Jakarta, Kowantaranews.com – Indonesia mencatatkan prestasi gemilang di sektor pertanian dengan proyeksi produksi beras mencapai 31,04 juta ton pada periode Januari-Oktober 2025, melonjak 12,17% dibandingkan tahun sebelumnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Kementerian Pertanian bahkan optimistis angka ini bisa tembus 33 juta ton hingga akhir tahun. Dengan cadangan beras pemerintah (CBP) sebesar 3,93 juta ton per 1 September 2025 dan penguatan modal Bulog senilai Rp 15,15 triliun, pemerintah yakin swasembada beras yang ditargetkan pada 2026 dapat diraih lebih cepat, yaitu tahun ini. Namun, di balik euforia ini, masyarakat justru menghadapi harga beras yang melambung dan kualitas yang merosot, menimbulkan pertanyaan: apakah swasembada ini benar-benar kemenangan bagi rakyat?
Meski produksi beras melimpah, harga beras terus merangkak naik, memicu inflasi yang mengkhawatirkan. Data BPS menunjukkan harga beras di penggilingan mencapai Rp 13.596/kg (naik 1,87% bulanan, 6,15% tahunan), grosir Rp 14.292/kg (naik 0,64% bulanan, 5,56% tahunan), dan eceran Rp 15.393/kg (naik 0,73% bulanan, 4,24% tahunan). Inflasi beras sebesar 4,24% pada Agustus 2025 jauh melampaui inflasi umum 2,31%. Kenaikan ini terasa pedih bagi masyarakat, terutama keluarga berpenghasilan rendah yang terpaksa mengurangi konsumsi beras atau beralih ke pangan alternatif seperti ubi. Pedagang kecil, seperti penjual nasi, juga terhimpit karena margin keuntungan menyusut, bahkan ada yang gulung tikar.
Salah satu pemicu krisis ini adalah kebijakan pembelian gabah “any quality” dengan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 6.500/kg. Kebijakan ini memang meningkatkan kesejahteraan petani, dengan Nilai Tukar Petani Padi (NTPP) naik menjadi 113,65, tetapi membuka celah kecurangan. Panen dini, pencampuran gabah dengan benda asing, dan penurunan mutu beras menjadi masalah serius. Konsumen mengeluhkan beras premium yang dibeli tidak sesuai harapan, dengan warna tidak seragam dan bulir patah. Parahnya, kasus “beras oplosan” memaksa ritel modern menarik produk beras premium, menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga.
Biaya produksi yang melonjak juga memperburuk situasi. Biaya produksi beras medium kini mencapai Rp 13.000/kg, melebihi harga eceran tertinggi (HET) sebelumnya Rp 12.500/kg. Struktur pasar yang tidak sehat turut memperparah krisis. Sebanyak 1.056 penggilingan besar menguasai 60% produksi gabah nasional, sementara 124.506 penggilingan kecil dan menengah kesulitan bersaing. Praktik oligopoli ini menghambat distribusi yang adil dan menahan harga tetap tinggi. Rencana pemerintah menghapus klasifikasi beras medium dan premium, hanya menyisakan beras reguler dan khusus, dikhawatirkan akan semakin menurunkan mutu dan membingungkan konsumen.
Beras Melambung, Ekonomi Merosot: Mengungkap Paradoks Inflasi di Tengah Deflasi Nasional
Operasi pasar Bulog melalui Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) serta bantuan beras belum mampu menekan harga. Stok CBP yang melimpah cenderung menumpuk di gudang, menunjukkan distribusi yang belum optimal. Untuk mengatasi krisis ini, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan “any quality” dengan menetapkan standar mutu minimum, memperketat pengawasan terhadap kecurangan, dan mendukung penggilingan kecil melalui insentif seperti kredit murah dan pelatihan teknologi.
Pengawasan terhadap praktik oligopoli dan penimbunan juga harus diperkuat melalui Satgas Pangan.
Swasembada beras 2025 adalah capaian membanggakan, tetapi tanpa kebijakan yang tepat, kemenangan ini hanya dirasakan di gudang, bukan di meja makan rakyat. Pemerintah harus memastikan keterjangkauan, kualitas, dan distribusi yang adil agar swasembada benar-benar menjadi kebanggaan bersama. By Mukroni
Beras Melambung, Ekonomi Merosot: Mengungkap Paradoks Inflasi di Tengah Deflasi Nasional
Distribusi Beras Murah di Jawa Barat: Janji Manis Pemerintah vs Kekecewaan Warga
Paradoks SPHP: Beras Berlimpah, Harga Melambung, Distribusi Ambruk ?
Gaji DPR Ratusan Juta, Rakyat Memulung: Kesenjangan Ekonomi yang Menyengat di Indonesia
Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!
Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!
Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?
Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?
Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?