Jakarta, KowantaraNews.Com -Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan sektor kehutanan merupakan area yang rentan terjadi tindak pidana korupsi, dengan dampak buruk yang masif dan dirasakan masyarakat luas. Sehingga KPK menempatkannya sebagai salah satu fokus area pemberantasan korupsi.
“KPK sadar bahwa sektor kehutanan merupakan area yang rawan korupsi, karena wilayahnya sangat luas, potensi kerugiannya besar, dan dampaknya dirasakan masyarakat. Karena itu, KPK mengejar subjek korupsi kehutanan pasti Beneficial Ownership-nya,” kata Ghufron, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Senin (14/11/2022).
Menurut Ghufron, jika penegakan hukum korupsi sektor kehutanan hanya mengejar pelaku di lapangan, maka kejahatan pasti akan terus terjadi. Maka dari itu, selama ini KPK selalu mengejar pemilik manfaat (Beneficial Ownership) kejahatan korupsi sektor kehutanan untuk dipidana atas perbuatannya demi mengoptimalkan pemberantasan korupsi.
Sambung Ghufron, setidaknya ada 3 pelaku korupsi sektor kehutanan yang pernah ditangani oleh KPK. Yakni, kasus Nur Alam yang terbukti menerima suap dan gratifikasi pengurusan izin tambang di Sulawesi Tenggara pada 2017. Kemudian Surya Darmadi yang diduga menerima suap perubahan alih fungsi hutan pada Kementerian Kehutanan 2014.
“Lalu ada juga kasus Annas Ma’amun yang terbukti menerima suap pengurusan alih fungsi kawasan hutan di Provinsi Riau 2014,” ujar Ghufron.
Dari kasus-kasus yang ditangani KPK tersebut, Ghufron menuturkan, modus korupsi sektor kehutanan paling banyak terkait pejabat pemerintah yang menerima suap untuk menerbitkan izin kawasan hutan secara ilegal. Lalu, alih fungsi kawasan hutan.
“Kalau dalam tata kelola izinnya saja sudah ada fraud, tidak sesuai ketentuan dan kenyataan, sudah pasti KPK akan menyasar pejabat pemerintah dan pemberi suap,” ujar Ghufron.
Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, permasalahan lingkungan terbesar di Indonesia meliputi penambangan illegal, pembakaran lahan, dan pembuangan limbah.
Untuk mengatasi itu, Ridho menjelaskan, pihaknya berupaya mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat maupun korporasi agar jangan sampai melakukan pelanggaran lingkungan. Di sisi lain, upaya penegakan hukum lingkungan juga terus didorong agar semakin efektif.
“Dalam penegakan hukum, kita menggunakan pendekatan multidoor, yang melibatkan banyak pihak dan beberapa ketentuan, sehingga bisa lebih efektif,” ujar Ridho.
Sambung Ridho, pendekatan multidoor dilakukan, karena kejahatan lingkungan memiliki kompleksitas penanganan. Karena kejahatan dilakukan secara terorganisir, melibatkan korporasi, dan seringkali bersifat lintas batas negara.
Meski demikian, Ridho menyebut, pihaknya sudah berhasil mengenakan beberapa sanksi kepada pelanggar lingkungan. Yakni sanksi administratif sebanyak 2.484, penyidikan pidana 1.296, dan berbagai operasi pengawasan di kawasan hutan.
Ridho berkomitmen untuk terus mengoptimalkan penegakan hukum lingkungan, agar target penurunan emisi karbon Indonesia bisa tercapai pada 2030. Upaya itu dilakukan dengan melakukan berbagai pelatihan kepada para Penyidik Pegawai Negeri Sipil di instansinya, serta bekerja sama dengan instansi lain, seperti PPATK, KPK, Kejaksaan Agung dan lainnya.
Kegiatan Talkshow Indonesia Pavilion COP-27 bertajuk “The Role of Law Enforcement for Stronger Commitments on Climate Action” di Sharm El-Sheikh, Kairo, Mesir merupakan rangkaian Konferensi Anggota (Conference of Parties/COP) Badan PBB untuk Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC) ke 27. Berlangsung dari 6-18 November 2022, Indonesia berpartisipasi pada kegiatan ini dan menyuarakan berbagai aksi, strategi, inovasi dan capaiannya sebagai wujud nyata melakukan aksi iklim mencegah kenaikan suhu global.
InfoPublik
Foto: Dok KPK