Jakarta, Kowantaranews.com -Di tengah hiruk-pikuk pasar tradisional dan deru notifikasi ponsel, masyarakat Indonesia kini menghadapi beban ganda yang bikin kepala pusing: harga beras yang naik-turun bak roller coaster dan kuota internet yang lenyap secepat kilat. Dua kebutuhan pokok ini—beras sebagai penyangga perut dan internet sebagai jantungan era digital—kini jadi penutup dompet yang makin tipis. Dari warteg pinggir jalan hingga keluarga di pelosok desa, jeritan finansial kian nyaring terdengar.
Mari kita mulai dari beras, sang primadona dapur yang tak pernah absen di meja makan. Awal 2025, Indonesia bangga dengan surplus stok beras 3,3 juta ton. Tapi, coba tanya pedagang di Riau, di mana harga beras melonjak sampai Rp 75.000 per 5 kg karena distribusi yang tersendat. “Mau masak nasi, kok rasanya kayak beli emas,” keluh Ibu Sari, ibu rumah tangga di Pekanbaru. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras naik 14,93% dari Januari hingga Juli 2025, tapi penurunan 2,68% pada April di beberapa wilayah cukup memicu inflasi lokal. Akibatnya, harga beras di sejumlah daerah bergerak liar, bikin kantong masyarakat berpenghasilan rendah kian sesak.
Pemerintah tak tinggal diam. Program bantuan beras 10 kg per bulan untuk 18,3 juta keluarga miskin digulirkan pada Juni–Juli 2025. Bulog juga menyalurkan 1,8 juta ton beras cadangan lewat Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Tapi, masalah distribusi yang tak merata masih jadi batu sandungan. “Beras ada, tapi kok nggak sampai ke sini?” tanya Pak Budi, pedagang warteg di pinggiran Jakarta. Cadangan Bulog yang kini mencapai 3,5 juta ton diharapkan bisa menstabilkan harga, tapi tanpa logistik yang mumpuni, kelangkaan lokal tetap mengintai.
Sementara itu, di dunia digital, pulsa dan internet kini jadi kebutuhan primer baru. Dengan 212 juta pengguna internet (74,6% populasi) pada 2025, kebanyakan mengandalkan mobile broadband (96,4%). Pengeluaran rata-rata untuk pulsa dan internet mencapai Rp 45.634 per kapita per bulan pada 2024, naik 54,81% sejak 2019—hampir separuh dari pengeluaran beras (Rp 78.968). Survei KedaiKOPI 2025 mengungkap fakta mencengangkan: 61,3% responden menghabiskan Rp 50.000–100.000 per bulan untuk paket data, dan 88,4% mengutamakan biaya komunikasi ketimbang makanan atau listrik. “Makan sih bisa ngirit, tapi kalau nggak ada kuota, anak saya nggak bisa sekolah online,” ujar Marni, warga desa di Jawa Tengah.
Minyakita Mahal, Warteg Ngeluh: Goreng Telor Aja Bikin Kantong Bolong!
Yang lebih miris, kelompok termiskin (20% penduduk terbawah) rela mengalokasikan 6,76% pengeluaran non-makanan untuk pulsa dan internet, lebih tinggi dibandingkan kelompok menengah (6,25%) atau kaya (4,64%). Kuota yang hangus sebelum masa aktif habis juga jadi keluhan utama, seperti disorot Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). “Uang sudah keluar, eh kuota ilang. Ini namanya dompet nangis!” kesal Rudi, driver ojek online.
Lalu, apa solusinya? Untuk beras, pemerintah perlu memperbaiki rantai distribusi dan memperkuat cadangan Bulog agar harga stabil, terutama di musim paceklik. Untuk internet, subsidi kuota atau paket data murah untuk masyarakat miskin dan pedesaan bisa jadi jalan keluar. Regulasi soal kuota yang lebih fleksibel, seperti akumulasi data, juga mendesak. Sinergi kebijakan pangan dan digital harus digalakkan agar masyarakat tak lagi memilih antara nasi di piring atau kuota di ponsel. Karena, di warteg kehidupan ini, dompet tak boleh terus-terusan nangis!
- Berita Terkait :
Minyakita Mahal, Warteg Ngeluh: Goreng Telor Aja Bikin Kantong Bolong!
Timur Tengah Menggila, IHSG dan Rupiah Makan Hati di Warteg!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!