Jakarta, Kowantaranews.com -Kelas menengah di Indonesia telah lama dianggap sebagai motor penggerak ekonomi dan stabilitas sosial. Mereka adalah konsumen utama yang mendorong permintaan domestik, berkontribusi signifikan terhadap pendapatan negara melalui pajak, dan memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan sosial. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah dan kesejahteraan kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada perekonomian nasional, tetapi juga berpotensi menimbulkan keresahan sosial yang lebih luas.
Penurunan Jumlah Kelas Menengah
Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan diolah oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), jumlah kelas menengah di Indonesia telah menurun secara signifikan sejak tahun 2018. Pada tahun tersebut, kelas menengah di Indonesia mencapai 60 juta orang, atau sekitar 23 persen dari total populasi. Namun, data terbaru dari tahun 2023 menunjukkan penurunan jumlah tersebut menjadi 52 juta orang, atau hanya 18,8 persen dari total populasi. Artinya, dalam kurun waktu lima tahun, sekitar 8,5 juta orang mengalami penurunan status dari kelas menengah menjadi calon kelas menengah atau bahkan masuk ke dalam kategori rentan.
Pergeseran ke Calon Kelas Menengah dan Kelompok Rentan
Selain penurunan jumlah kelas menengah, terdapat peningkatan signifikan dalam jumlah penduduk yang masuk dalam kategori calon kelas menengah dan kelompok masyarakat rentan. Proporsi penduduk calon kelas menengah meningkat dari 49,6 persen pada tahun 2018 menjadi 53,4 persen, atau setara dengan 144 juta orang pada tahun 2023. Di sisi lain, proporsi kelompok masyarakat rentan juga meningkat dari 18,9 persen pada tahun 2018 menjadi 20,3 persen pada tahun 2023. Teuku Riefky, peneliti LPEM FEB UI, mengindikasikan bahwa perubahan ini menunjukkan pergeseran dari individu yang sebelumnya masuk dalam kelas menengah menjadi calon kelas menengah atau bahkan rentan.
Faktor Penyebab Penurunan
Salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan populasi kelas menengah adalah melemahnya daya beli kelompok tersebut. Data dari Susenas BPS menunjukkan bahwa penurunan daya beli ini terjadi akibat berbagai alasan, termasuk perlambatan ekonomi, inflasi, dan kebijakan ekonomi yang kurang berpihak kepada kelas menengah. Melemahnya daya beli ini berakibat pada penurunan kemampuan konsumsi dan investasi dari kelas menengah, yang pada gilirannya berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Perlambatan Ekonomi dan Inflasi
Perlambatan ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah mengurangi pendapatan dan peluang kerja bagi banyak orang di kelas menengah. Inflasi yang tinggi juga telah mengikis daya beli masyarakat, membuat harga barang dan jasa meningkat lebih cepat daripada kenaikan pendapatan. Hal ini menyebabkan banyak keluarga kelas menengah kesulitan untuk mempertahankan standar hidup mereka.
Baca juga : Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Baca juga : Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Baca juga : Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Kebijakan Ekonomi yang Kurang Berpihak
Selain itu, kebijakan ekonomi yang kurang berpihak kepada kelas menengah juga turut berkontribusi terhadap penurunan daya beli mereka. Kebijakan perpajakan yang lebih menekankan pada pajak konsumsi, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dapat membebani kelas menengah yang merupakan konsumen utama. Sementara itu, program-program bantuan sosial seringkali lebih fokus pada kelompok masyarakat miskin, sementara kebutuhan kelas menengah kurang mendapat perhatian.
Dampak pada Perekonomian Nasional
Penurunan jumlah kelas menengah dan melemahnya daya beli mereka memiliki dampak signifikan pada perekonomian nasional. Kelas menengah dikenal sebagai penggerak utama konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dengan berkurangnya jumlah kelas menengah yang mampu berbelanja, tingkat konsumsi domestik menurun, mengakibatkan perlambatan dalam sektor ritel dan jasa. Selain itu, penurunan investasi dari kelas menengah juga mempengaruhi sektor-sektor lain, termasuk properti dan pendidikan.
Sektor Ritel dan Jasa
Penurunan daya beli kelas menengah berdampak langsung pada sektor ritel dan jasa. Toko-toko, restoran, dan penyedia layanan lainnya melihat penurunan penjualan dan pendapatan karena konsumen dari kelas menengah mengurangi pengeluaran mereka. Hal ini dapat menyebabkan penutupan bisnis, pemutusan hubungan kerja, dan peningkatan pengangguran.
Sektor Properti
Kelas menengah juga merupakan pembeli utama properti residensial. Penurunan daya beli mereka berarti lebih sedikit orang yang mampu membeli rumah atau apartemen, yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan sektor properti. Pengembang properti mungkin menunda atau membatalkan proyek-proyek baru, yang berdampak pada sektor konstruksi dan tenaga kerja terkait.
Pendidikan dan Kesehatan
Pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan juga terkena dampak. Banyak keluarga kelas menengah mungkin harus menarik anak-anak mereka dari sekolah swasta atau mengurangi investasi dalam pendidikan tinggi karena keterbatasan anggaran. Demikian pula, mereka mungkin menunda atau menghindari perawatan kesehatan yang tidak mendesak, yang dapat berdampak jangka panjang pada kesejahteraan mereka.
Antisipasi dan Kebijakan yang Diperlukan
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kebijakan yang proaktif dan berpihak kepada kelas menengah. Pemerintah perlu fokus pada upaya peningkatan daya beli masyarakat melalui berbagai cara, termasuk peningkatan upah minimum, pengendalian inflasi, serta penyediaan insentif pajak bagi kelas menengah. Selain itu, program-program pelatihan dan peningkatan keterampilan juga penting untuk memastikan bahwa kelas menengah memiliki kesempatan untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Peningkatan Upah dan Pengendalian Inflasi
Langkah pertama yang dapat diambil adalah peningkatan upah minimum untuk membantu meningkatkan daya beli kelas menengah. Pemerintah juga harus mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan inflasi, seperti melalui kebijakan moneter yang ketat dan pengawasan harga barang kebutuhan pokok.
Insentif Pajak
Penyediaan insentif pajak bagi kelas menengah dapat membantu meringankan beban keuangan mereka. Misalnya, pengurangan tarif pajak penghasilan atau pemberian kredit pajak untuk pengeluaran tertentu, seperti pendidikan dan kesehatan, dapat memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi kelas menengah.
Pelatihan dan Peningkatan Keterampilan
Program pelatihan dan peningkatan keterampilan juga penting untuk memastikan bahwa kelas menengah memiliki akses ke pekerjaan yang lebih baik dan peluang pendapatan yang lebih tinggi. Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta dan lembaga pendidikan untuk menyediakan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini.
Kondisi Sosial dan Potensi Keresahan
Penurunan kelas menengah tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga pada kondisi sosial. Kelas menengah yang tidak sejahtera dapat menjadi sumber keresahan sosial yang signifikan. Ketidakpuasan mereka terhadap kondisi ekonomi dapat memicu protes dan ketidakstabilan politik. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mendengarkan aspirasi kelas menengah dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil dapat memberikan manfaat nyata bagi mereka.
Ketidakpuasan dan Protes
Ketidakpuasan kelas menengah terhadap kondisi ekonomi dapat memicu protes dan gerakan sosial. Mereka yang merasa bahwa upaya mereka untuk meningkatkan kualitas hidup tidak dihargai atau diperhatikan oleh pemerintah mungkin akan mengekspresikan ketidakpuasan mereka melalui aksi protes atau gerakan politik.
Ketidakstabilan Politik
Kelas menengah yang tidak puas juga dapat berkontribusi pada ketidakstabilan politik. Dalam banyak kasus, gerakan politik yang signifikan dimulai dari ketidakpuasan kelas menengah yang merasa bahwa sistem politik dan ekonomi tidak lagi mewakili kepentingan mereka. Hal ini dapat mengarah pada perubahan politik yang mendadak dan tidak terduga.
Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia merupakan lampu kuning yang perlu diantisipasi dengan serius. Kelas menengah memiliki peran penting dalam perekonomian dan stabilitas sosial. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan daya beli dan kesejahteraan kelas menengah. Kebijakan yang proaktif, inklusif, dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kelas menengah tetap menjadi penggerak utama perekonomian dan tetap sejahtera dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat mengembalikan kekuatan kelas menengahnya dan memastikan masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyatnya. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung