Jakarta, Kowantaranews.com -KTT Indonesia-Afrika II (IAF II) menjadi ajang penting bagi negara-negara dunia selatan untuk mempererat solidaritas dan kerja sama yang lebih erat di bidang ekonomi, politik, dan sosial. Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Pahala Nugraha Mansury, menyatakan bahwa lebih dari 1.000 peserta telah mengonfirmasi kehadiran mereka dalam acara ini, termasuk lima kepala negara dari Afrika: Zimbabwe, Rwanda, Ghana, Liberia, Eswatini, dan Zanzibar yang mewakili Tanzania.
Latar Belakang dan Tujuan KTT
KTT ini bukan hanya sekadar forum pertemuan, tetapi juga merupakan simbol solidaritas antara negara-negara Asia dan Afrika, yang pertama kali dibentuk dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955. Dengan tema “Semangat Bandung untuk Agenda 2063 Afrika,” IAF II bertujuan untuk menghidupkan kembali semangat solidaritas dan kerja sama antara negara-negara di Asia dan Afrika, serta memperkuat posisi mereka sebagai bagian dari dunia selatan (global south). Soliditas ini dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan, nilai, dan tantangan yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang.
Pahala menekankan pentingnya membedakan kerja sama ini dengan negara-negara lain, dengan menyoroti hubungan historis yang panjang antara Indonesia dan kawasan Afrika. Diharapkan, forum ini dapat menghasilkan kerja sama konkret yang menguntungkan kedua belah pihak dalam mencapai tujuan pembangunan mereka masing-masing. Indonesia memiliki visi “Indonesia Emas 2045,” sementara Afrika memiliki “Agenda 2063” yang mengarahkan pembangunan benua tersebut selama 50 tahun ke depan.
Fokus Kerja Sama dan Potensi Ekonomi
Forum ini menargetkan empat sektor utama untuk kerja sama: ketahanan pangan, ketahanan energi, ketahanan mineral, dan kesehatan. Pahala menyatakan bahwa Afrika adalah salah satu pasar ekspor non-tradisional bagi Indonesia, yang menawarkan potensi pasar yang besar serta sumber daya alam yang melimpah. Afrika memiliki cadangan minyak dan gas yang signifikan, serta kekayaan mineral seperti kobalt, mangan, granit, dan litium. Hal ini menawarkan peluang besar bagi Indonesia untuk memperluas kerja sama di sektor-sektor tersebut.
Dalam IAF II, Indonesia menargetkan untuk menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan berbagai negara Afrika dengan potensi nilai sekitar 3,5 miliar dolar AS. Beberapa proyek yang sudah diusulkan termasuk pengadaan pupuk dan investasi gas di Tanzania, pengelolaan panas bumi dan perkebunan kelapa sawit di Kenya, dan pengembangan produk farmasi, terutama vaksin. MoU ini tidak hanya akan melibatkan perusahaan milik negara, tetapi juga perusahaan swasta, menunjukkan keterlibatan yang lebih luas dari berbagai sektor.
Tantangan dan Kesempatan dalam Kerja Sama Selatan-Selatan
Kerja sama Selatan-Selatan, yang diusung oleh IAF II, menekankan pentingnya independensi dalam menentukan arah kerjasama tanpa berpihak pada salah satu kekuatan besar dunia. Ini relevan dalam konteks geopolitik saat ini, di mana meningkatnya rivalitas antara negara-negara besar dunia memerlukan pendekatan yang lebih netral dan inklusif. Indonesia, dengan kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif, berupaya untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, baik negara maju, berkembang, maupun negara-negara dunia selatan lainnya.
Pada saat yang sama, forum High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) yang akan diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas juga bertujuan untuk memperkuat kemitraan multi-pihak yang relevan untuk pembangunan yang berkelanjutan. HLF MSP akan mengusung tema “Memperkuat Kemitraan Multi-Pihak yang Memiliki Kepentingan Terkait untuk Pembangunan: Menuju Perubahan Transformasional.” Forum ini diharapkan dapat menghasilkan dokumen kesepakatan yang memuat langkah-langkah konkret untuk mendukung transformasi pembangunan, khususnya di kawasan Asia dan Afrika.
Agenda Strategis untuk Pembangunan Berkelanjutan
Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas, Bogat Widyatmoko, menyoroti tiga agenda khusus dalam forum HLF MSP. Pertama adalah kemitraan lintas negara yang memperkuat kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular untuk menciptakan solusi bersama dalam menghadapi tantangan global. Kedua adalah peningkatan kesejahteraan dan keberlanjutan melalui ekonomi berkelanjutan, dengan fokus pada integrasi isu lingkungan seperti ekonomi hijau dan biru. Ketiga adalah memajukan pembiayaan pembangunan melalui pembiayaan inovatif, yang dianggap penting mengingat tantangan utama dalam pembangunan berkelanjutan adalah ketersediaan pembiayaan.
Meskipun fokus utama forum ini adalah pada kerja sama ekonomi dan pembangunan, tidak menutup kemungkinan adanya pembahasan soal Palestina. Selama ini, negara-negara Afrika dan Indonesia aktif dalam diplomasi untuk memperjuangkan hak-hak Palestina, dan forum ini dapat menjadi kesempatan untuk melanjutkan diskusi tersebut dalam pertemuan-pertemuan sela.
Persiapan dan Tindakan Pencegahan Kesehatan
Dalam rangka memastikan kelancaran dan keselamatan acara, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan untuk memperketat pengawasan di seluruh pintu kedatangan internasional terkait penyebaran wabah cacar monyet. Kementerian Kesehatan serta lembaga terkait telah diminta untuk melakukan langkah-langkah pencegahan yang diperlukan, termasuk pendataan dan pemindaian suhu tubuh di bandara untuk setiap tamu delegasi yang datang dari luar negeri. Jika terdeteksi gejala, akan diambil langkah antisipasi lebih lanjut oleh petugas kesehatan di lapangan.
Kesimpulan
KTT Indonesia-Afrika II dan HLF MSP 2024 merupakan momentum penting untuk memperkuat solidaritas dan kerja sama antara negara-negara dunia selatan dalam menghadapi tantangan global. Dengan menargetkan sektor-sektor strategis seperti energi, pangan, mineral, dan kesehatan, diharapkan kerja sama ini dapat menghasilkan manfaat konkret bagi kedua belah pihak. Selain itu, komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan dan inklusivitas dalam kerja sama internasional menegaskan peran penting negara-negara selatan dalam arsitektur global saat ini. *Mukroni
Sumber Kompas