Jakarta, Kowantaranews.com – Pemerintah Indonesia meluncurkan Program Koperasi Merah Putih sebagai bagian dari agenda kedaulatan pangan Presiden Prabowo Subianto, dengan alokasi Rp83 triliun dari APBN 2026 untuk mendanai 80.000 koperasi melalui bank-bank Himbara. Namun, proyeksi kebutuhan dana sebesar Rp250 triliun mengungkap defisit Rp167 triliun, memicu kekhawatiran tentang keberlanjutan program ini. Apakah ini langkah visioner untuk memperkuat ekonomi rakyat, atau justru bom waktu finansial yang mengancam stabilitas keuangan Indonesia?
Program ini bertujuan mempersingkat rantai pasok pertanian, menstabilkan harga pangan, dan memberdayakan UMKM melalui koperasi. Setiap koperasi dapat mengakses pinjaman hingga Rp3 miliar, didukung bank-bank Himbara seperti BRI, Mandiri, dan BNI. Namun, kekurangan dana yang signifikan menimbulkan pertanyaan: bagaimana defisit ini akan ditutup? Jika bank Himbara dipaksa menggunakan dana sendiri, likuiditas mereka terancam, terutama di tengah penurunan profitabilitas sektor perbankan.
Analis memperingatkan risiko sistemik, dengan potensi kenaikan kredit bermasalah (NPL) yang dapat mengguncang stabilitas keuangan nasional. Data OJK menunjukkan NPL sektor UMKM naik ke 4,49% pada Mei 2025 (dari 4,27% pada 2024) dan kredit perumahan ke 3,07% (dari 2,4%), mencerminkan kerentanan kredit yang sudah ada.
Kritik lain tertuju pada pendekatan top-down program ini. Kurangnya kejelasan model bisnis koperasi meningkatkan risiko gagal bayar, terutama jika koperasi tidak memiliki kapasitas pengelolaan yang memadai. Ketergantungan pada jaminan fiskal, seperti dana desa yang menanggung hingga 30% gagal bayar, menciptakan moral hazard. Koperasi mungkin meminjam berlebihan, menganggap pemerintah akan menyelamatkan mereka, sementara bank bisa melonggarkan standar kredit karena merasa terlindungi. Namun, penggunaan dana desa sebagai jaring pengaman berisiko mengalihkan anggaran dari prioritas pembangunan desa, seperti infrastruktur lokal atau pendidikan. Riwayat korupsi dana desa, yang meningkat sembilan kali lipat dari 2015 hingga 2021, memperburuk kekhawatiran akan penyalahgunaan dana.
Tantangan tata kelola juga menjadi sorotan. Kepala desa ditugaskan mengawasi persetujuan pinjaman dan pembayaran koperasi, tetapi kapasitas mereka dalam memastikan tata kelola yang baik masih diragukan. Tekanan politik untuk mencapai target 80.000 koperasi pada 2026 berpotensi mengorbankan due diligence, meningkatkan risiko korupsi dan mismanagement. OJK menegaskan pentingnya penilaian risiko, namun target politik yang ambisius dapat melemahkan pengawasan.
Secara politik, program ini dikaitkan dengan agenda kedaulatan pangan, tetapi kritikus menjulukinya “Serakahnomics”—kebijakan yang mengutamakan keuntungan politik ketimbang kesejahteraan publik. Alokasi Rp83 triliun dari penerimaan pajak memicu perdebatan tentang prioritas fiskal, terutama dibandingkan sektor krusial seperti kesehatan atau infrastruktur. Anomali harga beras dan minyak goreng baru-baru ini menambah skeptisisme terhadap efektivitas program ini dalam menstabilkan harga pangan.
Hilirisasi Kelapa Nusantara: Upaya, Rekomendasi, dan Langkah Strategis untuk Penggerak Ekonomi Baru
Keberhasilan Koperasi Merah Putih bergantung pada keseimbangan antara ambisi skalabilitas dan kehati-hatian finansial. Mitigasi seperti pengawasan ketat, pelatihan pengelolaan koperasi, dan transparansi anggaran diperlukan untuk mencegah bencana finansial. Tanpa langkah konkret, program ini berisiko menjadi monumen populisme yang mahal, meninggalkan beban berat bagi ekonomi Indonesia. By Mukroni
Hilirisasi Kelapa Nusantara: Upaya, Rekomendasi, dan Langkah Strategis untuk Penggerak Ekonomi Baru
HET Beras Bikin Penggilingan Kolaps: Penimbunan atau Salah Kebijakan?
Birokrasi Lamban dan Dana Macet: Danantara Sabotase Ketahanan Pangan Nasional?
Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!
Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!
Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?
Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?
Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?