Jakarta, Kowantaranews.com – Pemerintah Indonesia, di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto, mengumumkan rencana ambisius untuk memperluas cakupan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikelola Badan Gizi Nasional (BGN). Program ini, yang awalnya menyasar peserta didik, anak balita, ibu hamil, dan ibu menyusui, kini akan mencakup guru, tenaga pendidik, dan kader posyandu. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat status gizi masyarakat sekaligus memberikan penghargaan atas peran strategis para pendidik dan kader posyandu dalam pembangunan sumber daya manusia.
Menurut rencana, guru dan tenaga pendidik akan menerima manfaat langsung berupa makanan bergizi sebagai bentuk dukungan sosial atas dedikasi mereka dalam dunia pendidikan. Sementara itu, kader posyandu akan mendapatkan biaya operasional sebagai pengakuan atas kontribusi mereka dalam mendistribusikan makanan bergizi kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita. Meski demikian, pemerintah belum menetapkan jadwal pasti pelaksanaan perluasan untuk guru dan tenaga pendidik, karena masih mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk faktor sosial yang kompleks.
Untuk mendukung ambisi ini, anggaran BGN pada 2026 melonjak drastis menjadi Rp 268 triliun, naik signifikan dari Rp 71 triliun pada 2025. Rincian alokasi anggaran mencakup Rp 34,49 triliun untuk anak sekolah, Rp 3,18 triliun untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita, Rp 3,9 triliun untuk belanja pegawai ASN, Rp 3,1 triliun untuk digitalisasi MBG, serta Rp 700 miliar untuk pengawasan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Peningkatan anggaran ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memperluas dampak program demi menciptakan generasi yang lebih sehat dan berkualitas.
Namun, rencana ini tidak luput dari kritik. Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan pelaksanaan MBG sebelum memperluas sasaran. Salah satu isu krusial yang disoroti adalah kasus keracunan makanan yang dialami beberapa penerima manfaat, yang menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan dan distribusi. CISDI menyarankan agar pemerintah menggunakan jeda waktu untuk memperbaiki sistem secara komprehensif, termasuk memastikan keamanan dan kualitas makanan yang disalurkan. Selain itu, CISDI merekomendasikan pengalihan sementara anggaran MBG ke program lain yang mendesak, seperti menutup defisit Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), jika tata kelola belum optimal.
Hingga Agustus 2025, BGN melaporkan penyerapan anggaran MBG mencapai Rp 13,2 triliun, melampaui target Rp 9 triliun. Proyeksi hingga akhir 2025 bahkan diperkirakan mencapai Rp 76,4 triliun, menandakan kinerja yang kuat dalam implementasi program. Meski begitu, angka ini juga menekankan pentingnya pengawasan ketat untuk memastikan dana terserap secara efektif dan tepat sasaran.
Ngepop Tanpa Mesiu: Ketika Musik dan Kaos Pink Mengguncang Kekuasaan
Program MBG sendiri diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024, yang menetapkan landasan hukum bagi pelaksanaannya. Perluasan sasaran ke guru dan kader posyandu merupakan inisiatif baru yang mencerminkan visi Presiden Prabowo untuk memperluas dampak sosial program ini. Namun, keberhasilan inisiatif ini bergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengatasi tantangan tata kelola, memastikan kualitas makanan, dan menjaga keberlanjutan anggaran.
Dengan anggaran besar dan cakupan yang semakin luas, Program MBG memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan gizi masyarakat Indonesia. Namun, tanpa evaluasi dan perbaikan tata kelola yang memadai, risiko ketidakefisienan dan masalah operasional dapat menghambat capaian program. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk menjawab kritik dan memastikan MBG benar-benar menjadi tonggak menuju generasi Indonesia yang sehat dan berdaya saing. By Mukroni
Ngepop Tanpa Mesiu: Ketika Musik dan Kaos Pink Mengguncang Kekuasaan