Jakarta, Kowantaranews.com -Indonesia, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, menghadapi paradoks pembangunan yang kian mencolok. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi stabil dan pembangunan infrastruktur masif terus berjalan. Namun, di sisi lain, kesenjangan sosial-ekonomi antara elite politik dan rakyat biasa semakin lebar, menciptakan ketidakadilan yang menyengat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025 menyebutkan 23,85 juta orang (8,47% populasi) hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Namun, menggunakan standar Bank Dunia (US$8,3 PPP/hari atau Rp49.244), angka kemiskinan melonjak menjadi 194,4 juta orang (68,2% populasi). Ironisnya, di tengah kondisi ini, anggota DPR menikmati pendapatan bulanan melebihi Rp100 juta, didorong oleh tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan.
Realitas pahit rakyat biasa tercermin dari kisah Yudi, petugas taman di Kendari, Sulawesi Tenggara. Setelah 19 tahun bekerja, gaji pokoknya hanya Rp1,05 juta, ditambah lembur menjadi Rp1,3 juta per bulan. Bersama istrinya, Harsinah, yang berjualan ikan dengan penghasilan Rp50.000 per hari, Yudi berjuang menafkahi empat anak. Biaya pendidikan menjadi beban berat, memaksa keluarga membuat pilihan sulit, termasuk menghentikan pendidikan anak ke jenjang sarjana. Kisah serupa dialami Sunarti, seorang pemulung berusia 72 tahun. Setiap hari, ia mengumpulkan 2 kg botol plastik seharga Rp12.500 per kg, menghasilkan Rp800.000–Rp1 juta per bulan. Dengan pengeluaran harian Rp50.000 dan sewa rumah Rp150.000, Sunarti, yang memiliki 18 cucu, hidup dalam ketidakpastian ekonomi tanpa jaminan sosial memadai.
Sebaliknya, anggota DPR menikmati kompensasi fantastis. Meski gaji pokok hanya Rp4,2 juta, berbagai tunjangan—termasuk tunjangan perumahan Rp50 juta—membuat pendapatan mereka melampaui Rp100 juta per bulan, atau Rp3 juta per hari. Anggaran tunjangan perumahan ini mencapai Rp1,74 triliun untuk 580 anggota DPR selama lima tahun, setara dengan gaji 36.000 guru atau 174.000 tukang sapu per tahun. Kebijakan ini menuai kritik tajam, terutama dari Indonesia Corruption Watch (ICW), yang menilainya tidak tepat di tengah pemangkasan anggaran kesehatan dan pendidikan.
Gula Petani Tersandera: Krisis 2025 Akibat Impor Liar dan Kebijakan Amburadul ?
Reaksi publik semakin memanas. Wakil Ketua DPR Adies Kadir berupaya meredakan kontroversi dengan mengklarifikasi bahwa tunjangan beras hanya Rp200.000, bukan Rp10–12 juta seperti kabar sebelumnya. Namun, klarifikasi ini tak cukup meredam kemarahan masyarakat. Komentar Yudi, “Mereka joget dapat ratusan juta, kami pontang-panting,” dan Sunarti, “Kelewatan pimpinan-pimpinan itu,” mencerminkan kekecewaan mendalam. Media sosial dipenuhi kritik, seperti, “Kerjanya duduk, rapat tidur, main game, tapi gaji dari uang rakyat.”
Kesenjangan ini bukan sekadar perbedaan pendapatan, tetapi masalah struktural yang mengancam stabilitas sosial. Dampaknya meliputi peningkatan kriminalitas, melemahnya kohesi sosial, dan krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Untuk mengatasinya, transparansi remunerasi pejabat, sistem gaji berbasis kinerja, dan pengalihan anggaran ke pendidikan, kesehatan, serta jaminan sosial bagi kelompok rentan seperti Yudi dan Sunarti menjadi urgensi. Tanpa reformasi, ketimpangan ini berisiko memicu krisis sosial yang lebih dalam, merusak fondasi keadilan ekonomi di Indonesia. By Mukroni
Gula Petani Tersandera: Krisis 2025 Akibat Impor Liar dan Kebijakan Amburadul ?
Krisis Pangan Menggila: Beras Melambung, Minyakita Langka, Gula Petani Terpuruk ?
Birokrasi Lamban dan Dana Macet: Danantara Sabotase Ketahanan Pangan Nasional?
Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!
Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!
Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?
Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?
Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?