• Rab. Nov 26th, 2025

KowantaraNews

Kowantara News: Berita tajam, warteg jaya, UMKM tak terjajah!

“Malu Makan Tempe Impor!” Titiek Soeharto Sentil Ketergantungan 90% Kedelai dari AS

ByAdmin

Nov 25, 2025
Tempe Semakin Mahal Karena Naiknya Harga Bahan Dari Kedelai (Foto Kowantaranews)
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com – Sitti Hediati Hariyadi atau yang lebih dikenal sebagai Titiek Soeharto, tak bisa menyembunyikan rasa malunya. Dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan Kementerian Pertanian, Senin (25/11/2025), Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra itu melontarkan kalimat yang langsung menjadi sorotan: “Saya malu kita makan tempe dan tahu dari kedelai impor.”

Pernyataan itu bukan sekadar luapan emosi. Angka-angka yang disodorkan Titiek Soeharto terasa seperti tamparan keras bagi bangsa yang sejak ratusan tahun lalu menjadikan tempe dan tahu sebagai protein rakyat.

“Setiap tahun kita butuh 2,9 juta ton kedelai. Produksi dalam negeri hanya 300.000 sampai 350.000 ton. Artinya 88–90 persen kita impor,” ungkap putri kedua mendiang Presiden Soeharto itu dengan nada yang tak bisa ditutup-tutupi kegeramannya. “Puncaknya tahun 2022, kita keluarkan Rp27,17 triliun hanya untuk kedelai impor. Mayoritas dari Amerika Serikat. Ini negara agraris kok malu-maluin begini?”

Titiek lantas mengingatkan bahwa Indonesia pernah berhasil swasembada kedelai pada era 1980-an lewat program BIMAS dan Superdan. “Dulu kita bisa. Kenapa sekarang tidak? Setelah swasembada beras dan jagung mulai tercapai, sekarang saatnya kedelai,” tegasnya seraya mendorong Kementerian Pertanian menghidupkan kembali program Pajale (Padi, Jagung, Kedelai) yang sempat mati suri.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang hadir dalam rapat itu tak tinggal diam. Ia langsung merespons dengan serangkaian rencana yang terdengar ambisius sekaligus konkret.

“Kami sedang mematangkan penambahan luas tanam kedelai sampai 1 juta hektare secara bertahap,” ujar Amran. Salah satu terobosan yang paling mencuri perhatian adalah rencana memanfaatkan lahan-lahan sawit sitaan negara yang selama ini menganggur. “Ribuan hektare lahan sitaan itu bisa langsung kita suling jadi kebun kedelai. Tidak perlu lagi rebutan lahan dengan sawit atau padi,” tambahnya.

Selain itu, Kementan menyiapkan 1.300 hektare lahan demonstrasi plot (demplot) yang akan menjadi “laboratorium hidup” bagi para peneliti, penyuluh, dan petani untuk mengembangkan varietas unggul serta teknologi budi daya kedelai yang lebih produktif.

Amran juga menyampaikan optimisme besar bahwa swasembada beras akan tercapai akhir 2025. “Kalau beras sudah swasembada, kita akan all out ke kedelai mulai 2026,” janjinya.

Di sela-sela rapat, Amran sempat menyentil kasus beras impor ilegal asal Thailand yang masuk lewat Pelabuhan Sabang, Aceh. “Sudah kita segel, sudah kita laporkan ke aparat hukum. Tidak ada tempat bagi beras ilegal di republik ini,” tegasnya.

Namun, di balik janji-janji manis itu, banyak pihak masih skeptis. Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Dr. Dwi Andreas Santosa, mengingatkan bahwa kedelai memiliki tantangan yang jauh lebih berat ketimbang padi atau jagung.

“Petani kita selama ini ogah tanam kedelai karena harga jualnya kalah bersaing dengan padi. Produktivitas masih rendah, 1,2–1,5 ton per hektare, padahal varietas unggul bisa sampai 3,5–4 ton. Belum lagi serangan hama karat daun dan penggerek polong yang ganas di luar Jawa,” papar Dwi.

Ia menyarankan agar pemerintah segera menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) kedelai yang benar-benar menarik, minimal Rp12.000–13.000 per kg di tingkat petani, serta mempercepat program benih unggul toleran hama.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo), Sutarto Alimoeso, menyambut baik rencana pemanfaatan lahan sawit sitaan. “Itu ide cerdas. Lahan sitaan selama ini hanya jadi rumput liar. Kalau bisa langsung ditanami kedelai, ini win-win solution,” katanya.

Indonesia Terancam Impor 2,9 Juta Ton Kedelai di 2026 gara-gara Makan Bergizi Gratis

Di akhir rapat, Titiek Soeharto menutup dengan nada tegas namun penuh harap: “Saya tidak mau lagi mendengar alasan. Kita punya tanah, punya petani, punya ilmuwan. Yang kurang hanya political will. Kalau beras dan jagung bisa, kedelai pasti bisa. Jangan sampai anak cucu kita nanti hanya tahu tempe dari cerita, bukan dari kedelai hasil bumi Indonesia.”

Pernyataan “malu makan tempe impor” kini menjadi trending topic di media sosial. Tagar #MaluTempeImpor dan #SwasembadaKedelai ramai diperbincangkan warganet. Banyak yang mendukung, tak sedikit pula yang menyindir: “Baru sadar sekarang? Dulu zaman bapaknya swasembada, sekarang tinggal impor.”

Yang jelas, bola panas kini ada di tangan Kementerian Pertanian. Janji 1 juta hektare lahan kedelai dan pemanfaatan lahan sitaan menjadi ujian nyata: apakah Indonesia benar-benar mampu lepas dari belenggu impor kedelai, atau hanya akan menambah daftar panjang wacana swasembada yang terbengkalai. By Mukroni

  • Berita Terkait :

Indonesia Terancam Impor 2,9 Juta Ton Kedelai di 2026 gara-gara Makan Bergizi Gratis

Libur Natal & Tahun Baru Makin Hemat: Tiket Pesawat, Kereta, Kapal & Penyeberangan Didiskon Besar

UMKM Dapat Kepastian Pajak 0,5% Selamanya, Tapi Usaha Besar Tak Bisa Lagi “Ngumpet”

Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop

Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!

IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!

Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!

Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!

Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!

Indonesia-Rusia Kolplay Digital: 5G Ngegas, Warteg Go Online, Tapi Awas Jangan Kejebak Vodka Virtual!

Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!

Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!

TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!

Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!

Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!

Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?

Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!

Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!

Bank Dunia Bikin Panik: 194 Juta Orang Indonesia Jadi ‘Miskin’, Warteg Jadi Penutup atau Penutup Dompet?

Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!

Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *