• Sab. Des 13th, 2025

KowantaraNews

Kowantara News: Berita tajam, warteg jaya, UMKM tak terjajah!

Paradoks UHC Indonesia: Kepesertaan JKN Tembus 98%, Namun Akses dan Kualitas Masih Timpang

ByAdmin

Des 13, 2025
Ilustrasi Peserta JKN (Gambar Kowantaranews)
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com — Indonesia mencatatkan rekor monumental dalam sejarah jaminan sosialnya. Hingga akhir tahun 2025, cakupan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah menembus angka psikologis 98 persen dari total populasi. Di atas kertas, hampir seluruh rakyat Indonesia telah terlindungi. Namun, peringatan Hari Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage/UHC) Sedunia tahun ini justru diwarnai oleh refleksi kritis: apakah kartu JKN di dompet warga sudah benar-benar menjamin akses layanan medis yang setara?

Para ahli kebijakan kesehatan menyebut situasi ini sebagai “paradoks cakupan”. Di satu sisi, ekspansi kepesertaan Indonesia adalah salah satu yang tercepat di dunia. Di sisi lain, realitas di lapangan menunjukkan adanya jurang menganga antara kepemilikan hak dan pemenuhan layanan.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Hasbullah Thabrany, menegaskan bahwa UHC tidak boleh direduksi sekadar menjadi statistik jumlah peserta. “Esensi UHC adalah perlindungan finansial dan akses layanan berkualitas. Jika warga punya kartu JKN tetapi harus menempuh perjalanan laut berjam-jam dengan biaya sendiri untuk menemui dokter spesialis, maka prinsip UHC itu gugur,” ujarnya.

Kesenjangan Geografis yang Mematikan

Sorotan utama tertuju pada disparitas infrastruktur sisi penawaran (supply-side). Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, mengakui bahwa “universalitas” JKN baru bersifat administratif, belum operasional secara merata. Di Pulau Jawa, tantangannya adalah antrean panjang akibat overcrowding. Namun, di wilayah Indonesia Timur seperti Maluku dan Papua, tantangannya adalah ketiadaan fasilitas.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencontohkan kasus tragis di mana pasien jantung di daerah terpencil tidak tertolong meski memegang kartu JKN aktif, semata karena ketiadaan fasilitas Cath Lab dan dokter spesialis. “Kita berhasil memberi mereka ‘tiket’ berobat, tetapi kita belum berhasil menyediakan ‘kendaraan’ dan ‘tujuannya’,” ungkap Budi. Hal ini menyebabkan Indeks Cakupan Layanan UHC Indonesia masih tertahan di angka 67, tertinggal dibandingkan Thailand dan Malaysia yang memiliki sistem layanan primer yang jauh lebih matang.

Ancaman Defisit dan Beban Katastropik

Selain masalah akses, keberlanjutan finansial JKN kembali dihantui ancaman defisit struktural menjelang 2026. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, menggunakan analogi “memadamkan kebakaran” untuk menggambarkan pola pembiayaan kesehatan saat ini. Dana JKN terkuras habis untuk membiayai layanan kuratif penyakit katastropik—seperti jantung, gagal ginjal, dan kanker—yang sebenarnya bisa dicegah.

Indonesia Luncurkan Peta Jalan Hilirisasi Rempah 2025-2045: Kembali Jadi Raja Rempah Dunia

“Selama kita hanya sibuk memadamkan api di hilir lewat pengobatan mahal, tanpa menutup keran penyakit di hulu lewat pencegahan, defisit akan terus mengintai,” tegas Pratikno. Tren inflasi medis dan meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (PTM) menjadi bom waktu bagi stabilitas dana jaminan sosial (DJS).

Ke depan, pemerintah berkomitmen melakukan reformasi fundamental dengan menggeser fokus dari sekadar perluasan kepesertaan menuju pendalaman kualitas layanan. Strategi strategic purchasing akan diperkuat, di mana BPJS Kesehatan tidak hanya bertindak sebagai pembayar pasif, tetapi sebagai pembeli cerdas yang menuntut efisiensi dan mutu dari fasilitas kesehatan. Tanpa perbaikan nyata pada sisi suplai dan penguatan upaya preventif, predikat UHC Indonesia berisiko hanya menjadi macan kertas—tampak gagah dalam angka, namun rapuh dalam pelayanan nyata. By Mukroni

  • Berita Terkait

Indonesia Luncurkan Peta Jalan Hilirisasi Rempah 2025-2045: Kembali Jadi Raja Rempah Dunia

Berulang, Kita Berkhianat: Gajah Membersihkan Puing Rumahnya Sendiri

Glühwein dan Labirin Kerajinan: Pasar Natal Berlin Tetap Hangat di Suhu 4°C

Sumatra Barat Daya Krisis: Penjarahan Mulai Terjadi, Stok Pangan Tinggal Hitungan Hari

Sumatra Tenggelam: Tambang dan Sawit Ubah Siklon Jadi Pembantaian Massal

Korban Tewas Banjir Bandang Sumatera Capai 188 Orang, 167 Masih Hilang

182 Korban Tewas, Operasi Udara Besar-besaran TNI AU Terus Gempur 3 Provinsi Terdampak Banjir-Longsor

39 Tewas, Puluhan Hilang akibat Banjir Bandang dan Longsor di Aceh & Sumut

Aroma yang Membawa Pulang: Ketika Makanan Menyimpan Kenangan

Ketimpangan Wilayah: Bom Waktu Struktural yang Terabaikan di Balik Kemegahan Jabodetabek

Marsinah Resmi Jadi Pahlawan Nasional, Simbol Perjuangan Buruh Perempuan

Investor Global Serukan Penghentian Deforestasi 2030: Krisis Hutan Jadi Ancaman Finansia

MPR Dukung Transisi Energi Berkelanjutan: Awasi Dekarbonisasi 2060 dan Dorong Ekonomi Hijau

Gen Z Mengguncang Dunia: Dari Aktivisme Digital ke Revolusi Jalanan

Perempuan Muslimah Indonesia: Membangun Negeri dengan Pendidikan dan Nilai Kebangsaan

Perluasan Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Sasaran Baru, Anggaran Besar, dan Tantangan Tata Kelola

Ngepop Tanpa Mesiu: Ketika Musik dan Kaos Pink Mengguncang Kekuasaan

Dapur Makan Bergizi Gratis Ceger – Cipayung 001 Resmi Mendistribusikan Makanan Bergizi untuk Generasi Sehat

Lokasi Taman Eden dalam Tradisi Yahudi: Antara GeogrTerafi, Alegori, dan Mistisisme

Hutan Orang Rimba Jadi Kebun Sawit: Berondolan Dicuri, Pemerintah Sibuk Selfie ?

Buruh Bersuara, Monas Jadi Panggung Prabowo, Warteg Tetep Jadi Pelarian!

1.835 Spesies Burung: Indonesia, Konser Alam Terbesar di Dunia!

Kartini Kekinian: Dari Jepara ke Luar Angkasa, Emansipasi Tetap Cetar!

Korlantas: Arus Balik Lebaran 2025 Diprediksi Terbagi dalam Beberapa Gelombang 

TSUNAMI PHK DAN DEFLASI: GELOMBANG PEMUDIK LEBARAN 2025 MENYUSUT DRASTIS!

Aktivitas Sesar Sagaing: Pemicu Utama Gempa 7,7 yang Guncang Myanmar dan Asia Tenggara

Tak Mampu Bayar Bus, Pemudik Banjiri Jalan dengan Motor: Tragedi Menanti di Balik Rindu Kampung Halaman ?

Sarjana Cumlaude Disandera PHK ? Indonesia Darurat Pengangguran Beredukasi ?

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *