Jakarta, Kowantaranews.com – Indonesia tengah menghadapi gelombang krisis beras yang mengguncang pasar pangan nasional. Harga beras terus melonjak, penggilingan padi terancam kolaps, dan kebijakan baru yang diharapkan menjadi solusi masih terhambat dalam proses penggodokan. Situasi ini memicu kekhawatiran di kalangan pelaku usaha dan masyarakat, sementara pemerintah berjuang menstabilkan pasokan dan harga demi menjaga ketahanan pangan.Pemerintah, di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto, berencana merilis kebijakan beras baru yang akan menyederhanakan klasifikasi beras.
Beras medium dan premium akan digabung menjadi kategori “beras reguler,” sementara beras khusus seperti organik, merah, dan ketan tetap dihargai berdasarkan mekanisme pasar. Selain itu, Harga Eceran Tertinggi (HET) baru sedang dibahas untuk menyesuaikan harga dengan dinamika pasar. Namun, hingga kini, kebijakan tersebut masih dalam tahap koordinasi, memicu ketidakpastian di kalangan pelaku usaha.
Perhimpunan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) mendesak pemerintah segera merampungkan kebijakan ini untuk memberikan kepastian hukum dan operasional, terutama terkait HET dan legalitas produksi.Di lapangan, tantangan pasokan semakin memperburuk situasi. Harga gabah kering panen (GKP) telah melonjak ke Rp 6.888 per kilogram, jauh di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.500 per kilogram. Kelangkaan gabah ini memicu efek domino: harga beras medium nasional kini mencapai Rp 14.485 per kilogram, melampaui HET Rp 12.500 per kilogram dengan selisih hingga 15% di beberapa daerah. Akibatnya, konsumen beralih dari pasar modern ke pasar tradisional yang menawarkan harga lebih terjangkau. Pergeseran ini menguntungkan penggilingan kecil, tetapi memicu kelangkaan stok di ritel besar, memperparah ketidakseimbangan distribusi.
Krisis ini juga berdampak pada penggilingan padi. Di Karawang, salah satu sentra padi terbesar, sekitar 40% penggilingan dilaporkan tutup sementara akibat kekhawatiran terhadap operasi penindakan beras oplosan dan kelangkaan gabah. Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan mengimbau pelaku usaha tetap berproduksi dengan mematuhi aturan, menegaskan bahwa penggilingan yang taat regulasi tidak perlu khawatir. Namun, tingginya harga bahan baku dan minimnya pasokan membuat penggilingan kecil kesulitan bertahan, memicu ancaman krisis produksi beras lokal.
Birokrasi Lamban dan Dana Macet: Danantara Sabotase Ketahanan Pangan Nasional?
Untuk menahan laju krisis, pemerintah mengandalkan stok Bulog yang mencapai 3,9 juta ton, dengan 1,3 juta ton dialokasikan untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) hingga Desember 2025. Namun, realisasi penyaluran SPHP per Agustus 2025 baru mencapai 16.742 ton atau 1,27% dari target. Pemerintah kini mendorong peningkatan distribusi hingga 10.000 ton per hari untuk meredam gejolak harga. Kendati demikian, tantangan logistik dan koordinasi distribusi masih menjadi hambatan utama.
Di tengah tekanan ini, Perpadi mengambil langkah proaktif dengan menggalakkan inisiatif hijau, mengonversi penggilingan padi ke tenaga listrik untuk mengurangi emisi. Sebanyak 46 dari 150 penggilingan telah beralih, menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan. Selain itu, kolaborasi antara Bulog dan Perpadi terus diperkuat untuk meningkatkan pasokan beras lokal, meski tantangan pasokan gabah tetap menjadi batu sandungan.Krisis beras ini menggarisbawahi perlunya kebijakan yang cepat dan tepat sasaran. Tanpa solusi segera, harga yang terus melonjak dan kolapsnya penggilingan dapat memperburuk ketahanan pangan nasional, mengancam kesejahteraan masyarakat, dan memicu ketidakstabilan ekonomi yang lebih luas. By Mukroni
Birokrasi Lamban dan Dana Macet: Danantara Sabotase Ketahanan Pangan Nasional?
Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!
Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!
Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?
Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?
Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?