Jakarta, Kowantaranews.com – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyatakan dukungan penuh terhadap program pemerintah untuk mewujudkan kemandirian energi dan mempercepat transisi menuju energi berkelanjutan. Dalam pernyataannya, MPR menegaskan akan mengawasi ketat implementasi program ini agar sesuai dengan target, terutama untuk mencapai dekarbonisasi pada tahun 2060 atau lebih cepat. Langkah ini merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk menangani krisis iklim yang semakin nyata dan mendesak.
Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno, menyoroti dampak krisis iklim yang telah terasa di berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Kenaikan suhu udara, polusi, tumpukan sampah, hingga banjir yang semakin sering menjadi bukti nyata ancaman perubahan iklim. Ia menyebutkan bahwa dominasi penggunaan energi fosil, yang menghasilkan emisi karbon dan sulfur, menjadi penyebab utama krisis ini. “Kita tidak bisa lagi bergantung pada energi fosil. Transisi menuju energi berkelanjutan adalah keharusan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan generasi mendatang,” tegas Eddy.
Untuk mendukung transisi energi, pemerintah telah merancang fokus pengembangan energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan. Sumber energi seperti tenaga surya, angin, air, dan panas bumi akan menjadi prioritas utama. Langkah ini sejalan dengan visi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mempercepat pengurangan emisi karbon. Eddy menambahkan bahwa pengembangan energi terbarukan tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru, termasuk penciptaan lapangan kerja hijau dan pengembangan ekonomi karbon.
Peluang ekonomi hijau ini semakin diperkuat dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Perpres ini diharapkan menjadi landasan untuk memperluas perdagangan karbon, yang dapat memberikan insentif ekonomi bagi pelaku industri yang berkontribusi pada pengurangan emisi. “Transisi energi bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi besar yang harus kita manfaatkan,” ujar Eddy.Namun, tantangan akibat krisis iklim tidak bisa dianggap remeh. Ekonom senior Mari Elka Pangestu memperingatkan bahwa perubahan iklim dapat menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 1-6% dan menurunkan produktivitas sumber daya manusia jika tidak diantisipasi dengan serius. Ia menekankan bahwa masyarakat, terutama generasi muda, semakin vokal menuntut perubahan sistemik dari pemerintah dan korporasi untuk menghadapi krisis ini. “Anak muda menginginkan aksi nyata, bukan hanya janji. Pemerintah dan sektor swasta harus berkolaborasi untuk mewujudkan solusi berkelanjutan,” katanya.
Gen Z Mengguncang Dunia: Dari Aktivisme Digital ke Revolusi Jalanan
Sebagai wujud komitmen global, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, mengumumkan bahwa Indonesia akan segera mengajukan Kontribusi Nasional Penurunan Emisi (Nationally Determined Contribution/NDC) kedua ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). NDC ini mencakup target pengurangan emisi yang lebih ambisius, sejalan dengan upaya global untuk menahan kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celsius. “Indonesia siap menunjukkan kepemimpinan dalam aksi iklim global,” ujar Hanif.
MPR menegaskan bahwa pengawasan terhadap program transisi energi akan dilakukan secara ketat untuk memastikan efektivitas dan transparansi. Dengan dukungan legislatif, fokus pada energi terbarukan, dan komitmen internasional, Indonesia optimistis dapat mencapai kemandirian energi sekaligus berkontribusi pada upaya global melawan krisis iklim. Langkah ini diharapkan tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. By Mukroni
Gen Z Mengguncang Dunia: Dari Aktivisme Digital ke Revolusi Jalanan
Perempuan Muslimah Indonesia: Membangun Negeri dengan Pendidikan dan Nilai Kebangsaan
Ngepop Tanpa Mesiu: Ketika Musik dan Kaos Pink Mengguncang Kekuasaan