Jakarta, Kowantaranews.com – Gerimis mengguyur sejak pagi, suhu 4 derajat Celsius, angin menusuk, dan langit sudah gelap pukul 17.00. Namun, begitu jam kantor usai, ribuan warga Berlin tetap melangkah keluar rumah. Tujuan mereka satu: Weihnachtsmarkt, pasar Natal yang resmi dibuka sejak Senin (1/12).
Di Gendarmenmarkt, salah satu yang terindah di Jerman, alun-alun bersejarah itu kini dipenuhi pondok-pondok kayu beratap lampu kuning hangat. Diapit dua gereja kembar Deutscher Dom dan Französischer Dom serta Konzerthaus yang sedang direnovasi, pasar ini mematok tiket masuk 2 euro—satu-satunya pasar Natal berbayar di Berlin yang selalu ramai.
“Berlin memang bukan kota religius, tapi Weihnachtsmarkt tetap jadi magnet,” ujar Jörg Silbermann dari Goethe-Institut yang mendampingi kunjungan media Indonesia.
Pengunjung disuguhi dua dunia sekaligus. Di luar, deretan kios klasik menawarkan bratwurst, roasted almonds, dan asap Glühwein yang menggoda. Di dalam, di balik pintu kaca yang tampak biasa, tersembunyi labirin lorong sempit dengan sekitar 50 kios. Semua barang buatan tangan lokal: mainan kayu, tas kulit, perhiasan batu, pensil warna handmade, hingga sapu ijuk dan sikat toilet yang didesain estetik.
“Orang datang mencari barang fungsional yang tak ada di mal,” kata seorang penjual pensil warna. “Semua UMKM, tidak ada merek internasional.”
Minuman wajib tentu saja Glühwein—anggur merah panas berempah. Harganya 8 euro termasuk cangkir keramik edisi 2025. Kembalikan cangkir, dapat refund 3 euro. Banyak pengunjung sengaja mengoleksi cangkir tiap tahun hingga puluhan buah.
Suasana pasar sangat inklusif. Di tengah populasi Berlin yang majemuk, pengunjung berhijab, ber-kippah, bertato penuh, hingga turis Asia, semua antre di kios yang sama, menghangatkan tangan dengan Glühwein sambil mengobrol santai.
Sumatra Barat Daya Krisis: Penjarahan Mulai Terjadi, Stok Pangan Tinggal Hitungan Hari
Ada pula pasar-pasar “nyeleneh” di distrik Kreuzberg atau Friedrichshain yang menawarkan barang-barang unik—lebih cocok jadi koleksi pribadi ketimbang oleh-oleh kantor.
Bila Berlin memiliki puluhan pasar kecil yang tersebar, Frankfurt justru menggelar satu pasar raksasa di Römerberg sejak abad ke-14. Gratis, lebih luas, dan dikelilingi rumah setengah kayu berusia ratusan tahun.
Di Jerman, Natal sudah terasa sejak November. Bahkan ada guyonan, “Begitu telur Paskah disimpan, kotak dekorasi Natal langsung dikeluarkan.” Namun puncaknya tetap awal Desember, saat Glühwein mengalir, lampu-lampu menyala, dan kota-kota berubah jadi negeri dongeng.
Musim dingin memang menggigit, tapi Weihnachtsmarkt membuktikan: kehangatan sejati bukan dari suhu, melainkan dari orang-orang yang tetap memilih berkumpul di bawah langit kelam Desember. By Mukroni
Sumatra Barat Daya Krisis: Penjarahan Mulai Terjadi, Stok Pangan Tinggal Hitungan Hari
Sumatra Tenggelam: Tambang dan Sawit Ubah Siklon Jadi Pembantaian Massal
Korban Tewas Banjir Bandang Sumatera Capai 188 Orang, 167 Masih Hilang

