Jakarta, Kowantaranews.com -Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto meluncurkan kebijakan stimulus ekonomi monumental dengan menyuntikkan dana Rp 200 triliun ke lima bank BUMN melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 276/2025. Langkah ini bertujuan mengatasi kendala likuiditas perbankan dan mendorong penyaluran kredit ke sektor produktif, di tengah tantangan ekonomi domestik dan ketidakpastian global. Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% pada kuartal kedua 2025, namun masih di bawah target akibat melambatnya ekspansi kredit (7,03% pada Juli 2025 dari 12,4% tahun sebelumnya) dan lemahnya permintaan domestik, kebijakan ini diharapkan menjadi “suntikan vitamin” untuk mempercepat pertumbuhan.
Dana Rp 200 triliun dialokasikan ke Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri (masing-masing Rp 55 triliun atau 27,5%), Bank Tabungan Negara (BTN, Rp 25 triliun atau 12,5%), dan Bank Syariah Indonesia (BSI, Rp 10 triliun atau 5%). Penempatan dana sebagai deposito on call dengan suku bunga 80,476% dari BI 7-Day Reverse Repo Rate (~4%) ini memiliki jangka waktu awal enam bulan, dapat diperpanjang, dengan larangan penggunaan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) atau Surat Berharga Bank Indonesia Rupiah (SRBI). Bank wajib melapor secara berkala ke Kementerian Keuangan untuk memastikan akuntabilitas.
Fokus kebijakan ini adalah sektor produktif, seperti UMKM, infrastruktur, energi terbarukan, dan ketahanan pangan, yang selaras dengan program unggulan Prabowo, yaitu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) untuk memperkuat ekonomi akar rumput, perumahan bersubsidi melalui BTN untuk mengatasi defisit perumahan, dan Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk mendukung gizi anak sekaligus permintaan pertanian. Program-program ini diharapkan menciptakan efek berganda, merangsang aktivitas ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan.
Namun, tantangan implementasi signifikan. Permintaan kredit yang lemah akibat rendahnya kepercayaan bisnis dan konsumen, ditambah hambatan struktural seperti birokrasi rumit dan regulasi tidak pasti, dapat menghambat efektivitas kebijakan. Sektor perbankan, meski diklaim kekurangan likuiditas, sebenarnya memiliki kecukupan dana, memunculkan keraguan apakah suntikan ini akan tersalur ke proyek produktif. Risiko moral hazard juga mengintai, dengan bank BUMN berpotensi kurang disiplin karena jaminan pemerintah.
Harga Pangan Meroket di Malang: Ada Tangan Tak Terlihat di Balik Krisis?
Risiko makroekonomi mencakup tekanan inflasi akibat likuiditas berlebih, volatilitas nilai tukar rupiah, distorsi sektoral, dan penurunan cadangan fiskal. Untuk mitigasi, pemerintah melarang penggunaan dana untuk sektor spekulatif, meningkatkan pengawasan melalui OJK, menerapkan implementasi bertahap, dan mendorong reformasi ekosistem investasi. Keberhasilan kebijakan ini bergantung pada koordinasi lintas-sektor, akuntabilitas ketat, dan reformasi struktural untuk meningkatkan permintaan kredit.
Suntikan Rp 200 triliun ini mencerminkan pendekatan intervensionis pemerintahan Prabowo, dengan BUMN sebagai instrumen utama. Jika berhasil, kebijakan ini dapat meningkatkan kredit produktif, mendukung prioritas nasional, dan memicu investasi swasta. Namun, tanpa reformasi pendukung, risikonya adalah menjadi eksperimen mahal dengan dampak terbatas. Enam hingga dua belas bulan ke depan akan krusial untuk mengevaluasi keberhasilan kebijakan ini, yang berpotensi menjadi model bagi ekonomi berkembang lainnya. By Mukroni
Harga Pangan Meroket di Malang: Ada Tangan Tak Terlihat di Balik Krisis?
Hapus Premium, Naikkan HET: Kebijakan Gila yang Bikin Petani Miskin, Rakyat Lapar!
Beras Bukan Segalanya: Mengguncang Ketergantungan Pangan Indonesia Menuju Sagu dan Sorgum!
Aliansi Ekonom Indonesia Serukan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi
RUU Komoditas Strategis: Solusi Jitu atau Sekadar Janji untuk Petani?
Swasembada Beras 2025: Kemenangan di Gudang, Penderitaan di Meja Makan?
Beras Melambung, Ekonomi Merosot: Mengungkap Paradoks Inflasi di Tengah Deflasi Nasional
Distribusi Beras Murah di Jawa Barat: Janji Manis Pemerintah vs Kekecewaan Warga
Paradoks SPHP: Beras Berlimpah, Harga Melambung, Distribusi Ambruk ?
Gaji DPR Ratusan Juta, Rakyat Memulung: Kesenjangan Ekonomi yang Menyengat di Indonesia
Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!
Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!
Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?
Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?
Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?