Jakarta, Kowantaranews.com – Industri padat karya Indonesia, seperti tekstil, alas kaki, furnitur, dan garmen, tengah berada di ujung tanduk menyusul rencana pemberlakuan tarif impor 32% oleh Amerika Serikat mulai 1 Agustus 2025. Kebijakan ini mengancam ekspor senilai miliaran dolar dan jutaan lapangan kerja, memicu kekhawatiran akan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Dengan ketergantungan besar pada pasar AS, pemerintah dan pelaku usaha kini berlomba merumuskan kebijakan insentif untuk menyelamatkan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
Data 2024 menunjukkan ekspor alas kaki Indonesia ke AS mencapai US$2,39 miliar, sementara furnitur menjadikan AS sebagai pasar utama yang sulit digantikan. Namun, ancaman tarif 32% membuat produk Indonesia kalah saing dibandingkan Vietnam, yang hanya dikenakan tarif 20%. Dampaknya tidak hanya pada pendapatan ekspor, tetapi juga pada 3 juta pekerja di sektor tekstil, 1 juta di alas kaki, dan 500 ribu di furnitur. “Jika tarif ini diberlakukan tanpa solusi, PHK massal tak terhindarkan,” ujar Ketua Asosiasi Industri Alas Kaki Indonesia.
Pemerintah telah menggulirkan sejumlah insentif untuk meredam dampak. Insentif perpajakan seperti pembebasan PPh 21 bagi pekerja berpenghasilan hingga Rp10 juta per bulan dan tax allowance dengan pengurangan penghasilan neto 60% untuk investasi menjadi andalan. Selain itu, alokasi kredit investasi Rp20 triliun dengan bunga rendah dan subsidi bunga 5% untuk revitalisasi mesin turut diberikan. Untuk melindungi pekerja, diskon 50% iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebesar 60% upah selama 6 bulan juga diterapkan. Namun, pelaku usaha menilai langkah ini belum cukup.
Para pengusaha mengusulkan subsidi biaya produksi, seperti pengurangan 50% tarif listrik jam puncak, penghapusan sementara PPN, dan penangguhan iuran BPJS Ketenagakerjaan. Mereka juga mendesak diversifikasi pasar ekspor ke Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Selatan, serta percepatan perjanjian dagang seperti IEU-CEPA dengan Uni Eropa. Di dalam negeri, penguatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam pengadaan pemerintah dan insentif konsumsi produk lokal dianggap krusial. “Kami butuh dukungan teknologi, seperti subsidi mesin modern dan sertifikasi ekspor, untuk tetap kompetitif,” kata seorang pengusaha tekstil.
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
Tantangan implementasi kebijakan tidak ringan. Anggaran terbatas, akses insentif yang tidak merata, dan koordinasi lemah antarpihak menjadi hambatan utama. Misalnya, JKP hanya menjangkau pekerja formal, sementara insentif PPh 21 lebih menguntungkan pekerja di wilayah urban. Untuk jangka panjang, pemerintah perlu mendorong hilirisasi produk, reformasi struktur upah, modernisasi teknologi, dan diplomasi perdagangan aktif.
Rekomendasi kebijakan mendesak meliputi paket insentif terpadu, fasilitasi sertifikasi ekspor, kampanye belanja produk lokal, dan pembentukan satgas tripartit untuk mengantisipasi PHK. Dengan kolaborasi erat antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja, industri padat karya Indonesia masih memiliki harapan untuk bertahan di tengah badai tarif AS. Namun, waktu terus berjalan, dan kecepatan bertindak akan menentukan nasib jutaan pekerja Indonesia. By Mukroni
- Berita Terkait :
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!