Jakarta, Kowantaranews.com – Di tengah lumpur yang masih setinggi lutut warga Desa Meunasah Bie, Kecamatan Meurah Dua, empat gajah Sumatera berjalan pelan sambil mengangkat batang pohon sepanjang enam meter dengan belalainya. Midok, Aziz, Abu, dan Nanik – nama-nama yang sudah tidak asing lagi bagi rakyat Aceh – kembali menjadi penyelamat saat alat berat tak kuasa menembus jalan sempit yang tertimbun longsor sejak akhir November lalu.
Keempat gajah ini bukan pendatang baru. Dua dekade silam, saat tsunami 2004 menghantam Banda Aceh dan sekitarnya, mereka yang masih remaja ikut mencari korban di bawah reruntuhan bersama pawangnya dari Pusat Latihan Gajah Saree. Kini, di usia paruh baya, mereka kembali turun ke medan bencana hidrometeorologi terparah tahun ini, kali ini membersihkan puing-puing yang ironisnya berasal dari habitat mereka sendiri.
“Ini sudah hari kelima gajah-gajah membantu kami. Tanpa mereka, jalan ke dusun sebelah masih tertutup total,” ujar Nurma (61), warga Meunasah Bie, sembari menatap Nanik yang dengan tenang menggeser gelondongan jati berdiameter hampir satu meter ke pinggir jalan.
Namun di balik decak kagum ribuan warga dan ratusan video viral di media sosial, terdapat ironi yang menusuk. Kayu-kayu besar yang kini diangkat gajah adalah pohon-pohon yang tumbuh di hutan lindung dan kawasan konservasi tempat mereka biasa mencari makan. Deforestasi masif untuk perkebunan sawit, pertambangan, dan pemukiman menjadi biang keladi banjir bandang serta longsor yang menewaskan sedikitnya 127 orang dan merusak 285 satuan pendidikan di Aceh hingga hari ini.
“Gajah bukan pengganti buldoser. Mereka sedang membersihkan puing rumahnya sendiri yang kita hancurkan,” tegas Ali Akbar, Koordinator Forum Konservasi Gajah Indonesia, Rabu (10/12). Menurutnya, populasi gajah Sumatera di Aceh kini tersisa kurang dari 500 ekor di alam liar, turun drastis dari 1.300 ekor pada tahun 2000.
Sementara itu, ratusan ribu siswa di 11 kabupaten/kota terdampak masih diliburkan hingga waktu yang belum ditentukan. Plt Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Murthalamuddin, mengakui banyak sekolah masih tertimbun lumpur setebal dua meter dan akses jalan terputus. “Keselamatan anak-anak adalah prioritas utama,” katanya.
Glühwein dan Labirin Kerajinan: Pasar Natal Berlin Tetap Hangat di Suhu 4°C
Kepala BKSDA Aceh Wilayah Sigli, Hadi Sofyan, menegaskan pengerahan gajah hanya bersifat darurat dan terbatas di medan yang benar-benar tak bisa dijangkau alat berat. “Risiko bagi gajah juga besar. Mereka bisa terpeleset atau terluka. Ini seharusnya jadi pengingat bahwa kita tidak boleh terus mengandalkan satwa liar untuk memperbaiki kesalahan manusia.”
Sore itu, saat matahari mulai tenggelam di ufuk Pidie Jaya, Midok mengangkat batang pohon terakhir hari itu. Belalainya yang kuat meletakkan kayu itu di tepi jurang, tepat di samping plang bertuliskan “Kawasan Lindung Hutan Raya Saree – Dilarang Membuka Lahan”. Tak ada yang bertepuk tangan kali ini. Hanya angin gunung yang berdesir, seolah alam sedang menghela napas panjang atas pengkhianatan yang berulang. By Mukroni
Glühwein dan Labirin Kerajinan: Pasar Natal Berlin Tetap Hangat di Suhu 4°C
Sumatra Barat Daya Krisis: Penjarahan Mulai Terjadi, Stok Pangan Tinggal Hitungan Hari
Sumatra Tenggelam: Tambang dan Sawit Ubah Siklon Jadi Pembantaian Massal
Korban Tewas Banjir Bandang Sumatera Capai 188 Orang, 167 Masih Hilang

