Jakarta, Kowantaranews.com — Indonesia mencatatkan rekor monumental dalam sejarah jaminan sosialnya. Hingga akhir tahun 2025, cakupan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah menembus angka psikologis 98 persen dari total populasi. Di atas kertas, hampir seluruh rakyat Indonesia telah terlindungi. Namun, peringatan Hari Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage/UHC) Sedunia tahun ini justru diwarnai oleh refleksi kritis: apakah kartu JKN di dompet warga sudah benar-benar menjamin akses layanan medis yang setara?
Para ahli kebijakan kesehatan menyebut situasi ini sebagai “paradoks cakupan”. Di satu sisi, ekspansi kepesertaan Indonesia adalah salah satu yang tercepat di dunia. Di sisi lain, realitas di lapangan menunjukkan adanya jurang menganga antara kepemilikan hak dan pemenuhan layanan.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Hasbullah Thabrany, menegaskan bahwa UHC tidak boleh direduksi sekadar menjadi statistik jumlah peserta. “Esensi UHC adalah perlindungan finansial dan akses layanan berkualitas. Jika warga punya kartu JKN tetapi harus menempuh perjalanan laut berjam-jam dengan biaya sendiri untuk menemui dokter spesialis, maka prinsip UHC itu gugur,” ujarnya.
Kesenjangan Geografis yang Mematikan
Sorotan utama tertuju pada disparitas infrastruktur sisi penawaran (supply-side). Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, mengakui bahwa “universalitas” JKN baru bersifat administratif, belum operasional secara merata. Di Pulau Jawa, tantangannya adalah antrean panjang akibat overcrowding. Namun, di wilayah Indonesia Timur seperti Maluku dan Papua, tantangannya adalah ketiadaan fasilitas.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencontohkan kasus tragis di mana pasien jantung di daerah terpencil tidak tertolong meski memegang kartu JKN aktif, semata karena ketiadaan fasilitas Cath Lab dan dokter spesialis. “Kita berhasil memberi mereka ‘tiket’ berobat, tetapi kita belum berhasil menyediakan ‘kendaraan’ dan ‘tujuannya’,” ungkap Budi. Hal ini menyebabkan Indeks Cakupan Layanan UHC Indonesia masih tertahan di angka 67, tertinggal dibandingkan Thailand dan Malaysia yang memiliki sistem layanan primer yang jauh lebih matang.
Ancaman Defisit dan Beban Katastropik
Selain masalah akses, keberlanjutan finansial JKN kembali dihantui ancaman defisit struktural menjelang 2026. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, menggunakan analogi “memadamkan kebakaran” untuk menggambarkan pola pembiayaan kesehatan saat ini. Dana JKN terkuras habis untuk membiayai layanan kuratif penyakit katastropik—seperti jantung, gagal ginjal, dan kanker—yang sebenarnya bisa dicegah.
Indonesia Luncurkan Peta Jalan Hilirisasi Rempah 2025-2045: Kembali Jadi Raja Rempah Dunia
“Selama kita hanya sibuk memadamkan api di hilir lewat pengobatan mahal, tanpa menutup keran penyakit di hulu lewat pencegahan, defisit akan terus mengintai,” tegas Pratikno. Tren inflasi medis dan meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (PTM) menjadi bom waktu bagi stabilitas dana jaminan sosial (DJS).
Ke depan, pemerintah berkomitmen melakukan reformasi fundamental dengan menggeser fokus dari sekadar perluasan kepesertaan menuju pendalaman kualitas layanan. Strategi strategic purchasing akan diperkuat, di mana BPJS Kesehatan tidak hanya bertindak sebagai pembayar pasif, tetapi sebagai pembeli cerdas yang menuntut efisiensi dan mutu dari fasilitas kesehatan. Tanpa perbaikan nyata pada sisi suplai dan penguatan upaya preventif, predikat UHC Indonesia berisiko hanya menjadi macan kertas—tampak gagah dalam angka, namun rapuh dalam pelayanan nyata. By Mukroni
Indonesia Luncurkan Peta Jalan Hilirisasi Rempah 2025-2045: Kembali Jadi Raja Rempah Dunia
Berulang, Kita Berkhianat: Gajah Membersihkan Puing Rumahnya Sendiri
Glühwein dan Labirin Kerajinan: Pasar Natal Berlin Tetap Hangat di Suhu 4°C
Sumatra Barat Daya Krisis: Penjarahan Mulai Terjadi, Stok Pangan Tinggal Hitungan Hari
Sumatra Tenggelam: Tambang dan Sawit Ubah Siklon Jadi Pembantaian Massal
Korban Tewas Banjir Bandang Sumatera Capai 188 Orang, 167 Masih Hilang

