Jakarta, Kowantaranews.com – Di beranda rumahnya yang asri di pinggiran Jakarta Raya, Martha EL Tobing (50) sejenak melupakan hiruk-pikuk proyek konstruksi gedung bertingkat yang biasa ia pimpin. Bersama suaminya, Victor “Vecky” Sahureka, ia tampak asyik merawat tanaman hias, menciptakan oase kecil di tengah padatnya lalu lintas ibu kota yang nyaris tak pernah putus. Namun, harmoni yang terlihat sederhana ini dibangun di atas fondasi pembagian peran yang unik dan kerap dianggap tabu: Martha adalah tulang punggung ekonomi keluarga, sementara Vecky dengan lapang dada mengambil porsi besar dalam urusan domestik.
“Pokoknya semua otaknya ada di dia,” kelakar Vecky sembari tertawa bangga, mengakui peran vital sang istri tanpa sedikit pun rasa canggung.
Kisah Martha adalah cermin dari fenomena sosiologis yang kian nyata di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024 mengungkapkan fakta mengejutkan: sebanyak 14,37 persen perempuan pekerja di Indonesia kini berstatus sebagai pencari nafkah utama atau female breadwinner. Angka ini bukan sekadar statistik mati; ini merepresentasikan jutaan perempuan yang berdiri di garda terdepan ekonomi keluarga, meniti titian buih di tengah budaya patriarki yang secara tradisional menempatkan laki-laki sebagai penyedia tunggal.
Bagi perempuan seperti Martha, tantangannya bukan sekadar mencari uang, melainkan menavigasi ego dan norma sosial. Meskipun gajinya jauh melampaui sang suami, Martha tetap menerapkan strategi “tawar-menawar” budaya: ia tetap menempatkan Vecky sebagai kepala keluarga dan menghormatinya sebagai penyedia utama kebutuhan dasar rumah tangga. Ini adalah caranya menjaga “hati” di tengah limpahan “rezeki”.
Di lapisan masyarakat yang berbeda, Rosmaya Hadi, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, memainkan peran serupa dengan strategi yang sangat hati-hati. Karirnya yang cemerlang di pucuk pimpinan bank sentral didukung oleh pengorbanan besar suaminya, Koesnanto Hadi, yang rela mundur dari pekerjaannya demi menghindari konflik kepentingan. Rosmaya sadar betul tajamnya sorotan publik terhadap suami pejabat perempuan. Oleh karena itu, ia memegang teguh prinsip untuk tidak pernah membandingkan kontribusi finansial di dalam rumah. Baginya, rezeki keluarga adalah hasil kerja kolektif, bukan kompetisi nominal.
“Perekonomian keluarga adalah hasil kerja bersama. Bukan tentang siapa berkontribusi apa dan berapa besar nominalnya,” ujar Rosmaya, menegaskan bahwa perempuan berdaya justru hadir untuk mengangkat martabat suami, bukan menenggelamkannya.
Namun, tidak semua perempuan memiliki privilese dukungan pasangan. Derby Berbenia, seorang dokter gigi dan ibu tunggal dari tiga putri, terlempar ke peran ini oleh takdir yang tak terelakkan. Kematian suaminya, seorang perwira TNI, 11 tahun lalu memaksanya masuk ke dalam mode bertahan hidup (survival mode). Tanpa tempat bersandar, Derby membobol tabungan untuk merenovasi ruang praktik dan bahkan berjualan siomay demi menyambung hidup. Kisah Derby mewakili ketangguhan para janda cerai mati yang menolak dikasihani, membuktikan bahwa seorang ibu bisa menjadi benteng terakhir pertahanan ekonomi anak-anaknya.
Hilirisasi Rempah 2045: Ambisi Besar Indonesia atau Sekadar Tumpukan Dokumen?
Kontribusi para perempuan ini memiliki dampak makro yang luar biasa. Laporan McKinsey Global Institute mengestimasi bahwa memajukan kesetaraan partisipasi perempuan dapat menyumbang nilai tambah hingga US$ 135 miliar bagi PDB Indonesia pada tahun 2025. Namun, di balik potensi ekonomi tersebut, terdapat perjuangan sunyi untuk menyeimbangkan peran ganda.
Pada akhirnya, Martha, Rosmaya, dan Derby membuktikan bahwa struktur keluarga tradisional sedang berevolusi. Mereka membangun jembatan keseimbangan yang rapuh namun kokoh: memastikan asap dapur tetap mengepul tanpa membiarkan kehangatan hubungan memudar. Di tangan mereka, nafkah bukan alat dominasi, melainkan wujud cinta paling nyata demi keberlangsungan hidup keluarga. By Mukroni
Hilirisasi Rempah 2045: Ambisi Besar Indonesia atau Sekadar Tumpukan Dokumen?
Indonesia Luncurkan Peta Jalan Hilirisasi Rempah 2025-2045: Kembali Jadi Raja Rempah Dunia
Berulang, Kita Berkhianat: Gajah Membersihkan Puing Rumahnya Sendiri
Glühwein dan Labirin Kerajinan: Pasar Natal Berlin Tetap Hangat di Suhu 4°C
Sumatra Barat Daya Krisis: Penjarahan Mulai Terjadi, Stok Pangan Tinggal Hitungan Hari
Sumatra Tenggelam: Tambang dan Sawit Ubah Siklon Jadi Pembantaian Massal
Korban Tewas Banjir Bandang Sumatera Capai 188 Orang, 167 Masih Hilang

