• Sen. Des 15th, 2025

KowantaraNews

Kowantara News: Berita tajam, warteg jaya, UMKM tak terjajah!

Hilirisasi Rempah 2045: Ambisi Besar Indonesia atau Sekadar Tumpukan Dokumen?

ByAdmin

Des 15, 2025
Rempah-Rempah Nusantara (Gambar Kowantaranews)
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com – Di ruang serbaguna Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, tepuk tangan riuh terdengar pada Rabu, 10 Desember 2025. Hari itu menandai peluncuran dokumen strategis bertajuk “Peta Jalan Hilirisasi Rempah 2025-2045”. Di atas kertas, visi yang ditawarkan pemerintah begitu memikat: mengembalikan kejayaan Nusantara sebagai poros rempah dunia, dengan target menjadikan Indonesia produsen nomor satu untuk pala, lada, cengkeh, kayu manis, dan vanili, serta menobatkan temu lawak sebagai ikon herbal global.

Namun, di luar gedung Bappenas, realitas di lapangan menyajikan narasi yang jauh lebih senyap dan mencemaskan. Ambisi besar untuk melakukan hilirisasi—mengolah bahan mentah menjadi produk bernilai tambah—kini berhadapan dengan tembok tebal skeptisisme dan tantangan fundamental yang belum terselesaikan. Pertanyaan besar pun mencuat: apakah peta jalan ini akan menjadi kompas yang menuntun kejayaan ekonomi, atau hanya akan berakhir sebagai tumpukan dokumen berdebu di lemari birokrasi, mengulang kegagalan peta jalan komoditas lainnya?

Bayang-Bayang Kegagalan Masa Lalu

Skeptisisme ini bukan tanpa dasar. Ketua Sustainable Spices Initiative (SSI) Indonesia, Dippos Naloanro Simanjuntak, mengingatkan pemerintah agar tidak terjebak dalam euforia seremoni semata. Ia menarik paralel yang mengkhawatirkan dengan nasib industri kelapa nasional.

“Jangan sampai peta jalan ini hanya terhenti di atas kertas dan berjalan lambat seperti Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045,” ujar Dippos, Minggu (14/12/2025).

Peringatan Dippos merujuk pada paradoks industri pengolahan di Indonesia: pabrik dibangun, mesin disiapkan, namun bahan bakunya lenyap. Industri pengolahan kelapa saat ini megap-megap kekurangan bahan baku kelapa bulat. Jika hal serupa terjadi pada rempah, maka impian hilirisasi akan layu sebelum berkembang. Industri tengah dan hilir rempah nasional terancam “kelaparan” bahan baku jika produksi di sektor hulu tidak segera dibenahi.

Krisis di Hulu: Ketika Pohon Tak Lagi Berbuah

Data statistik berbicara lebih jujur daripada pidato pejabat. Di balik target kenaikan ekspor pala sebesar 8,85 persen pada 2045, produktivitas pala nasional justru sedang “sakit”. Merujuk data Statistik Tanaman Perkebunan Tahunan Indonesia 2024, meskipun luas lahan perkebunan pala bertambah menjadi 283.819 hektar, produksi biji pala nasional justru anjlok dari 41.444 ton menjadi 39.558 ton. Produktivitas per hektar pun turun drastis.

Penyebabnya bukan hanya soal teknis pertanian konvensional, melainkan musuh tak kasat mata yang kian ganas: perubahan iklim.

Fenomena cuaca ekstrem telah memukul rata petani dari Aceh hingga Papua. Sepanjang pertengahan 2023 hingga 2024, panen cengkeh gagal total di banyak sentra produksi. Bunga cengkeh rontok massal dihajar kekeringan panjang akibat El Nino. Situasi ini diperparah dengan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyebutkan bahwa akhir 2025 Indonesia memasuki fase La Nina lemah dan gangguan gelombang ekuator, yang membawa curah hujan ekstrem dan risiko bencana hidrometeorologi. Bagi tanaman rempah yang sensitif, anomali cuaca ini adalah vonis mati bagi produktivitas jika tidak ada intervensi teknologi.

Secercah Harapan dari Laboratorium BRIN

Di tengah kemuraman sektor hulu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menawarkan solusi teknokratis yang menjanjikan. Peneliti Ahli Utama BRIN, Agus Ruhnayat, menyoroti masalah mendasar pada budidaya pala: ketidakpastian jenis kelamin pohon.

Selama berabad-abad, petani menanam biji pala tanpa tahu apakah pohon itu jantan (tidak berbuah) atau betina. Kepastian baru didapat setelah menunggu 6-8 tahun—sebuah investasi waktu yang sangat berisiko. “Hal itu menyebabkan risiko penanaman dengan dominasi tanaman jantan, sehingga membuat petani enggan menerima benih bantuan pemerintah,” ungkap Agus.

BRIN kini memperkenalkan teknologi epicotyl grafting atau sambung pucuk. Ini adalah metode perbanyakan vegetatif yang memungkinkan petani mengetahui jenis kelamin tanaman sejak dini. Tak hanya itu, teknologi ini memangkas masa tunggu panen dari 6 tahun menjadi hanya 1-2 tahun. Jika dikelola dengan standar teknis yang tepat, satu hektar lahan bisa menghasilkan hingga 52.500 butir pala.

Namun, inovasi ini menuntut ekosistem pendukung yang masif: sistem penyungkupan massal, fertigasi otomatis berbasis mikrokontroler, hingga mesin sambung pucuk otomatis. Tanpa dukungan anggaran dan pelatihan petani yang masif, teknologi ini hanya akan menjadi mainan di laboratorium, tidak menyentuh kebun rakyat.

Ancaman Penolakan Global: Isu Keamanan Pangan

Tantangan hilirisasi tidak berhenti di ladang. Di pasar global, rempah Indonesia menghadapi sorotan tajam terkait isu keberlanjutan dan keamanan pangan. Eropa dan Amerika Serikat, dua pasar utama rempah dunia, kini menerapkan standar ganda yang ketat.

Dippos menyoroti isu kontaminasi aflatoksin pada pala, zat beracun akibat jamur yang muncul karena pengolahan pascapanen yang buruk. “Apabila Indonesia tidak memperhatikan isu ini, negara-negara maju bakal mempersoalkan bahkan menolak ekspor rempah Indonesia,” tegasnya.

Hilirisasi menjadi percuma jika produk akhirnya ditolak pasar karena residu kimia atau praktik deforestasi. Kluster inovasi yang digagas pemerintah di daerah, seperti Kluster Inovasi PUD Pala Maluku Utara, masih tertatih-tatih menghadapi realitas ini. Nurhasanah, koordinator kluster tersebut, mengakui sulitnya menembus perusahaan besar karena ketidakseragaman kualitas dari petani yang masih mencampur benih bersertifikat dengan yang asalan.

Indonesia Luncurkan Peta Jalan Hilirisasi Rempah 2025-2045: Kembali Jadi Raja Rempah Dunia

Sebuah Pertaruhan

Tahun 2025 hingga 2045 adalah pertaruhan besar. Peta jalan yang diluncurkan Bappenas adalah langkah awal yang niatnya patut diapresiasi. Namun, tanpa perbaikan radikal di sektor hulu—mulai dari adopsi teknologi grafting, mitigasi iklim yang serius, hingga standarisasi pascapanen—dokumen tebal itu tak akan mampu menyelamatkan kejayaan rempah Nusantara.

Indonesia tidak kekurangan rencana; Indonesia kekurangan eksekusi yang konsisten. Jika tantangan produksi dan kualitas ini tidak dijawab dengan aksi nyata, hilirisasi rempah hanya akan menjadi wacana manis yang terkubur bersama rontoknya bunga-bunga cengkeh di musim hujan.

  • Berita Terkait

Indonesia Luncurkan Peta Jalan Hilirisasi Rempah 2025-2045: Kembali Jadi Raja Rempah Dunia

Berulang, Kita Berkhianat: Gajah Membersihkan Puing Rumahnya Sendiri

Glühwein dan Labirin Kerajinan: Pasar Natal Berlin Tetap Hangat di Suhu 4°C

Sumatra Barat Daya Krisis: Penjarahan Mulai Terjadi, Stok Pangan Tinggal Hitungan Hari

Sumatra Tenggelam: Tambang dan Sawit Ubah Siklon Jadi Pembantaian Massal

Korban Tewas Banjir Bandang Sumatera Capai 188 Orang, 167 Masih Hilang

182 Korban Tewas, Operasi Udara Besar-besaran TNI AU Terus Gempur 3 Provinsi Terdampak Banjir-Longsor

39 Tewas, Puluhan Hilang akibat Banjir Bandang dan Longsor di Aceh & Sumut

Aroma yang Membawa Pulang: Ketika Makanan Menyimpan Kenangan

Ketimpangan Wilayah: Bom Waktu Struktural yang Terabaikan di Balik Kemegahan Jabodetabek

Marsinah Resmi Jadi Pahlawan Nasional, Simbol Perjuangan Buruh Perempuan

Investor Global Serukan Penghentian Deforestasi 2030: Krisis Hutan Jadi Ancaman Finansia

MPR Dukung Transisi Energi Berkelanjutan: Awasi Dekarbonisasi 2060 dan Dorong Ekonomi Hijau

Gen Z Mengguncang Dunia: Dari Aktivisme Digital ke Revolusi Jalanan

Perempuan Muslimah Indonesia: Membangun Negeri dengan Pendidikan dan Nilai Kebangsaan

Perluasan Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Sasaran Baru, Anggaran Besar, dan Tantangan Tata Kelola

Ngepop Tanpa Mesiu: Ketika Musik dan Kaos Pink Mengguncang Kekuasaan

Dapur Makan Bergizi Gratis Ceger – Cipayung 001 Resmi Mendistribusikan Makanan Bergizi untuk Generasi Sehat

Lokasi Taman Eden dalam Tradisi Yahudi: Antara GeogrTerafi, Alegori, dan Mistisisme

Hutan Orang Rimba Jadi Kebun Sawit: Berondolan Dicuri, Pemerintah Sibuk Selfie ?

Buruh Bersuara, Monas Jadi Panggung Prabowo, Warteg Tetep Jadi Pelarian!

1.835 Spesies Burung: Indonesia, Konser Alam Terbesar di Dunia!

Kartini Kekinian: Dari Jepara ke Luar Angkasa, Emansipasi Tetap Cetar!

Korlantas: Arus Balik Lebaran 2025 Diprediksi Terbagi dalam Beberapa Gelombang 

TSUNAMI PHK DAN DEFLASI: GELOMBANG PEMUDIK LEBARAN 2025 MENYUSUT DRASTIS!

Aktivitas Sesar Sagaing: Pemicu Utama Gempa 7,7 yang Guncang Myanmar dan Asia Tenggara

Tak Mampu Bayar Bus, Pemudik Banjiri Jalan dengan Motor: Tragedi Menanti di Balik Rindu Kampung Halaman ?

Sarjana Cumlaude Disandera PHK ? Indonesia Darurat Pengangguran Beredukasi ?

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *