Jakarta, KowantaraNews.Com -Jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) nasional yang sudah memanfaatkan teknologi digital dan masuk dalam rantai pasok global masih sangat sedikit. Kemitraan inklusif melalui kolaborasi lintas sektoral menjadi keharusan untuk mendorong pertumbuhan bisnis UMKM yang berkelanjutan.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rudy Salahuddin, mengatakan bahwa UMKM telah menjadi penopang perekonomian nasional.
UMKM, katanya, berkontribusi sebesar 60,51 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional dan memiliki kemampuan menyerap 96,92 persen tenaga kerja atau setara dengan 120,59 juta orang.
“Sektor UMKM juga berkontribusi 15,65 persen terhadap ekspor, tetapi yang memanfaatkan e-Commerce sangat kecil, baru 24 persen (dari total pelaku UMKM sebanyak 63,95 juta),” katanya.
Rudy menegaskan hal itu ketika menjadi pembicara pada diskusi panel bertajuk “Digitalisasi UMKM Tempatkan UMKM Indonesia Di Rantai Pasok Global” baru-baru ini.
Sebagai bentuk kolaborasi dengan B20 Indonesia, KADIN, dan Bisnis Indonesia, acara ini menjadi acara puncak rangkaian webinar selama 1 bulan yang diinisiasi oleh PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna), bertajuk UMKM Untuk Indonesia: Usaha Maju Kian Makmur.
Rudy melanjutkan, salah satu berkah tersembunyi dari pandemi Covid-19 ialah UMKM bertransformasi untuk memanfaatkan pemasaran secara daring. Perubahan itu sebagai jawaban atas perubahan pola perilaku dan konsumsi masyarakat karena mobilitas yang terbatas.
“Oleh karena itu, arah dan kebijakan UMKM ke depan sesuai permintaan Presiden ialah kita melakukan transformasi UMKM,” paparnya.
Rudy menjelaskan terdapat empat strategi transformasi yang diupayakan pemerintah, yakni transformasi usaha informal menjadi formal, transformasi digital dan pemanfaatan teknologi, transformasi ke dalam rantai pasok global dan modernisasi koperasi.
Dia mencontohkan, salah satu bentuk transformasi usaha informal menjadi formal telah dilakukan Sampoerna yang membantu UMKM mendapatkan nomor induk berusaha (NIB) atau pun sertifikat lainnya.
Rudy menuturkan, UMKM nasional yang sudah masuk dalam rantai pasok global (global value chain/GVC) baru sekitar 4,1 persen. Untuk itu, kolaborasi pemerintah dan swasta harus ditingkatkan agar makin banyak UMKM yang bisa ekspor.
“Sehingga perlu agregator konsolidator untuk mendorong UMKM kita bisa ekspor. Ini nanti pemerintah dan KADIN bisa siapkan agregator konsolidator agar bisa masuk GVC,” tambahnya.
Sementara itu, dalam diskusi yang sama, Deputi Bidang Kewirausahaan Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKop UKM) Siti Azizah mengatakan, Indonesia sangat membutuhkan pengembangan kewirausahaan.
Dia menuturkan, pemerintah ingin agar terbentuk ekosistem kewirausahaan mengingat untuk menjadi negara maju, minimal jumlah wirausahanya sebanyak 4 persen dari jumlah penduduk.
“Kita baru 3,47 persen. Masih jauh dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Oleh karena itu kita perlu gerakan bersama untuk menambah wirausaha,” katanya.
Siti Azizah menjelaskan pemerintah telah menghadirkan Perpres 02/2022 sebagai pedoman tunggal untuk kolaborasi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk menumbuhkan kewirausahaan.
Untuk mencapai target rasio kewirausahaan ke level 3,95 persen, katanya, pemerintah harus menambah 1 juta wirausahawan hingga 2024.
“Kita sudah berkolaborasi di mana pemerintah pusat bisa menyumbang 400.000 (pelaku UMKM baru), sementara pemerintah daerah 600.000. Seperti yang dilakukan Sampoerna ini juga menambah wirausaha,” jelasnya.
Koordinator Bidang Pengembangan Produk Lokal Kementerian Perdagangan, Kukuh Sri Harjanto, mengatakan bahwa melalui PP 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pemerintah sangat berpihak kepada UMKM agar bisa mengisi produk di platform e-commerce nasional.
“Selain itu kami juga punya target digitalisasi untuk 250.000 pedagang pasar,” jelasnya.
Kemitraan Inklusif UMKM
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua UMKM KADIN Bidang Kewirausahaan, Aldi Haryopratomo, mengatakan bahwa terdapat banyak UMKM nasional yang berpotensi untuk melakukan ekspor. Di sisi lain, banyak pelaku usaha di luar negeri yang juga berminat pada produk UMKM nasional.
Tambah lagi, banyak perusahaan nasional yang percaya Indonesia akan sejahtera dan setara jika pengusaha yang besar mau membantu yang kecil. Hal yang sama juga bagi pelaku UMKM yang sudah berhasil bisa membantu UMKM lainnya.
“Itulah kemitraan inklusif. Inti dari kemitraan inklusif itu semangat saling bantu. Caranya ialah kami mengumpulkan perusahaan besar untuk bantu UMKM di sekitarnya seperti yang dilakukan Sampoerna yang membantu banyak UMKM,” katanya.
Aldi melanjutkan, di Tanah Air terdapat sangat banyak program bantuan UMKM. Sayangnya, program itu tidak memiliki standar baku sehingga KADIN menginisiasi Wikiwirausaha untuk menghadirkan standar yang baik bagi pelatihan dan pembinaan UMKM.
Wikiwirausaha, katanya, menjadi wadah informasi kemitraan yang nyata sehingga UMKM bisa belajar hingga mencari mitra kerja sama. KADIN juga menyediakan wiki untuk ekspor karena banyak konsumen di luar negeri yang tertarik produk UMKM Indonesia.
KADIN telah mencoba mengumpulkan perusahaan luar negeri yang ingin mencari partner di Indonesia. Diharapkan, kerja sama dapat terjalin sehingga makin banyak UMKM Indonesia yang bisa ekspor.
“Tapi ketika orang Jepang cari produknya tidak ada website yang menjelaskan dalam bahasa mereka. Sebaliknya, tidak ada informasi bagaimana ekspor ke Jepang. Kami ingin merangkum semua dalam sebuah situs sehingga yang tertarik untuk ekspor bisa lihat syaratnya,” tambahnya.
Kepala Urusan Eksternal Sampoerna, Ishak Danuningrat yang juga menjadi pembicara panel menambahkan, Sampoerna hadir dengan falsafah tiga tangan, sangat memberikan penekanan pada hubungan yang seimbang dengan konsumen, mitra bisnis dan karyawan, serta masyarakat luas.
Sampoerna awalnya juga bermula dari warung kecil atau pelaku UMKM, lanjutnya. Oleh karena itu, perusahaan berusia 109 tahun ini selalu memiliki perhatian khusus pada UMKM.
Atas dasar semangat itu, Sampoerna pada 2007 mendirikan Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC) untuk memberikan pelatihan dasar UMKM. Selanjutnya pada 2008, Sampoerna memulai Sampoerna Retail Community (SRC).
“SRC kami mulai dengan sekitar 57 toko dengan tujuan meningkatkan daya saing toko kelontong tradisional,” katanya.
Ishak menjelaskan sejak didirikan hingga saat ini, SETC telah melatih lebih dari 64.000 usaha, sementara SRC telah terhubung dengan lebih dari 200.000 toko di seluruh Indonesia.
Kunci utama Sampoerna bisa mengembangan SETC dan SRC, katanya, ialah kolaborasi dan saling mendukung. Sampoerna selalu terbuka untuk bekerja sama dengan perusahaan lain untuk mengembangkan UMKM.
“Kami juga mengajak pemerintah, akademisi, pelaku usaha untuk berkolaborasi sebagai perwujudan falsafah tiga tangan Sampoerna,” imbuhnya.(***)
Ket. Foto: Direktur PT HM Sampoerna Tbk. Elvira Lianita (ketiga dari kiri) tengah berbincang dengan Rudy Salahuddin (kiri), Siti Azizah (kedua dari kiri), Kukuh Sri Harjono (ketiga dari kanan), Wakil Ketum KADIN Bidang Kewirausahaan Aldi Haryopratomo (kedua dari kanan), dan Kepala Urusan Eksternal Sampoerna Ishak Danuningrat (kanan) dalam webinar “Digitalisasi UMKM Tempatkan UMKM Indonesia di Rantai Pasok Global” pada Jumat (28/10).