Jakarta, Kowantaranews.com – Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2025 yang digadang-gadang sebagai bantalan ekonomi bagi pekerja terdampak inflasi kembali menuai sorotan. Hingga 7 Juli 2025, dari target 17 juta pekerja formal, baru 8,3 juta pekerja atau 49% yang telah menerima bantuan senilai Rp600.000 untuk periode Juni-Juli. Sementara itu, 8,7 juta pekerja lainnya masih menanti pencairan, terjebak dalam proses verifikasi data yang berlarut-larut dan koordinasi antarinstansi yang tersendat. Akankah janji pemerintah untuk menyelesaikan penyaluran dalam sepekan terwujud, atau hanya menjadi angin lalu bagi jutaan pekerja yang berharap?
BSU 2025 menyasar pekerja dengan gaji maksimal Rp3,5 juta per bulan atau sesuai Upah Minimum Provinsi/Kota (UMP/UMK), termasuk 3,4 juta guru honorer. Bantuan ini diprioritaskan bagi pekerja yang tidak menerima bansos lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH). Penyaluran dilakukan melalui bank Himbara (BRI, BNI, Mandiri, BTN), Bank Syariah Indonesia (BSI), dan PT Pos Indonesia untuk pekerja tanpa rekening bank, dengan jadwal pencairan via Kantor Pos dimulai sejak 3 hingga 15 Juli 2025. Namun, realitas di lapangan jauh dari mulus.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli optimistis penyaluran untuk 8,7 juta pekerja tersisa dapat rampung dalam sepekan, atau sekitar 14 Juli 2025. Namun, sejumlah kendala teknis dan administratif menjadi batu sandungan. Proses verifikasi data yang ketat, termasuk pengecekan nomor rekening, kerap menemui masalah seperti rekening tidak aktif atau data penerima yang tidak sesuai. Koordinasi dengan mitra penyalur, seperti BPJS Ketenagakerjaan, bank, dan PT Pos, juga memakan waktu lebih lama dari perkiraan. “Kami berkomitmen memastikan bantuan tepat sasaran, tapi proses ini memang kompleks,” ujar Yassierli dalam keterangan resminya.
Kritik terhadap BSU tak hanya soal keterlambatan. Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menyoroti ketergantungan program ini pada data BPJS Ketenagakerjaan, yang dinilai kurang inklusif. Banyak pekerja rentan, terutama di sektor informal, tidak terdaftar aktif sehingga terabaikan. Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat bahwa 70% penerima BSU menggunakan dana untuk kebutuhan pokok, namun memperingatkan perlunya pengawasan ketat agar bantuan tidak disalahgunakan. Lebih jauh, BSU dinilai hanya berfungsi sebagai bantuan tunai sementara, tanpa kewajiban bagi perusahaan untuk mempertahankan pekerja, sehingga dampaknya terbatas dalam mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK).
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Bagi pekerja yang belum menerima BSU, pemerintah merekomendasikan untuk memeriksa status bantuan melalui situs resmi Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan, aplikasi JMO, atau Pospay. Pekerja juga diminta memperbarui data rekening jika terdeteksi masalah teknis. Pengumuman resmi dari Kemnaker atau PT Pos terkait jadwal pencairan via Kantor Pos disarankan untuk terus dipantau.
Kisruh penyaluran BSU ini mencerminkan tantangan besar dalam pengelolaan bantuan sosial di Indonesia. Akar masalahnya terletak pada basis data ketenagakerjaan yang belum terintegrasi dan koordinasi lintas instansi yang lemah. Jika pemerintah serius menjadikan BSU sebagai solusi nyata bagi pekerja, pembenahan sistem dan transparansi penyaluran harus segera dilakukan. Hingga saat ini, jutaan pekerja hanya bisa berharap janji manis pemerintah tak lagi berujung pada kekecewaan.
- Berita Terkait :
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!