Jakarta, Kowantaranews.com Aktivis HAM dan mahasiswa Muslim di Korea Selatan (Korsel) mengutuk tindakan yang dianggap sebagai bentuk Islamofobia dengan memajang kepala babi di lokasi pembangunan masjid. Kelompok HAM tersebut mengirim petisi ke PBB agar turun tangan mengatasi masalah yang terjadi.
Dilansir Korea Herald dan South China Morning Post (SCMP), Selasa (27/12/2022), penduduk di kota tenggara Daegu selama setahun terakhir telah berusaha memblokir pembangunan masjid di dekat Universitas Nasional Kyungpook. Protes ini dilakukan secara fisik memblokir akses ke situs tersebut, memasang spanduk, dan mengadakan pesta barbekyu daging babi.
Dalam insiden terbaru, tiga kepala babi diletakkan di atas bangku di sebuah gang di luar lokasi. Yang pertama diletakkan di sana pada 27 Oktober, diikuti yang lain pada 14 November dan yang ketiga pada 6 Desember.
“Kami akan melawan pembangunan masjid sampai nafas terakhir kami,” bunyi salah satu spanduk yang menghiasi dinding rumah di sebelah lokasi pembangunan, saat kaki dan ekor babi terlihat digantung di sepanjang dinding.
Mian Muaz Razaq yang merupakan perwakilan mahasiswa Muslim di universitas tersebut mengecam tindakan warga dan menyebutnya sebagai ‘Islamofobia murni’.
“Mereka mengadakan aksi unjuk rasa melawan Islam, mereka menyebut kami teroris, mereka memasang spanduk menentang agama kami, mereka membagikan pamflet kebencian terhadap Muslim di daerah kami, tindakan ini bisa disebut apa? Ini murni Islamofobia,” katanya.
Selain itu, sekelompok aktivis HAM setempat meminta Pelapor Khusus PBB untuk kebebasan beragama untuk mendesak pejabat pemerintah pusat dan daerah Korea Selatan turun tangan guna menghentikan penghalangan penduduk terhadap pekerjaan konstruksi dan ‘segera memindahkan kepala babi’.
Seruan ke PBB itu dibuat oleh gugus tugas untuk penyelesaian damai masalah masjid datang setelah otoritas lokal gagal untuk mengindahkan permintaan sebelumnya dari umat Islam untuk menghilangkan kepala babi. Pejabat kota mengatakan mereka tidak memiliki wewenang untuk membersihkan kepala babi tanpa persetujuan dari penduduk karena itu adalah barang berguna yang dibeli oleh warga negara.
Petisi tersebut juga meminta Pelapor Khusus PBB merekomendasikan pemerintah dan otoritas lokal untuk secara terbuka mengutuk segala bentuk diskriminasi berdasarkan agama atau ras tertentu, melakukan pendidikan tentang tugas netralitas agama dan antirasisme untuk semua pejabat publik Kota Daegu, dan memperbaiki semua kerusakan.
Konflik tersebut mengadu domba warga di subdistrik Daehyeon-dong dekat Universitas Nasional Kyungpook dan mahasiswa Muslim di universitas tersebut yang memulai pembangunan masjid setelah memperoleh izin pemerintah setempat pada tahun 2020. Masjid dua lantai, dengan total luas lantai 245 meter persegi, sedang dibangun di sebuah situs yang sebelumnya digunakan sebagai musala.
Warga setempat keberatan dengan pembangunan tersebut dan mengajukan petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 10.000 orang ke kantor distrik Daegu Buk-gu pada Februari 2021. Mereka menyerukan agar proyek tersebut dihentikan.
Penduduk mengatakan masjid yang diusulkan akan menimbulkan kebisingan, memadati gang sempit dan merusak nilai real estat lingkungan karena calon pembeli dan penyewa akan berpaling dari daerah yang sering dikunjungi oleh umat Islam.
Pemerintah setempat memerintahkan penghentian segera pembangunan tersebut. Para mahasiswa Muslim kemudian membawa masalah ini ke pengadilan, di mana Pengadilan Distrik Daegu membatalkan perintah penghentian pembangunan. Putusan itu dikuatkan oleh Mahkamah Agung pada September tahun ini. ***
Foto GridHype