan tidak mengizinkan Mbak Pon untuk menikmati hasil perjuangannya, karena Dia sudah memanggil Mbak Pon pergi.”
Pun begitu, Hastin mengungkapkan, saat-saat terakhir hidupnya Sipon merasa takut.
“Beliau bilang kalau merasa capek, merasa takut. Saya sebenarnya tidak tahu dia takut karena apa. Saya hanya bilang ‘jangan takut, kamu harus berani, pasrah sama Tuhan’,” beber Hastin.
Hastin berharap, pemerintah segera memberikan keadilan bagi keluarga Wiji Thukul dan seluruh keluarga korban penghilangan paksa.
“Kami harap Pak Jokowi bisa menyelesaikan semuanya dengan baik. Supaya teman-teman keluarga korban yang lain tidak pergi dulu sebelum Keppres tentang kompensasi dan rehabilitasi nama korban dibuat. Banyak keluarga korban penghilangan paksa yang orang tuanya sudah pergi, sehingga mereka tidak bisa menikmati keadilan.”
“Kami juga ingin Pak Jokowi menyelesaikan secara hukum. Kalau bisa ada rehabilitasi dan kompensasi dari pemerintah. Supaya nama Wiji Thukul bersih lagi, karena dari dulu dianggap subversif dan belum ada kata bahwa dia tidak seperti itu,” lanjut Hastin.***
Foto Detik