Jakarta, Kowantaranews.com – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester II-2025 diproyeksikan berada di kisaran 4,99–5%, dengan titik tengah 4,9%, menurut laporan terbaru dari Pusat Informasi dan Riset Ekonomi (PIER). Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan II-2025 yang mencatat pertumbuhan 5,12%. Penurunan ini dipicu oleh normalisasi konsumsi pasca-libur hari raya dan perlambatan belanja rumah tangga. Namun, di balik angka-angka ini, sebuah realitas mencolok terungkap: kelas menengah atas, yang hanya mewakili 20% populasi teratas, menguasai sekitar 40% dari total konsumsi nasional. Sementara itu, kelas menengah bawah tampaknya semakin terpinggirkan, memicu pertanyaan kritis: siapa yang benar-benar peduli pada daya beli mereka?
Kelas menengah atas menunjukkan ketahanan konsumsi yang luar biasa. Data menunjukkan belanja mereka tetap stabil, terutama pada sektor rekreasi, hiburan, dan barang sekunder. Sektor restoran dan hotel mencatat pertumbuhan 6,77%, sementara transportasi dan komunikasi tumbuh 6,48% pada triwulan II-2025. Penjualan mobil mewah dengan harga di atas Rp500 juta juga terbukti lebih tahan banting dibandingkan mobil murah, mencerminkan daya beli yang kokoh di kalangan kelompok ini. Optimisme mereka tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang melonjak ke 129,6 pada Juli 2025, menandakan keyakinan kuat terhadap kondisi ekonomi jangka pendek.
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Namun, cerita berbeda terlihat di kelas menengah bawah, dengan pendapatan di bawah Rp4 juta per bulan. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) kelompok ini stagnan, meskipun IKK nasional meningkat tipis menjadi 118,1 pada Juli 2025. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang juga mandek di 106,6 menunjukkan tekanan nyata pada pendapatan kelompok ini. Divergensi konsumsi antarkelompok pendapatan ini tidak hanya memperlebar ketimpangan, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Ketergantungan pada konsumsi kelas menengah atas dinilai tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5%, sebuah ambang batas yang dianggap penting untuk menjaga momentum pembangunan.Pendorong utama pertumbuhan di semester II-2025 diperkirakan masih berasal dari konsumsi pemerintah dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi. Namun, perlambatan konsumsi rumah tangga menjadi perhatian serius. Sektor jasa, seperti transportasi, pariwisata, dan logistik, yang tumbuh di atas 8%, menjadi tumpuan untuk menyerap tenaga kerja.
Keberlanjutan sektor ini perlu dijaga untuk mencegah pelebaran kesenjangan sosial-ekonomi.
Para ekonom menyerukan intervensi kebijakan yang lebih agresif untuk meningkatkan daya beli kelas menengah bawah. Program padat karya dan hilirisasi industri disebut sebagai solusi potensial untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan rata-rata. Tanpa langkah konkret, ketimpangan konsumsi antarkelompok pendapatan berisiko memperburuk ketidaksetaraan sosial. Pemerintah dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keadilan sosial, memastikan bahwa manfaat pembangunan tidak hanya dinikmati oleh segelintir kelas menengah atas, tetapi jugadirasakan oleh kelas menengah bawah yang menjadi tulang punggung perekonomian.
Dengan indikator kunci seperti IEK dan IKE yang menunjukkan sinyal beragam, pemerintah perlu memantau perkembangan ini dengan cermat. Pertumbuhan ekonomi yang stabil namun terbatas di 5% menunjukkan bahwa Indonesia berada di persimpangan: apakah akan terus bergantung pada konsumsi kelas atas, atau mulai serius mengatasi ketimpangan demi pertumbuhan yang lebih inklusif? By Mukroni
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!
Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!
Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?
Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?
Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?