Jakarta, Kowantaranews.com – Ketahanan pangan nasional kembali menjadi sorotan setelah pengunduran diri Joao Angelo De Sousa Mota, petinggi PT Agrinas Indonesia, mengungkapkan serangkaian masalah struktural di lingkungan holding BUMN Danantara. Dalam pernyataannya, Joao mengeluhkan birokrasi yang berbelit-belit dan ketiadaan dukungan pendanaan, yang dinilainya menghambat proyek strategis ketahanan pangan. Kasus ini memicu pertanyaan besar: apakah Danantara, yang seharusnya menjadi motor penggerak BUMN, justru menjadi penghalang bagi ambisi ketahanan pangan Indonesia?
Joao, yang berlatar belakang sektor swasta, mengungkapkan bahwa Agrinas telah mengajukan studi kelayakan (FS) untuk proyek strategis sebanyak tiga hingga empat kali, namun hingga kini belum mendapat persetujuan. Padahal, proyek tersebut merupakan bagian dari upaya mendukung program food estate yang mencakup pengelolaan 425.000 hektar lahan pertanian. Proses birokrasi yang lamban di Danantara, menurut Joao, bertentangan dengan arahan Presiden untuk memangkas prosedur yang menghambat investasi dan pembangunan. Kegagalan ini tidak hanya menunda proyek, tetapi juga melemahkan kepercayaan terhadap kemampuan Danantara dalam menjalankan mandatnya.
Lebih memprihatinkan, Agrinas tidak menerima suntikan modal sama sekali dari pemerintah selama enam bulan terakhir, meskipun memiliki peran krusial dalam ketahanan pangan nasional. Ketiadaan dana ini membuat perusahaan kesulitan menjalankan operasional dan mengembangkan proyek strategis. Padahal, ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama pembangunan nasional, yang menuntut ketersediaan produksi, keterjangkauan harga, keamanan kualitas, dan kesinambungan infrastruktur. Tanpa dukungan finansial yang memadai, Agrinas, bersama BUMN lain seperti Bulog dan Pupuk Indonesia, berisiko gagal memenuhi target nasional.
Konflik budaya kerja juga menjadi sorotan. Joao, yang terbiasa dengan pendekatan cepat, taktis, dan berorientasi profit dari dunia swasta, merasa terkekang oleh sistem birokrasi Danantara yang kaku. Pola kerja yang lamban dan prosedural ini dinilai menghambat inisiatif strategis, menciptakan ketegangan antara profesional swasta dan birokrasi BUMN. Herry Gunawan, peneliti BUMN dari NEXT Indonesia, memperingatkan bahwa tata kelola Danantara yang tidak responsif bisa menjadi “bom waktu” bagi BUMN. Ia menyerukan evaluasi mendalam terhadap dua entitas utama Danantara: Danantara Asset Management yang mengelola operasional BUMN, dan Danantara Investment Management yang fokus pada investasi. Keduanya perlu lebih lincah dalam mendukung sektor strategis seperti pangan.
Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?
Bhima Yudhistira dari Celios menambahkan bahwa Danantara harus lebih transparan dalam menentukan prioritas investasi. Menurutnya, tanpa kejelasan alokasi dana dan strategi, masalah serupa akan terus berulang. Sementara itu, CEO Danantara, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa pengunduran diri Joao akan diproses sesuai tata kelola perusahaan, dan operasional Agrinas akan tetap berjalan normal. Namun, pernyataan ini dinilai kurang menjawab akar masalah yang telah diungkap.
Kasus ini menunjukkan urgensi reformasi di Danantara. Birokrasi perlu dipercepat dengan digitalisasi dan lean governance, pendanaan harus dialokasikan tepat waktu, dan budaya kerja harus diselaraskan antara profesional swasta dan birokrasi BUMN. Tanpa perbaikan ini, mimpi Indonesia untuk mencapai ketahanan pangan yang kokoh bisa terancam. Akankah Danantara mampu bangkit, atau justru menjadi penghambat bagi masa depan pangan nasional? By Mukroni
Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!
Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!
Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?
Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?
Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?