• Rab. Okt 29th, 2025

KowantaraNews

Kowantara News: Berita tajam, warteg jaya, UMKM tak terjajah!

Menkeu Tegaskan: Rp 200 T Dana SAL ke Bank BUMN Bukan untuk Konglomerat, Fokus Sektor Produktif

ByAdmin

Okt 29, 2025
Penggelontoran dana Rp200 T ke Bank BUMN oleh Menkeu Purbaya dituding langgar konstitusi dan pengamat ekonomi juga mengingatkan untuk waspada inflasi.-dok disway-
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com  – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 200 triliun ke lima bank BUMN bukanlah stimulus untuk menguntungkan konglomerat, melainkan instrumen strategis untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional melalui penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif. Pernyataan tegas ini disampaikan dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2025 yang digelar Institut untuk Pembangunan Ekonomi dan Keuangan (Indef) pada Selasa, 28 Oktober 2025.“Kebijakan ini adalah kebijakan fiskal kontra-siklus. Kita tidak mengeluarkan uang baru, tetapi memanfaatkan SAL yang ada untuk menambah likuiditas perekonomian,” ujar Purbaya di hadapan ratusan ekonom, akademisi, dan pelaku usaha. Ia menekankan bahwa dana ini harus menjadi katalis pertumbuhan kredit tanpa menambah defisit anggaran. SAL sendiri merupakan sisa anggaran pemerintah dari tahun-tahun sebelumnya yang belum terealisasi. Dengan menempatkannya di bank BUMN, pemerintah berharap likuiditas perbankan meningkat, suku bunga kredit turun, dan akses pembiayaan bagi dunia usaha—khususnya UMKM—semakin terbuka lebar.

Larangan Ketat: Tidak untuk Konglomerat, Tidak untuk Valas

Purbaya secara khusus menggarisbawahi dua larangan keras dalam penyaluran dana ini: tidak boleh mengalir ke konglomerat dan tidak boleh digunakan untuk pembelian valuta asing. “Kita tidak ingin dana ini memperlebar jurang ketimpangan yang sudah ada,” tegasnya.Larangan ini bukan tanpa alasan. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa hingga kuartal III 2025, porsi kredit kepada kelompok usaha besar masih mendominasi 45% dari total outstanding kredit perbankan, sementara UMKM hanya mendapat porsi 20,1%. Padahal, UMKM menyumbang 61% PDB dan 97% tenaga kerja nasional.

Selain itu, pembatasan pembelian valas dimaksudkan untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah gejolak pasar global. “Jika dana ini mengalir ke spekulasi valas, maka tujuan utama kita—yaitu mendorong pertumbuhan riil—justru akan terdistorsi,” tambah Purbaya.Imbal Hasil 4%: Dorong Bank Segera Salurkan KreditUntuk memastikan dana tidak “mengendap” di bank, pemerintah menetapkan imbal hasil hanya 4% per tahun atas dana yang ditempatkan.

Angka ini jauh di bawah suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) overnight yang berkisar 5,5–6%. Dengan demikian, bank terdorong untuk segera menyalurkan dana sebagai kredit dengan margin keuntungan yang lebih menarik.“Kami sengaja buat imbal hasil rendah agar bank tidak nyaman menyimpan dana ini. Mereka harus segera mengalirkannya ke sektor riil,” jelas Purbaya.

Alokasi dan Realisasi: BRI Paling Cepat, Mandiri Ikuti

Penempatan dana SAL senilai Rp 200 triliun telah dilakukan pada 12 September 2025 dengan rincian sebagai berikut:

  • Rp 55 triliun masing-masing untuk BRI, Bank Mandiri, dan BNI
  • Rp 25 triliun untuk Bank BTN
  • Rp 10 triliun untuk Bank Syariah Indonesia (BSI)

Hingga Oktober 2025, realisasi penyaluran menunjukkan progres yang signifikan:

  • BRI menjadi yang tercepat dengan 100% penyaluran (Rp 55 triliun) per 16 Oktober 2025. Dari jumlah tersebut, Rp 28,08 triliun dialokasikan ke segmen mikro, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sisanya mengalir ke korporasi, komersial, dan konsumer dengan porsi yang seimbang.
  • Bank Mandiri telah menyalurkan Rp 40,7 triliun atau 74% dari dana yang diterima. Fokus utama adalah UMKM, industri padat karya, perkebunan, hilirisasi mineral, dan sektor kesehatan—sesuai dengan prioritas pembangunan nasional.

Sementara itu, BNI, BTN, dan BSI masih dalam tahap penyaluran dengan progres di atas 50%, menurut laporan internal Kementerian Keuangan.Tanggapan Ahli: Pengawasan Harus DiperketatGuru Besar Ekonomi Pembangunan dari IPB University dan Universitas Paramadina, Prof. Didin S. Damanhuri, memberikan apresiasi sekaligus peringatan. “Langkah ini sangat tepat untuk mengatasi credit crunch di sektor riil. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, risiko leakage ke konglomerat tetap ada,” ujarnya.Didin menyarankan pembentukan satuan tugas independen yang melibatkan OJK, BI, KPK, dan akademisi untuk memantau aliran kredit secara real-time. “Transparansi data penerima kredit harus dibuka ke publik, minimal pada level agregat per sektor dan skala usaha,” tegasnya.Ia juga menyoroti pentingnya indikator keberhasilan yang jelas, seperti peningkatan rasio kredit UMKM terhadap total kredit, penurunan NPL sektor produktif, dan pertumbuhan output di sektor prioritas.

Kebuntuan Utang Whoosh: Pemerintah dan Danantara Saling Lempar Tanggung Jawab

Proyeksi Dampak Ekonomi

Kementerian Keuangan memperkirakan kebijakan ini mampu mendorong pertumbuhan kredit tahunan hingga 10–12% pada 2026, naik dari proyeksi awal 8–9%. Dengan efek pengganda (multiplier effect) sekitar 1,5–2 kali, pertumbuhan ekonomi nasional diproyeksikan mencapai 5,4–5,6% tahun depan—lebih tinggi dari target APBN 2025 sebesar 5,2%.Namun, keberhasilan ini sangat bergantung pada disiplin penyaluran dan respons dunia usaha. Jika kredit terserap baik di sektor riil, inflasi diperkirakan tetap terkendali di kisaran 2,5±1%, didukung oleh stabilisasi harga pangan dan energi.

Stimulus Cerdas di Tengah Ketidakpastian Global

Di tengah ancaman resesi global, perlambatan ekspor, dan tekanan geopolitik, penempatan dana SAL Rp 200 triliun menjadi salah satu langkah fiskal paling cerdas pemerintahan saat ini. Tanpa menambah utang, tanpa mencetak uang baru, pemerintah berhasil menggerakkan roda ekonomi dari dalam.

Namun, seperti diingatkan Menkeu Purbaya, “Kebijakan ini bukan akhir, tapi awal. Keberhasilannya ada di tangan bank dan dunia usaha. Jika kita semua menjaga amanah, maka manfaatnya akan dirasakan oleh rakyat, bukan segelintir elit.”Dengan realisasi BRI yang telah 100% dan Mandiri di atas 70%, sinyal awal sangat positif. Kini, bola ada di lapangan: apakah Rp 200 triliun ini akan menjadi katalis kebangkitan ekonomi rakyat, atau sekadar angka di laporan keuangan? By Mukroni

  • Berita Terkait :

Kebuntuan Utang Whoosh: Pemerintah dan Danantara Saling Lempar Tanggung Jawab

Kebuntuan Utang Whoosh: Pemerintah dan Danantara Saling Lempar Tanggung Jawab

Inovasi Monetisasi di PlayUp by Langit Musik: Pendapatan Tambahan dari Iklan Audio untuk Ruang Publik

Emas Melonjak di Tengah Ketidakpastian: Safe-Haven atau Sekadar Lindung Nilai?

Tanah untuk Elit, Petani Ditelantarkan: Mengapa Reforma Agraria Gagal Total?

Petani Kecil: Produsen Beras, Tapi Korban Harga Tinggi

Petani Jawa Barat Gembira Harga Gabah Tinggi, Penggilingan Padi Terjepit Margin Tipis

Krisis Beras Mengintai: Harga Melonjak, Musim Paceklik Ancam Indonesia!

Pemerintah Tambah Dana Transfer Daerah Rp43 Triliun di RAPBN 2026, Defisit Melebar ke 2,68% PDB

Injeksi Likuiditas Rp 200 Triliun: Peluang dan Tantangan UMKM Mengakses Pembiayaan

Koperasi Merah Putih: Mekanisme Penyaluran Dana Rp 200 Triliun, Tantangan, dan Implikasi bagi Ekonomi Desa

Analisis Penyuntikan Dana Rp 200 Triliun: Program Strategis dan Implikasi Ekonomi

Harga Pangan Meroket di Malang: Ada Tangan Tak Terlihat di Balik Krisis?

Hapus Premium, Naikkan HET: Kebijakan Gila yang Bikin Petani Miskin, Rakyat Lapar!

Beras Bukan Segalanya: Mengguncang Ketergantungan Pangan Indonesia Menuju Sagu dan Sorgum!

Aliansi Ekonom Indonesia Serukan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi

RUU Komoditas Strategis: Solusi Jitu atau Sekadar Janji untuk Petani?

Swasembada Beras 2025: Kemenangan di Gudang, Penderitaan di Meja Makan?

Beras Melambung, Ekonomi Merosot: Mengungkap Paradoks Inflasi di Tengah Deflasi Nasional

Distribusi Beras Murah di Jawa Barat: Janji Manis Pemerintah vs Kekecewaan Warga

Paradoks SPHP: Beras Berlimpah, Harga Melambung, Distribusi Ambruk ?

Gaji DPR Ratusan Juta, Rakyat Memulung: Kesenjangan Ekonomi yang Menyengat di Indonesia

Gula Petani Tersandera: Krisis 2025 Akibat Impor Liar dan Kebijakan Amburadul ?

Krisis Pangan Menggila: Beras Melambung, Minyakita Langka, Gula Petani Terpuruk ?

Birokrasi Lamban dan Dana Macet: Danantara Sabotase Ketahanan Pangan Nasional?

Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?

IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?

Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!

Konsumsi Domestik, Relokasi Warga, dan Green Infrastructure: Analisis Kebijakan Pemprov DKI Jakarta 2025

Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!

Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?

Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?

Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?

Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!

Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah

Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!

Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!

Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!

Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!

Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau

Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?

Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?

Benarkah Industri Padat Karya Indonesia di Ujung Tanduk? Kontraksi Tenaga Kerja Ancam Masa Depan Ekonomi !

Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?

Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!

Benarkah Rupiah Tertekan ? : BI Pangkas Suku Bunga, Trump Sulut Ketidakpastian Global!

Antrean Panjang Pencari Kerja: Indonesia di Ambang Krisis Ekonomi dan Ketenagakerjaan

 Tarif 19% AS: Ancaman atau Peluang bagi Ekspor Indonesia?

Tarif 19% Trump: Indonesia Bayar Mahal, AS Raup Untung?

Indonesia di Ambang Resesi: Keyakinan Konsumen Rontok, Ekonomi Terpuruk ?

Kredit Perbankan Anjlok, Daya Beli Ambruk: Benarkah Masyarakat Beralih ke Gym demi Kesehatan?

Optimisme Ekonomi Indonesia 2025: Masih Bertahan atau Mulai Runtuh?

Swasembada Pangan 2026: Anggaran Membengkak, Target Berantakan, Harga Pangan Masih Melambung?

Tarif AS 32% Ancam Jutaan Pekerja Indonesia: Bisakah Insentif Selamatkan Industri Padat Karya?

Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?

8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!

Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop

Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!

IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!

Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!

Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!

Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!

Indonesia-Rusia Kolplay Digital: 5G Ngegas, Warteg Go Online, Tapi Awas Jangan Kejebak Vodka Virtual!

Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!

Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!

TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!

Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!

Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!

Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?

Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!

Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!

Bank Dunia Bikin Panik: 194 Juta Orang Indonesia Jadi ‘Miskin’, Warteg Jadi Penutup atau Penutup Dompet?

Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!

Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!

Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *