Jakarta, Kowantaranews.com – Indonesia tengah menghadapi gelombang krisis pangan yang mengguncang stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok. Beras, minyak goreng rakyat (Minyakita), dan gula, tiga komoditas esensial dalam kehidupan sehari-hari, kini menjadi sorotan akibat melonjaknya harga, kelangkaan pasokan, dan dampak ekonomi yang merugikan petani serta konsumen. Data terbaru menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah, meski digadang-gadang sebagai solusi, belum mampu meredam gejolak ini, memicu keresahan di kalangan masyarakat.
Beras: Harga Meroket di Tengah Klaim Stabilisasi
Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, mengklaim bahwa harga beras mulai menunjukkan tren penurunan sejak awal Agustus 2025 berkat program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Menurutnya, distribusi beras SPHP secara serentak di seluruh Indonesia telah berhasil menjamin pasokan dan meredakan kepanikan. Namun, realitas di lapangan justru bertolak belakang. Data Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat harga beras medium nasional masih 14,42% di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 12.500/kg, dengan rata-rata Rp 14.303/kg. Disparitas harga ini bahkan lebih mencolok di tingkat regional: Zona I (10,7% di atas HET), Zona II (11,15%), dan Zona III (21,27%). Harga beras premium pun tak luput dari kenaikan, mencapai Rp 18.440/kg di Zona III, melonjak 16,71% dari HET.
Program SPHP, yang diharapkan menjadi penyelamat, ternyata terhambat oleh distribusi yang lelet. Hingga pertengahan Agustus 2025, penyaluran beras SPHP hanya mencapai 38.811 ton, atau 2,94% dari target 1,3 juta ton untuk Juli-Desember 2025. Padahal, menurut Kementerian Dalam Negeri, Bulog seharusnya mampu menyalurkan 216.000 ton per bulan untuk menekan harga secara signifikan. Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir, menyebut fenomena ini “aneh,” karena operasi pasar biasanya menunjukkan hasil dalam dua minggu, namun kini harga justru cenderung naik setelah sebulan distribusi. Dampaknya dirasakan langsung oleh konsumen. Kris, seorang karyawan swasta di Jakarta Timur, mengeluhkan kenaikan harga beras premium dari Rp 74.000 menjadi Rp 103.000 per 5 kg, ditambah aturan pembelian maksimal 5 kg per orang. Dea, ibu rumah tangga di Depok, terpaksa beralih ke merek beras tak dikenal karena harga merek premium melonjak hingga Rp 80.000 per 5 kg.
Minyakita: Langka dan Jauh di Atas HET
Selain beras, Minyakita juga menjadi masalah serius. Harga minyak goreng rakyat ini terus melampaui HET Rp 15.700/kg. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per pekan kedua Agustus 2025 mencatat harga rata-rata nasional Minyakita mencapai Rp 17.724/kg, sementara di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, harganya bahkan menyentuh Rp 45.000/liter akibat ketiadaan distributor resmi. Pada Juni 2025, sepuluh provinsi melaporkan harga Minyakita lebih dari 10% di atas HET, dengan Papua Tengah sebagai yang termahal (Rp 18.500/liter).
Kendala utama adalah pasokan yang seret ke Perum Bulog. Meski Kementerian Perdagangan berulang kali meminta produsen memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO), hasilnya tetap minim. Tomsi Tohir menegaskan bahwa pasokan rendah membuat harga sulit ditekan mendekati HET. Ia mendesak pemerintah untuk menambah pasokan dan memberikan sanksi tegas kepada produsen yang tidak patuh. Ketidakpatuhan ini memperparah kelangkaan, terutama di daerah terpencil, memaksa konsumen membayar harga jauh di atas standar.Gula: Stok Menumpuk, Petani Tebu MenderitaBerbeda dengan beras dan Minyakita, industri gula menghadapi masalah kelebihan stok. Di Jawa Timur, stok gula petani menumpuk lebih dari 70.000 ton sejak Juli 2025, dengan serapan yang sangat rendah di lelang.
Akibatnya, harga tebu anjlok dari Rp 88.000/kuintal pada awal Agustus menjadi Rp 82.000/kuintal. Budi, petani tebu di Desa Dengkol, Singosari, mengeluhkan penurunan ini memperburuk kondisi ekonomi petani, yang sudah terbebani biaya produksi tinggi. Rembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi diduga menjadi penyebab utama, mengganggu serapan gula petani dan menekan harga tebu.
Respons Pemerintah dan Harapan ke Depan
Pemerintah berupaya merespons krisis ini. Satgas Pangan Polri menangani 20 kasus dugaan penyimpangan beras, dengan 26 tersangka, terbanyak di Jawa Barat dan Jawa Timur. Namun, Ketua Perpadi, Sutarto Alimoeso, meminta pendekatan yang lebih kondusif, seperti pembinaan pelaku usaha, ketimbang penindakan hukum yang terburu-buru. Pemerintah juga memperkenalkan kebijakan baru, seperti penyesuaian HET beras menjadi satu harga, menghapus klasifikasi medium dan premium, serta menerapkan hukum pidana sebagai upaya terakhir untuk kasus beras oplosan.
Koperasi Merah Putih: Ambisi Populisme atau Resep Bencana Finansial?
Untuk mengatasi krisis, sejumlah rekomendasi mendesak diperlukan. Pertama, Bulog harus mempercepat distribusi beras SPHP melalui koordinasi intensif dengan pemerintah daerah. Kedua, penegakan aturan ketat terhadap produsen Minyakita yang tidak memenuhi DMO, termasuk sanksi tegas. Ketiga, revitalisasi tata niaga gula untuk mencegah rembesan gula rafinasi dan meningkatkan serapan gula petani. Keempat, implementasi sistem monitoring real-time untuk harga dan stok bahan pokok guna mengurangi disparitas regional.
Krisis pangan ini mencerminkan tantangan kompleks dalam pengelolaan bahan pokok di Indonesia. Kegagalan distribusi beras SPHP, kelangkaan Minyakita, dan kelebihan stok gula menunjukkan perlunya kebijakan yang terintegrasi dan efektif. Tanpa intervensi cepat dan terkoordinasi, harga bahan pokok akan terus melonjak, konsumen terbebani, dan petani semakin terpuruk. Pemerintah harus bertindak tegas, mulai dari memperbaiki logistik hingga menegakkan aturan, untuk memastikan ketahanan pangan nasional yang kokoh dan merata. By Mukroni
Koperasi Merah Putih: Ambisi Populisme atau Resep Bencana Finansial?
Hilirisasi Kelapa Nusantara: Upaya, Rekomendasi, dan Langkah Strategis untuk Penggerak Ekonomi Baru
HET Beras Bikin Penggilingan Kolaps: Penimbunan atau Salah Kebijakan?
Birokrasi Lamban dan Dana Macet: Danantara Sabotase Ketahanan Pangan Nasional?
Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!
Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!
Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?
Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?
Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?