Jakarta, Kowantaranews.com – Satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto menampilkan wajah etatisme yang tegas: negara mendominasi, swasta jadi penonton, dan daerah kehilangan ruang gerak. Kebijakan top-down ini terlihat dari pemangkasan transfer ke daerah dan kelahiran Danantara, badan konsolidasi BUMN yang dirancang sebagai platform pembiayaan proyek strategis nasional. Dunia usaha mengeluh: mereka hanya menjadi objek, bukan mitra.APBN 2025 menganggarkan Rp930,7 triliun untuk program prioritas, terutama Makan Bergizi Gratis (MBG) dan subsidi energi. Namun, hingga awal Oktober, realisasi belanja baru 51,8%. Penerimaan negara malah turun 7,2% dibanding tahun sebelumnya. Utang pun melonjak mendekati level pandemi. Presiden mengarahkan reformasi fiskal dan pengendalian defisit, tetapi APBN tetap jadi penyangga utama pertumbuhan di tengah tekanan global.
Sektor keuangan menunjukkan paradoks. Likuiditas berlimpah berkat penurunan suku bunga acuan dan suntikan Rp200 triliun dari SAL APBN ke bank-bank negara. Namun, pertumbuhan kredit—khususnya ke UMKM—justru melambat ke titik terendah sejak pandemi. Bank Himbara lebih memilih “memarkir” dana di SBI dan SBN ketimbang menyalurkannya ke sektor riil. Permintaan lemah, investasi swasta wait-and-see.
Di bidang pangan, swasembada beras berhasil dicapai dengan produksi dan cadangan yang meningkat. Namun, harga beras medium melonjak, beras premium langka, sementara gula dan Minyakita bergulat dengan harga di atas HET serta distribusi yang kacau. Transisi energi pun penuh kontradiksi: RPJMN 2025-2029 menargetkan bauran energi terbarukan tinggi, tetapi PP No. 40/2025 justru menurunkan target, sementara RUPTL PLN menaikkannya. RUU EBT, payung hukum utama, belum juga disahkan.
Industri manufaktur tertekan dari dua sisi. Eksternal: perang dagang AS-Tiongkok dan kebijakan tarif AS mengganggu rantai pasok global. Internal: lonjakan impor, regulasi tumpang tindih, dan pasokan energi tersendat. Gelombang PHK berlanjut—44.306 orang terdampak hingga Agustus 2025. Janji 19 juta lapangan kerja masih jauh dari kenyataan. Sektor padat modal seperti pusat data hanya menyerap sedikit tenaga kerja, sementara manufaktur padat karya justru tergerus impor.
Ekonomi Indonesia 2025: Pemerintah Optimis 5,3%, Ekonom Khawatir Lapangan Kerja Informal Melonjak
Pariwisata belum punya arah jelas. Kementerian Pariwisata dinilai tak memiliki grand design; investasi stagnan, pengembangan destinasi prioritas jalan di tempat akibat ketidakselarasan pusat-daerah. Di sisi lain, perdagangan mencatat surplus neraca dagang selama 64 bulan berturut-turut hingga Agustus 2025. Indonesia masuk BRICS dan menegosiasikan penurunan tarif dengan AS. Namun, ancaman EUDR Uni Eropa pada 2027 mengintai ekspor kayu dan kelapa sawit, disertai potensi serbuan produk impor dari Tiongkok.
Secara keseluruhan, tahun pertama Prabowo menonjolkan ambisi besar dan likuiditas melimpah, tetapi terperangkap dalam sentralisasi berlebih, realisasi lambat, dan kontradiksi kebijakan. Tanpa desentralisasi, kemitraan swasta yang sejati, dan sinkronisasi regulasi, tahun kedua berisiko menjadi “lost year”. Ekonomi riil masih mandek, meski negara terus mendominasi panggung. By Mukroni
Ekonomi Indonesia 2025: Pemerintah Optimis 5,3%, Ekonom Khawatir Lapangan Kerja Informal Melonjak
Menkeu Tegaskan: Rp 200 T Dana SAL ke Bank BUMN Bukan untuk Konglomerat, Fokus Sektor Produktif
Kebuntuan Utang Whoosh: Pemerintah dan Danantara Saling Lempar Tanggung Jawab
Kebuntuan Utang Whoosh: Pemerintah dan Danantara Saling Lempar Tanggung Jawab
Emas Melonjak di Tengah Ketidakpastian: Safe-Haven atau Sekadar Lindung Nilai?
Tanah untuk Elit, Petani Ditelantarkan: Mengapa Reforma Agraria Gagal Total?
Petani Kecil: Produsen Beras, Tapi Korban Harga Tinggi
Pemerintah Tambah Dana Transfer Daerah Rp43 Triliun di RAPBN 2026, Defisit Melebar ke 2,68% PDB
Injeksi Likuiditas Rp 200 Triliun: Peluang dan Tantangan UMKM Mengakses Pembiayaan
Analisis Penyuntikan Dana Rp 200 Triliun: Program Strategis dan Implikasi Ekonomi
Harga Pangan Meroket di Malang: Ada Tangan Tak Terlihat di Balik Krisis?
Hapus Premium, Naikkan HET: Kebijakan Gila yang Bikin Petani Miskin, Rakyat Lapar!
Beras Bukan Segalanya: Mengguncang Ketergantungan Pangan Indonesia Menuju Sagu dan Sorgum!
Aliansi Ekonom Indonesia Serukan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi
RUU Komoditas Strategis: Solusi Jitu atau Sekadar Janji untuk Petani?
Swasembada Beras 2025: Kemenangan di Gudang, Penderitaan di Meja Makan?
Beras Melambung, Ekonomi Merosot: Mengungkap Paradoks Inflasi di Tengah Deflasi Nasional
Distribusi Beras Murah di Jawa Barat: Janji Manis Pemerintah vs Kekecewaan Warga
Paradoks SPHP: Beras Berlimpah, Harga Melambung, Distribusi Ambruk ?
Gaji DPR Ratusan Juta, Rakyat Memulung: Kesenjangan Ekonomi yang Menyengat di Indonesia
Kelas Menengah Atas Kuasai Konsumsi, Ekonomi Indonesia Stagnan di 5%: Siapa Peduli pada Kelas Bawah?
IKN: Kota Impian Jokowi Jadi Kota Hantu Prabowo?
Revolusi UMKM Kuliner: Rahasia Menang di Pasar Sengit!
Rebut Kedaulatan Pangan: Bangkitkan Pangan Nusantara, Hentikan Impor!
Subsektor Tanaman Pangan Ambruk di Triwulan II-2025: Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?
Beras Langka, Harga Meroket: Indonesia di Ujung Krisis Pangan 2025?
Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan: Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Mafia Pangan Menggila: Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia: Kebal Resesi, Prospek Cerah
Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Oplosan Kuasai Pasar!
Hapus Kelas Mutu Beras: Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai!
Harga Beras Meroket, SPHP Gagal Total: Stok Melimpah, Distribusi Amburadul!
Krisis Lapangan Kerja Indonesia: PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk!
Beras Rp1,2 Juta per Karung: Warga Mahakam Ulu Menjerit di Tengah Krisis Kemarau
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?
Beras Melambung Lampaui HET: Apa Benar Petani Sejahtera, Rakyat Merana?
Tarif 19% ke AS: Kemenangan Diplomasi atau Jebakan Ekonomi bagi Indonesia?
Pelaku Beras Oplosan Subversi Ekonomi: Pengkhianatan Mutu yang Guncang Ketahanan Pangan!
Tarif Trump 32%: Indonesia di Ujung Tanduk atau Peluang Emas?
8,7 Juta Pekerja Masih Menanti BSU: Verifikasi Molor, Janji Pemerintah Terhambat!
Warteg Online: Nasi Orek Tempe UMKM vs. Menu Impor Shopee, Lazada, dan TikTok Shop
Rupiah Goyang, Defisit Melebar: APBN 2025 Tetap Santai kayak di Warteg!
IHSG Ngebut ke 7.300: Cuan di Pasar, Makan di Warteg Tetap Enak!
Gas 3 Kg Satu Harga: Warteg Tetap Ngegas, Harga Tabung Nggak Bikin Mewek!
Impor Longgar, Waralaba Ngacir: Ekonomi RI Siap Gebrak dari Warteg!
Gig Economy: Bekerja Bebas, Tapi Jangan Sampai ‘Bebas’ dari Perlindungan Seperti Warteg Tanpa Lauk!
Rupiah Goyang, Minyak Melayang: Warteg Tetap Jualan, Tapi Porsi Menciut!
Gula Manis di 2025: Warteg Senyum, Harga Tetap, Tapi Gula Ilegal Bikin Was-was!
TikTok Beli Tokopedia: KPPU Kasih PR Biar Gak Jadi ‘Raja Monopoli’ di Warteg Digital!
Dari Karyawan Kena PHK ke Ojol TikTok: Ngegas di Jalan, Ngevlog di Layar, Makan di Warteg!
Sawit Dunia Lagi Susah, Warteg Tetap Jualan Tempe dengan Percaya Diri!
Sawit Dijegal, Kedelai Meroket: Warteg Cuma Bisa Jual Telur Ceplok?
Sawit Susah Masuk Eropa, Warteg Tetap Jual Gorengan Tempe!
Warteg vs Nimbus: Orek Tempe Tetap Juara, Masker Jadi Pelengkap!
Beras Naik, Dompet Menjerit: Tarif AS, Krisis Jepang, dan Warteg Nusantara Ketar-Ketir!
Ekonomi RI 2025: Ngegas 5,2%, Rem Kepencet Jadi 4,7%, Warteg Tetap Jadi Penolong Daya Beli!
Data Pribadi Warga Indonesia: Apa Benar Dijual ke AS, Dilindungi atau Dikhianati?

 
                                