• Kam. Sep 11th, 2025

KowantaraNews

Kowantara News: Berita tajam, warteg jaya, UMKM tak terjajah!

Beras Bukan Segalanya: Mengguncang Ketergantungan Pangan Indonesia Menuju Sagu dan Sorgum!

ByAdmin

Sep 11, 2025
Akibat Musim Kemarau Harga Bahan Pangan Melambung di NTT. Foto Kowantaranews.com
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com – Beras telah lama menjadi simbol ketahanan pangan di Indonesia, namun ketergantungan berlebihan terhadap komoditas ini kini menjadi ancaman tersendiri bagi kedaulatan pangan nasional. Data Badan Pangan Nasional (Bapanas) 2024 mengungkapkan bahwa konsumsi beras di beberapa daerah, terutama Indonesia timur seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), mencapai 119,58 kg per kapita per tahun, jauh melampaui rata-rata nasional 92,32 kg. Sementara itu, konsumsi umbi-umbian hanya menyumbang 2,3% dari total asupan pangan, jauh di bawah batas ideal 6%. Ketimpangan ini mencerminkan pola konsumsi yang tidak seimbang dan menyerukan perubahan mendasar: beralih dari budaya “beras sentris” menuju diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal seperti sagu dan sorgum.

Pergeseran pola konsumsi dari pangan lokal seperti ubi kayu, ubi jalar, dan sagu ke beras telah berlangsung selama dekade terakhir (2007–2023). Namun, wilayah seperti Papua Tengah (56,85 kg/kapita/tahun) dan Papua Pegunungan (51,56 kg/kapita/tahun) menunjukkan bahwa tradisi konsumsi pangan lokal masih bertahan. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) nasional yang hanya mencapai 93,5 pada 2024 (di bawah ideal 100) menegaskan urgensi diversifikasi pangan untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Pemerintah telah melangkah maju melalui Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Inisiatif ini mendorong pengembangan pangan alternatif seperti sagu dan sorgum. Di Kota Bandung, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian bersama BRIN berhasil memanen 220 kg sorgum dari lahan seluas 120 m² pada semester I-2025. Sorgum ini diolah menjadi tepung, beras sorgum, dan gula, menunjukkan potensi besar sebagai alternatif pangan.

Sementara itu, Kementerian Pertanian memperkenalkan benih unggul sorgum Super 6 Agritan pada Agustus 2025, dengan produktivitas mencapai 6,19 ton per hektar dan umur panen 111 hari. Di sisi lain, sagu, yang memiliki luas lahan 5,5 juta hektar di Indonesia (terutama di Papua), terus dikembangkan sebagai beras sagu melalui teknologi ekstruder sejak 2014 oleh BPPT. Produksi komersial beras sagu oleh PT Galih Sagu Pangan di Tangerang sejak 2018 menjadi bukti nyata kemajuan ini.

Manfaat kesehatan sagu juga tidak bisa diabaikan. Dengan indeks glikemik rendah (40) dibandingkan beras (80–89), sagu menjadi pilihan ideal bagi penderita diabetes. Uji klinis menunjukkan konsumsi beras sagu selama empat minggu dapat menurunkan glukosa darah puasa sebesar 10%, kolesterol dari 212 mg/dL menjadi 200 mg/dL, dan trigliserida dari 160 mg/dL menjadi 131 mg/dL. Sagu juga kaya karbohidrat (85,6%) dan serat (5%), menjadikannya pangan fungsional yang mendukung kesehatan masyarakat.

Aliansi Ekonom Indonesia Serukan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi

Namun, tantangan masih menghadang. Pola konsumsi masyarakat yang mengakar kuat pada beras, keterbatasan infrastruktur pengolahan, dan distribusi pangan lokal yang belum optimal menjadi hambatan utama. Untuk mengatasinya, strategi berbasis regional perlu diterapkan, dengan fokus pada potensi lokal seperti sagu di Papua dan Maluku atau sorgum di Jawa. Inovasi teknologi pengolahan, seperti produk olahan mi atau roti dari sagu dan sorgum, dapat meningkatkan daya tarik konsumen. Edukasi intensif melalui kampanye media sosial dan festival kuliner lokal juga penting untuk mengubah persepsi masyarakat. Penguatan rantai nilai dari hulu ke hilir, termasuk insentif untuk petani dan UMKM, akan memastikan daya saing pangan lokal.

Rekomendasi kebijakan mencakup intervensi di daerah dengan ketergantungan beras tinggi seperti NTB, pengembangan klaster pangan lokal, dan integrasi pendidikan pangan lokal dalam kurikulum sekolah. Kemitraan publik-swasta dan subsidi untuk petani pangan lokal juga dapat mempercepat adopsi pasar. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan pada beras, tetapi juga melestarikan kearifan lokal, meningkatkan kesehatan masyarakat, dan mewujudkan kedaulatan pangan yang berkelanjutan.
Diversifikasi pangan bukan sekadar solusi teknis, tetapi juga gerakan budaya dan ekonomi untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat dan tangguh. Saatnya beras bukan lagi segalanya—sagu, sorgum, dan pangan lokal lainnya siap mengguncang paradigma pangan nasional! By Mukroni

  • Berita Terkait :

Aliansi Ekonom Indonesia Serukan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi

RUU Komoditas Strategis: Solusi Jitu atau Sekadar Janji untuk Petani?

Swasembada Beras 2025: Kemenangan di Gudang, Penderitaan di Meja Makan?

Beras Melambung, Ekonomi Merosot: Mengungkap Paradoks Inflasi di Tengah Deflasi Nasional

Distribusi Beras Murah di Jawa Barat: Janji Manis Pemerintah vs Kekecewaan Warga

Paradoks SPHP: Beras Berlimpah, Harga Melambung, Distribusi Ambruk ?

Gaji DPR Ratusan Juta, Rakyat Memulung: Kesenjangan Ekonomi yang Menyengat di Indonesia

Gula Petani Tersandera: Krisis 2025 Akibat Impor Liar dan Kebijakan Amburadul ?

Krisis Pangan Menggila: Beras Melambung, Minyakita Langka, Gula Petani Terpuruk ?

Birokrasi Lamban dan Dana Macet: Danantara Sabotase Ketahanan Pangan Nasional?

Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?

IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?

Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!

Konsumsi Domestik, Relokasi Warga, dan Green Infrastructure: Analisis Kebijakan Pemprov DKI Jakarta 2025

Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!

Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?

Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?

Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?

Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!

Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah

Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!

Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!

Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!

Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!

Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau

Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?

Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?

Benarkah Industri Padat Karya Indonesia di Ujung Tanduk? Kontraksi Tenaga Kerja Ancam Masa Depan Ekonomi !

Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?

Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!

Benarkah Rupiah Tertekan ? : BI Pangkas Suku Bunga, Trump Sulut Ketidakpastian Global!

Antrean Panjang Pencari Kerja: Indonesia di Ambang Krisis Ekonomi dan Ketenagakerjaan

 Tarif 19% AS: Ancaman atau Peluang bagi Ekspor Indonesia?

Tarif 19% Trump: Indonesia Bayar Mahal, AS Raup Untung?

Indonesia di Ambang Resesi: Keyakinan Konsumen Rontok, Ekonomi Terpuruk ?

Kredit Perbankan Anjlok, Daya Beli Ambruk: Benarkah Masyarakat Beralih ke Gym demi Kesehatan?

Optimisme Ekonomi Indonesia 2025: Masih Bertahan atau Mulai Runtuh?

Swasembada Pangan 2026: Anggaran Membengkak, Target Berantakan, Harga Pangan Masih Melambung?

Tarif AS 32% Ancam Jutaan Pekerja Indonesia: Bisakah Insentif Selamatkan Industri Padat Karya?

Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?

8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!

Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop

Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!

IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!

Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!

Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!

Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!

Indonesia-Rusia Kolplay Digital: 5G Ngegas, Warteg Go Online, Tapi Awas Jangan Kejebak Vodka Virtual!

Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!

Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!

TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!

Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!

Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!

Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?

Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!

Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!

Bank Dunia Bikin Panik: 194 Juta Orang Indonesia Jadi ‘Miskin’, Warteg Jadi Penutup atau Penutup Dompet?

Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!

Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!

Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *