• Jum. Jul 18th, 2025

KowantaraNews

Kowantara News: Berita tajam, warteg jaya, UMKM tak terjajah!

 Tarif 19% AS: Ancaman atau Peluang bagi Ekspor Indonesia?

ByAdmin

Jul 17, 2025
Gambar Ilustrasi Tarif Amerika Serikat yang dikenakan untuk Indonesia. Gambar AI Kowantaranews.com
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com – Amerika Serikat resmi memberlakukan tarif bea masuk sebesar 19% untuk produk impor dari Indonesia mulai 1 Agustus 2025. Kebijakan ini merupakan hasil negosiasi alot antara Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump, yang berhasil menurunkan tarif dari rencana awal 32%. Meski dianggap sebagai kompromi yang menguntungkan dibandingkan skenario terburuk, tarif ini tetap memicu perdebatan di kalangan pelaku usaha: apakah ini ancaman serius bagi ekspor Indonesia atau justru peluang untuk memperkuat posisi di pasar global?
Latar Belakang Kesepakatan
Kebijakan tarif 19% ini lahir dari pembicaraan telepon antara Presiden Prabowo dan Trump, yang juga menghasilkan sejumlah konsesi dari Indonesia. Sebagai imbal balik, Indonesia membebaskan tarif impor (0%) untuk produk AS, berkomitmen membeli produk energi senilai $15 miliar (seperti LNG), mengimpor produk pertanian AS senilai $4,5 miliar (kedelai, gandum, dan lainnya), serta memesan 50 pesawat Boeing 777 untuk maskapai Garuda Indonesia. Kesepakatan ini menempatkan Indonesia pada posisi yang relatif lebih baik dibandingkan negara-negara ASEAN lain seperti Vietnam (20%), Malaysia (25%), Thailand (36%), dan Laos (40%), meski masih kalah kompetitif dibandingkan Singapura (10%).
Dampak pada Industri Indonesia
Tarif 19% membawa dampak ganda bagi industri dalam negeri. Di satu sisi, sektor kelapa sawit tetap menjadi pilar kuat ekspor Indonesia ke AS. Dengan penguasaan 89% pangsa pasar sawit di AS, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) optimistis ekspor sawit dapat tumbuh hingga 3 juta ton per tahun. Penurunan tarif dari 32% ke 19% juga menjadi angin segar, karena mengurangi beban biaya ekspor dibandingkan skenario awal. Selain itu, komitmen pembelian produk energi dan pertanian AS membuka peluang investasi asing di sektor-sektor strategis Indonesia, yang dapat memperkuat perekonomian domestik.Namun, di sisi lain, tarif ini menjadi tantangan berat bagi industri padat karya seperti mebel dan kerajinan. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyatakan bahwa sebelumnya sektor ini menikmati tarif mendekati 0%, sehingga kenaikan ke 19% meningkatkan biaya ekspor secara signifikan. Hal ini berpotensi menggerus margin keuntungan dan melemahkan daya saing produk Indonesia di pasar AS, terutama jika dibandingkan dengan Vietnam yang hanya dikenakan tarif 20%. Persaingan regional yang ketat, ditambah dengan kebutuhan akan efisiensi logistik dan produksi, menjadi pekerjaan rumah besar bagi pelaku usaha.
Respons Pemerintah dan Pelaku Usaha
Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemerintah akan terus bernegosiasi dengan AS untuk menurunkan tarif lebih jauh, terutama untuk sektor-sektor padat karya yang terdampak. HIMKI mendorong diplomasi dagang yang lebih agresif guna mendapatkan perlakuan khusus bagi industri mebel dan kerajinan, yang menyerap banyak tenaga kerja lokal. Sementara itu, GAPKI justru melihat peluang ekspansi pasar sawit, memanfaatkan dominasi Indonesia dan tarif yang relatif kompetitif dibandingkan negara ASEAN lainnya.

Peluang dan Strategi ke Depan
Meski menantang, tarif 19% juga membuka peluang bagi Indonesia untuk merebut pangsa pasar furnitur dan kerajinan dari Vietnam, yang dikenakan tarif sedikit lebih tinggi. Untuk memaksimalkan peluang ini, pemerintah perlu fokus pada beberapa strategi kunci. Pertama, meningkatkan efisiensi logistik untuk menekan biaya ekspor. Kedua, memberikan insentif produksi seperti subsidi energi atau keringanan pajak untuk industri padat karya. Ketiga, memperkuat diplomasi dagang guna mendapatkan tarif preferensial atau akses pasar yang lebih baik. Keempat, diversifikasi pasar ekspor ke wilayah lain seperti Uni Eropa, Tiongkok, atau India untuk mengurangi ketergantungan pada AS.

Tarif 19% Trump: Indonesia Bayar Mahal, AS Raup Untung?

Tarif bea masuk 19% dari AS adalah pedang bermata dua bagi Indonesia. Di satu sisi, tarif ini menjaga daya saing ekspor sawit dan membuka peluang investasi AS di sektor energi dan pertanian. Di sisi lain, industri mebel dan kerajinan menghadapi tekanan besar akibat kenaikan biaya ekspor. Keberhasilan Indonesia menghadapi tantangan ini bergantung pada kemampuan pemerintah dan pelaku usaha untuk bersinergi dalam meningkatkan efisiensi, memperkuat diplomasi, dan memanfaatkan peluang pasar. Dengan langkah strategis, Indonesia dapat menjadikan kebijakan ini sebagai momentum untuk memperkuat posisinya di pasar global. By Mukroni

  • Berita Terkait :

Tarif 19% Trump: Indonesia Bayar Mahal, AS Raup Untung?

Indonesia di Ambang Resesi: Keyakinan Konsumen Rontok, Ekonomi Terpuruk ?

Kredit Perbankan Anjlok, Daya Beli Ambruk: Benarkah Masyarakat Beralih ke Gym demi Kesehatan?

Optimisme Ekonomi Indonesia 2025: Masih Bertahan atau Mulai Runtuh?

Swasembada Pangan 2026: Anggaran Membengkak, Target Berantakan, Harga Pangan Masih Melambung?

Tarif AS 32% Ancam Jutaan Pekerja Indonesia: Bisakah Insentif Selamatkan Industri Padat Karya?

Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?

8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!

Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop

Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!

IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!

Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!

Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!

Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!

Indonesia-Rusia Kolplay Digital: 5G Ngegas, Warteg Go Online, Tapi Awas Jangan Kejebak Vodka Virtual!

Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!

Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!

TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!

Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!

Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!

Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?

Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!

Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!

Bank Dunia Bikin Panik: 194 Juta Orang Indonesia Jadi ‘Miskin’, Warteg Jadi Penutup atau Penutup Dompet?

Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!

Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *