Bogor, KowantaraNews.Com -Bulog dikabarkan membuka opsi impor 500 ton beras untuk memenuhi stok dalam negeri. Pasokan itu sudah ada di luar negeri dan bisa ditarik kapan saja ketika Indonesia mengalami kekurangan beras.
Tentu saja, opsi itu memgundang polemik dan pertentangan, termasuk dari Kementerian Pertanian (Kementan) RI sendiri. Lantaran mereka menilai opsi itu justru tidak sejalan dengan cadangan beras nasional yang mencapai 8 juta ton hingga Desember 2022.
Ditambah lagi, opsi impor juga dinilai bertentangan dengan prestasi Indonesia yang baru-baru ini menyandang swasembada beras. Status itu sempat ditegaskan Institut Penelitian Padi Internasional (IRRI) melalui penghargaannya kepada pemerintah Indonesia, Agustus lalu.
Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Gandhi menilai, persoalan impor beras itu memang tidak sepantasnya dilakukan jika negara telah menyandang titel swasembeda. Polemik ini terjadi karena silang pendapat antar lembaga.
Menurutnya, kebutuhan beras di dalam negeri juga tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Karena kebutuhan pangan beras semakin berkurang dengan substitusi pangan pokok lain. Dengan begitu, ia menganggap stok beras seharusnya masih mencukupi.
“Kalau menurut saya sih gak pantas ya (impor beras). Seharusnya ini (persoalan impor beras) tidak terjadi. Yang namanya swasembada itu, berarti kita sudah bisa menyelesailan kebutuhan kita,” tegasnya, Sabtu (19/11).
Dosen Sekolah Vokasi IPB ini juga menambahkan, persoalan impor ini seharusnya menjadi tugas dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency yang telah dibentuk. Secara kelembagaan, Bapanas punya tugas untuk menetapkan kebijakan ketersediaan pangan. Bahkan, lembaga bentukan 2021 lalu itu bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
“Berarti, kalau berbicara opsi impor, ini merupakan tugas dari Bapanas yang bisa menentukan apakah kita harus impor atau tidak, bukan Bulog. Sudah jelas kan tujuannya dibentuk apa, agar tidak terjadi silang pendapat antar lembaga kementerian seperti dulu,” ungkapnya.
Ia berharap polemik antar lembaga itu diselesaikan dengan baik. Menurutnya, Bapanas bisa menjadi penengah antara Bulog maupun Kementan. Silang pendapat yang terjadi di hadapan publik mengenai impor beras mesti diselesaikan dengan duduk bersama dan ketegasan Bapanas.
Selain itu, ia menduga ada permasalahan politik di balik silang pendapat mengenai impor beras ini. Persolan itu pula yang seharusnya ditengahi Bapanas agar tidak menjalar ke mana-mana.
“Ini memang seharusnya Bapanas bisa turun menengahi tanpa ada silang pendapat dan muatan politik. Ini menjelang musim panen lagi, bulan Desember. Jangan sampai ketika pasokan banyak, beras petani dibeli murah,” kuncinya.
Sumber: Radar Bogor
Foto:Ilustrasi/Istimewa