• Jum. Jun 20th, 2025

KowantaraNews

Halal Gratis, Warteg Nge-Hits: Tanpa Drama, Cuma Solusi!

JJ Menyanyi, Austria Menang: Kemenangan Epik di Eurovision 2025

ByAdmin

Mei 18, 2025
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com – Malam itu, panggung Eurovision Song Contest 2025 di St. Jakobshalle, Basel, Swiss, menjadi saksi sejarah baru. Di tengah gemerlap lampu sorot dan sorak sorai 15.000 penonton, Austria, diwakili oleh Johannes Pietsch, atau yang lebih dikenal sebagai JJ, menyabet gelar juara dengan lagu “Wasted Love.” Penyanyi countertenor berusia 24 tahun ini, dengan vokal operatik yang memukau, tidak hanya memenangkan hati juri dan publik, tetapi juga menghidupkan kembali semangat seni inklusif di ajang musik terbesar Eropa. Kemenangan ini, yang diraih dengan selisih tipis atas Israel dan menyingkirkan favorit Swedia, menjadi simbol keberanian artistik dan pesan cinta di tengah dunia yang penuh konflik. Berikut adalah kisah epik dari kemenangan JJ dan bagaimana ia mengguncang dunia musik.

Malam Final yang Penuh Drama

Eurovision 2025 adalah panggung di mana 26 negara bersaing dalam harmoni musikal, namun juga diwarnai ketegangan politik dan ekspektasi tinggi. Austria masuk final sebagai salah satu kontestan yang kurang diunggulkan dibandingkan raksasa seperti Swedia, yang membawa trio komedi KAJ dengan lagu satir “Bara Bada Bastu,” atau Israel, yang diwakili oleh bintang pop Noa Kirel dengan penampilan energik bertema pemberdayaan. Namun, ketika JJ naik ke panggung, dunia seolah terdiam.

Dengan latar panggung bergambar kapal karam yang diterangi efek strobo dramatis, JJ tampil dalam kostum minimalis berwarna perak yang memancarkan aura teatrikal. Lagu “Wasted Love,” sebuah perpaduan opera, pop, dan techno, menceritakan kisah cinta yang hilang namun penuh harapan. Vokal countertenor JJ, yang melengking setara mezzo-soprano perempuan, membawa nuansa opera klasik ke panggung pop modern. “Ini seperti mendengar Mozart berpadu dengan David Guetta,” tulis seorang kritikus di The Guardian usai penampilannya.

Sistem voting Eurovision, yang menggabungkan 50% poin dari public vote dan 50% dari jury vote, menciptakan malam yang penuh ketegangan. Israel mendominasi public vote, didorong oleh dukungan kuat dari diaspora dan penggemar global Noa Kirel. Namun, juri profesional, yang terdiri dari pakar musik dari 37 negara peserta, memberikan poin besar kepada Austria, memuji keunikan vokal JJ dan kedalaman artistik lagunya. Ketika poin akhir diumumkan, Austria meraih 436 poin, mengungguli Israel (357 poin) dan Estonia (356 poin). Swedia, yang awalnya dijagokan, hanya finis di posisi keempat, mengejutkan para penggemar yang memprediksi kemenangan kedelapan bagi negara Nordik itu.

Siapa JJ? Dari Vienna State Opera ke Panggung Eurovision

Johannes Pietsch, atau JJ, adalah nama yang kini bergema di seluruh dunia, tetapi perjalanannya menuju puncak Eurovision jauh dari instan. Lahir di Wina pada 2001 dari ibu Austria dan ayah Filipina, JJ menghabiskan masa kecilnya di Dubai sebelum kembali ke Austria pada 2016 untuk mengejar passion-nya di musik klasik. Sebagai anggota paduan suara di Sekolah Opera Vienna State Opera, ia telah tampil dalam produksi ternama seperti The Magic Flute karya Mozart dan Billy Budd karya Benjamin Britten. Vokal countertenor-nya, yang langka dan memungkinkannya menyanyi dalam rentang suara perempuan, menjadi ciri khas yang membedakannya dari penyanyi lain.

“Saya tidak pernah membayangkan akan tampil di Eurovision,” ujar JJ dalam wawancara dengan ORF, penyiar nasional Austria, sebelum kontes. “Tapi saya melihat ini sebagai kesempatan untuk membawa opera ke audiens yang lebih luas.” Misi JJ sederhana namun ambisius: mengenalkan keindahan musik klasik kepada generasi yang lebih terbiasa dengan pop dan EDM, sekaligus menunjukkan bahwa seni tidak mengenal batasan genre.

Lagu “Wasted Love,” yang ditulis bersama komposer Teodora Špirić dan Thomas Thurner, adalah cerminan visi ini. Dengan lirik yang puitis dan aransemen yang memadukan string orkestra dengan beat elektronik, lagu ini menawarkan pengalaman musikal yang tidak biasa di Eurovision. “Kami ingin menciptakan sesuatu yang terasa abadi namun tetap relevan untuk 2025,” kata Špirić. Hasilnya adalah penampilan yang tidak hanya memukau secara visual, tetapi juga menggugah emosi, membawa penonton dari Basel hingga pemirsa di rumah ke dalam dunia JJ.

Pesan Cinta di Tengah Konflik Global

Saat menerima piala kaca Eurovision, JJ berdiri di depan ribuan penonton dan menyampaikan pesan yang sederhana namun mendalam: “Mari kita sebarkan lebih banyak cinta di dunia ini.” Kata-kata ini terasa seperti angin segar di tengah iklim global yang tegang, ditandai oleh konflik berkelanjutan di Gaza, polarisasi politik di Eropa, dan tantangan sosial seperti diskriminasi. Sebagai penyanyi dengan darah campuran Austria-Filipino, JJ juga menjadi simbol keragaman budaya, mengingatkan dunia bahwa musik dapat menyatukan di saat perpecahan mendominasi.

Kemenangan JJ melanjutkan warisan Austria di Eurovision, yang dikenal karena menampilkan seniman dengan identitas unik dan pesan sosial. Pada 2014, Conchita Wurst, seorang drag queen berjanggut, memenangkan kontes dengan lagu “Rise Like a Phoenix” dan pesan toleransi LGBTQ+. JJ, dengan vokal countertenor dan pendekatan lintas genre, memperkuat reputasi Austria sebagai negara yang berani tampil beda. “Austria selalu punya cara untuk mengejutkan dunia,” kata seorang penggemar di Wina, yang merayakan kemenangan ini dengan pesta jalanan di Stephansplatz.

Konteks Politik: Israel dan Polarisasi Voting

Tidak ada Eurovision tanpa drama, dan tahun 2025 tidak terkecuali. Partisipasi Israel, yang diwakili oleh Noa Kirel, memicu kontroversi mirip dengan tahun sebelumnya. Operasi militer Israel di Gaza, yang masih berlangsung hingga 2025, memicu protes dari aktivis dan sebagian penonton yang menyerukan boikot. Spanduk “Free Palestine” sempat terlihat di luar venue, meskipun EBU dengan tegas melarang simbol politik di dalam arena. Meski begitu, penampilan Noa Kirel, yang penuh energi dan diproduksi dengan apik, berhasil memikat hati publik, menjadikan Israel pemuncak public vote.

Namun, poin juri yang lebih rendah untuk Israel—kemungkinan karena pertimbangan artistik atau tekanan untuk menghindari kontroversi—membuat Austria unggul. Hasil ini memicu perdebatan di media sosial, dengan beberapa penggemar Israel menyebut voting juri “bias,” sementara pendukung Austria menegaskan bahwa kemenangan JJ murni berdasarkan keunggulan artistik. “Eurovision selalu jadi cermin dunia. Kita tidak bisa lepas dari politik, tapi seni JJ membuktikan bahwa keindahan bisa menang,” tulis seorang komentator di X.

Dampak Artistik: Opera Menyapa Dunia Pop

Kemenangan JJ adalah terobosan bagi musik klasik di panggung mainstream. Eurovision, yang selama ini identik dengan pop elektronik, balada emosional, atau nomor tari berenergi tinggi, jarang melihat seniman seperti JJ. Vokal countertenor-nya, yang mengingatkan pada penyanyi barok seperti Farinelli, membawa nuansa baru yang disebut oleh BBC sebagai “penyegaran yang dibutuhkan Eurovision.” Penampilannya juga membuktikan bahwa audiens modern, dari remaja hingga lansia, terbuka terhadap eksperimen musikal.

Kritikus awalnya meragukan daya tarik vokal operatik di Eurovision, yang sering kali mengutamakan lagu-lagu yang mudah diingat. “Ini risiko besar. Opera bisa terasa asing bagi penggemar pop,” tulis Rolling Stone sebelum semifinal. Namun, JJ membalikkan skeptisisme itu. Dukungan dari juri, yang memberikan poin tinggi untuk teknis vokal dan inovasi, dan respons positif dari publik menunjukkan bahwa keunikan bisa menjadi kekuatan.

Kesuksesan JJ membuka peluang bagi seniman klasik atau eksperimental untuk berpartisipasi di Eurovision. Negara-negara seperti Italia, yang memiliki tradisi opera kuat, atau bahkan negara non-Eropa seperti Australia, mungkin terinspirasi untuk mengirimkan penyanyi dengan pendekatan serupa. “JJ telah mengubah permainan. Sekarang, kita bisa bermimpi melihat soprano atau violin virtuoso di Eurovision,” kata seorang produser musik di Wina.

Implikasi untuk Eurovision 2026 dan Masa Depan

Kemenangan Austria berarti Wina kemungkinan besar akan menjadi tuan rumah Eurovision 2026, mengulang peran kota ini pada 2015 pasca-kemenangan Conchita Wurst. Ini adalah peluang bagi Austria untuk memamerkan warisan budayanya, dari Mozart hingga seni kontemporer, kepada dunia. Namun, kemenangan JJ juga membawa implikasi lebih luas untuk Eurovision.

Pergeseran Tren Musik
Setelah bertahun-tahun didominasi oleh pop dan EDM, Eurovision 2025 menunjukkan bahwa audiens siap untuk keragaman genre. Kemenangan JJ bisa memicu lebih banyak partisipasi dari musisi folk, jazz, atau bahkan avant-garde, memperkaya tekstur musikal kontes. Negara-negara yang sebelumnya ragu mengirimkan seniman non-konvensional mungkin kini lebih berani bereksperimen.

Tantangan Politik
Polarisasi antara public vote dan jury vote, seperti yang terlihat dalam persaingan Austria-Israel, menyoroti tantangan EBU dalam menjaga netralitas. Meskipun EBU bersikeras bahwa Eurovision adalah ajang seni, voting sering kali mencerminkan sentimen geopolitik, dari solidaritas regional hingga protes terhadap konflik global. Ke depan, EBU mungkin perlu mempertimbangkan penyesuaian sistem voting, seperti meningkatkan transparansi atau mengevaluasi bobot juri, untuk mengurangi persepsi bias.

Diplomasi Budaya
Di tengah dunia yang terpecah, Eurovision tetap menjadi wadah di mana pesan seperti “cinta” dari JJ dapat bergema. Kemenangan ini memperkuat peran kontes sebagai platform diplomasi budaya, di mana seniman dari latar belakang beragam—seperti JJ dengan darah Austria-Filipino—dapat menyuarakan nilai-nilai universal. Saat Wina bersiap menyambut dunia pada 2026, Austria memiliki kesempatan untuk memperkuat narasi inklusivitas dan kreativitas.

Kemenangan yang Mengguncang Dunia

Kemenangan JJ di Eurovision 2025 adalah lebih dari sekadar trofi; ini adalah perayaan keberanian, inovasi, dan kemanusiaan. Dengan vokal countertenor yang memukau, JJ menjembatani opera dan pop, membuktikan bahwa seni tidak mengenal batas. Pesannya tentang cinta, yang disampaikan di tengah ketegangan global, mengingatkan kita pada kekuatan musik untuk menyatukan. Meskipun kontroversi politik, seperti polarisasi voting untuk Israel, menunjukkan bahwa Eurovision tidak pernah lepas dari dinamika dunia, kemenangan JJ adalah pengingat bahwa keindahan bisa menang.

Saat Austria bersiap menjadi tuan rumah Eurovision 2026, dunia menanti apakah kemenangan JJ akan menginspirasi gelombang baru seniman eksperimental. Dari Basel ke Wina, JJ telah menyalakan obor harapan, menunjukkan bahwa bahkan di panggung pop, nada tinggi dari hati dapat mengguncang dunia. Seperti yang ia nyanyikan dalam “Wasted Love,” cinta mungkin terkadang hilang, tetapi dengan keberanian, ia selalu bisa ditemukan kembali. By Mukroni

Foto dan sumber www.nytimes.com

  • BACA JUGA :

Perupa Muda ARTSUBS 2024: Zeta Ranniry Abidin dan Garis Edelweiss Membawa Angin Segar dalam Dunia Seni Rupa

Kunto Aji Suarakan Keadilan di Panggung Konser: Solidaritas untuk Demokrasi Indonesia

Malam Orkestra Gratis di Bawah Langit Kota Tua: Sebuah Perayaan Harmoni Kemerdekaan

Adidas Minta Maaf kepada Bella Hadid Setelah Iklan Memicu Kontroversi dengan Pendukung Israel

Adidas Dihujani Kritik Usai Menarik Iklan Bella Hadid Karena Desakan Pro-Israel

Ucapan Terima Kasih dan Penghormatan dari Angelina Jolie untuk Anak-Anak dan Perempuan yang Menderita

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *