Jakarta, Kowantaranews.com — Indonesia menghadapi ancaman kenaikan harga beras yang signifikan pada semester II-2025, dipicu oleh penurunan produksi akibat musim kemarau dan maraknya kasus beras oplosan yang tidak memenuhi standar mutu. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras nasional dari Januari hingga September 2025 mencapai 28,22 juta ton, naik 11,23% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, data menunjukkan pola musiman yang mengkhawatirkan: produksi semester I (Januari–Juni) sebesar 19,16 juta ton, jauh lebih tinggi dibandingkan 9,08 juta ton pada Juli–September. Penurunan ini, menurut Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Demak, Hery Sugihartono, disebabkan oleh musim kemarau yang membatasi hasil panen dan menandai awal musim tanam padi pertama.
Kondisi ini diperparah oleh kenaikan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani, yang kini rata-rata mencapai Rp 6.832 per kg, 5,11% di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 6.500 per kg. Di Aceh, harga GKP bahkan tembus Rp 7.800 per kg, 20% di atas HPP. Sementara itu, harga beras medium secara nasional telah mencapai Rp 14.520 per kg, melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 12.500 per kg hingga 16,16%. BPS mencatat inflasi beras pada Juli 2025 sebesar 1,35% secara bulanan, menjadi penyumbang utama inflasi pangan tahunan yang mencapai 3,82%. Kenaikan harga ini mengancam daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.
Lebih mengkhawatirkan, potensi kelangkaan beras mengintai akibat kasus beras oplosan yang diduga tidak sesuai standar mutu, takaran, dan harga. Hery memperingatkan bahwa penarikan produk beras secara masif oleh produsen besar dapat memperburuk situasi. “Jika kenaikan harga disertai kelangkaan, apakah pemerintah mampu meredam dampaknya?” tanyanya. Kasus beras oplosan ini mencerminkan lemahnya pengawasan rantai pasok, yang dapat mengguncang kepercayaan konsumen dan stabilitas pasar.
Pemerintah, melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas), berupaya merespons dengan menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) sebanyak 4.692 kali hingga 30 Juli 2025, tersebar di DKI Jakarta, provinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu, Perum Bulog mengklaim stok beras aman dengan 3,97 juta ton per 1 Agustus 2025, terdiri dari 3,95 juta ton cadangan pemerintah dan 11.900 ton beras komersial. Penyerapan gabah domestik telah mencapai 2,78 juta ton, atau 92,79% dari target 3 juta ton. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menegaskan, “Tidak perlu khawatir, stok beras pemerintah besar.” Namun, tantangan distribusi dan disparitas harga antarwilayah tetap menjadi hambatan.
Bapanas juga bekerja sama dengan Satuan Tugas Pangan Kepolisian untuk mengawasi peredaran beras dan mendorong produsen agar tidak menarik produk dari pasar. Pemerintah sedang mengevaluasi kebijakan klasifikasi mutu dan harga beras, dengan rencana memperkenalkan kategori baru antara beras medium dan premium, serta membedakan harga berdasarkan wilayah produksi. Meski begitu, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperingatkan bahwa penyeragaman mutu dan HET dapat merugikan sektor perberasan. Menurut Abra PG Talattov dari Indef, kebijakan ini mengurangi insentif untuk meningkatkan kualitas beras dan memberatkan 95% penggilingan padi kecil di Indonesia.
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Untuk mengatasi krisis ini, pemerintah perlu memperkuat infrastruktur irigasi, seperti pompanisasi, dan mendorong penggunaan varietas padi tahan kekeringan. Pengawasan mutu harus diperketat untuk mencegah beras oplosan, sementara dukungan seperti subsidi atau pinjaman murah diperlukan untuk penggilingan kecil. Tanpa langkah konkret, ancaman krisis pangan akibat lonjakan harga dan kelangkaan beras dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan ketahanan pangan nasional. By Mukroni
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?