Jakarta, Kowantaranews.com – Di tengah deflasi nasional sebesar 0,08% pada Agustus 2025, Indonesia menghadapi paradoks ekonomi yang membingungkan: harga beras, pangan pokok mayoritas rakyat, justru melonjak. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi beras sebesar 0,73% secara bulanan dan 4,24% tahunan, berkontribusi signifikan terhadap inflasi nasional 2,31%. Sementara harga tomat, cabai rawit, tarif angkutan udara, dan bensin turun, kenaikan harga beras mengungkap masalah struktural dalam produksi, distribusi, dan tata niaga pangan pokok nasional. Fenomena ini bukan sekadar fluktuasi pasar, melainkan cerminan krisis sistemik yang menuntut solusi mendesak.
Data BPS menunjukkan kenaikan harga beras terjadi di seluruh rantai pasokan. Di tingkat penggilingan, harga rata-rata mencapai Rp 13.596/kg, naik 1,87% (bulanan) dan 6,15% (tahunan). Di tingkat grosir, harga Rp 14.292/kg (naik 0,64% bulanan, 5,56% tahunan), dan di eceran Rp 15.393/kg (naik 0,73% bulanan, 4,24% tahunan). Kenaikan tertinggi di tingkat penggilingan menandakan tekanan biaya produksi, terutama akibat harga gabah kering panen (GKP) yang melonjak hingga Rp 7.500-8.000/kg di beberapa daerah, jauh di atas harga acuan pemerintah Rp 6.500/kg. Kebijakan “any quality” tanpa standar mutu jelas memperparah situasi, memaksa penggilingan padi mengurangi produksi atau berhenti beroperasi, menyempitkan pasokan, dan mendorong harga naik.
Krisis mutu menjadi pemicu lain. Kementerian Pertanian melaporkan 85,6% beras premium yang beredar tidak memenuhi standar, 59,8% dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21,6% mengalami pengurangan volume. Praktik pencampuran beras (oplosan) merajalela, merusak kepercayaan konsumen dan mendistorsi harga pasar. Konsumen terpaksa membayar harga premium untuk beras di bawah standar, memperburuk tekanan inflasi. Selain itu, struktur pasar yang timpang memperparah masalah. Menurut Indef, penggilingan padi menguasai 55,4% keuntungan, sementara petani hanya mendapat 25,2%. Penggilingan besar, meski hanya 0,9% dari total, mengontrol 60% penyerapan gabah nasional, melemahkan posisi tawar petani dan penggilingan kecil.
Pemerintah berupaya menangani krisis ini melalui penyesuaian HET pada 22 Agustus 2025, menaikkan harga beras medium menjadi Rp 13.500-15.500/kg tergantung zona. Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) mendistribusikan 284.200 ton beras hingga akhir Agustus, dengan target 1,3 juta ton hingga Desember 2025. Namun, distribusi terhambat oleh regulasi ketat yang membuat distributor enggan berpartisipasi karena takut sanksi. Stok beras Badan Urusan Logistik (Bulog) mencapai 4,2 juta ton pada Juli 2025, tetapi pelepasan ke pasar lambat, gagal menekan harga konsumen.
Distribusi Beras Murah di Jawa Barat: Janji Manis Pemerintah vs Kekecewaan Warga
Faktor eksternal seperti cuaca ekstrem, banjir, dan biaya logistik tinggi, terutama di Indonesia Timur, turut memperburuk situasi. Spekulasi pasar, dengan pedagang menahan stok untuk mengantisipasi kenaikan harga, serta ketidakpastian impor, juga memicu volatilitas harga. Untuk menangani krisis ini, pemerintah perlu segera melepas stok Bulog, melonggarkan regulasi SPHP, dan menerapkan standar mutu GKP yang jelas. Reformasi jangka menengah seperti mendukung penggilingan kecil dan koperasi petani, serta jangka panjang seperti modernisasi rantai pasokan dan pengembangan varietas padi tahan iklim, menjadi kunci menuju ekosistem beras yang stabil.
Tanpa reformasi komprehensif, inflasi beras akan terus menggerus daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, dan mengancam ketahanan pangan nasional. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan petani mendesak dilakukan untuk memastikan harga beras terjangkau tanpa mengorbankan insentif produksi. Indonesia harus bergerak cepat untuk mengubah sektor beras menjadi sistem yang efisien, adil, dan tangguh, demi menjamin stabilitas pangan pokok bagi 270 juta rakyatnya. By Mukroni
Distribusi Beras Murah di Jawa Barat: Janji Manis Pemerintah vs Kekecewaan Warga
Paradoks SPHP: Beras Berlimpah, Harga Melambung, Distribusi Ambruk ?
Gaji DPR Ratusan Juta, Rakyat Memulung: Kesenjangan Ekonomi yang Menyengat di Indonesia
Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!
Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!
Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?
Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?
Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?