Jakarta, Kowantaranews.com -Kasus yang melibatkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, telah menarik perhatian publik dan menimbulkan perdebatan di kalangan hukum dan masyarakat. Persoalan ini bermula dari dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ghufron pada tahun 2022, di mana ia dituduh melakukan intervensi untuk memindahkan seorang aparatur sipil negara (ASN) yang merupakan menantu dari kenalannya, dari Jakarta ke Malang. Tindakan ini, yang dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang, menjadi pemicu serangkaian proses hukum dan perdebatan panjang mengenai batasan etika dan kekuasaan di lembaga antikorupsi.
Dugaan Pelanggaran Etik: Kasus Kepindahan ASN
Dugaan pelanggaran etik ini bermula ketika Ghufron menghubungi Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, pada 15 Maret 2022, untuk mengurus kepindahan seorang ASN. Kepindahan tersebut awalnya ditolak, namun setelah adanya campur tangan dari Ghufron, Kementerian Pertanian akhirnya mengabulkan permintaan tersebut. Peristiwa ini kemudian dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada 8 Desember 2023, lebih dari satu tahun setelah dugaan pelanggaran tersebut terjadi.
Dalam proses pemeriksaan yang dilakukan Dewas KPK, Ghufron mengajukan pembelaan bahwa kasus tersebut sudah kedaluwarsa berdasarkan Pasal 23 Peraturan Dewas Nomor 4 Tahun 2021. Pasal ini menyatakan bahwa laporan pelanggaran etik dinyatakan kedaluwarsa jika laporan tersebut tidak diajukan dalam waktu satu tahun sejak terjadinya atau diketahuinya dugaan pelanggaran. Namun, Dewas tetap melanjutkan pemeriksaan, yang berujung pada putusan yang seharusnya dibacakan pada 21 Mei 2024.
Perdebatan Hukum: PTUN dan MA
Dalam upaya untuk menghentikan proses hukum terhadap dirinya, Ghufron mengajukan dua gugatan hukum, yakni ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA). Gugatan pertama diajukan ke PTUN pada 24 April 2024, diikuti dengan gugatan ke MA sehari setelahnya. Ghufron berargumen bahwa Dewas tidak memiliki wewenang untuk mengusut kasus tersebut karena dugaan pelanggaran etik sudah kedaluwarsa.
Namun, pada 19 Agustus 2024, MA menolak permohonan uji materi yang diajukan oleh Ghufron. Penolakan ini menegaskan bahwa Dewas KPK memiliki kewenangan untuk mengusut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ghufron. Meskipun begitu, Dewas KPK memutuskan untuk menunda pembacaan putusan etik, menunggu putusan final dari PTUN yang dijadwalkan akan diumumkan pada 3 September 2024.
Keputusan Dewas untuk menunda pembacaan putusan meski telah ada putusan dari MA menuai kritik dari berbagai kalangan. Herdiansyah Hamzah, seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, menilai bahwa penolakan gugatan di MA semestinya menjadi dasar yang kuat bagi Dewas untuk segera membacakan hasil putusan etik. Menurutnya, PTUN harus tunduk pada putusan MA, mengingat MA berada di atas PTUN dalam hierarki peradilan di Indonesia. Herdiansyah menekankan bahwa Dewas seharusnya segera melaksanakan putusan tersebut untuk memastikan adanya kepastian hukum.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Yudi Purnomo Harahap, mantan penyidik KPK. Ia menyatakan bahwa proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etik Ghufron sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga keputusan MA menjadi rujukan yang kuat bagi Dewas. Yudi menambahkan bahwa PTUN seharusnya mempertimbangkan putusan MA dalam memutuskan perkara Ghufron, guna menjaga integritas proses hukum di Indonesia.
Baca juga : Pengadilan Negeri Cirebon: Saka Tatal Ajukan PK, Ahli Hukum Sebut Saksi Pencabut Keterangan Layak Dihargai
Baca juga : Paramadina Democracy Forum Seri ke-8 “Etika Pejabat Publik dan Demoralisasi Birokrasi”
Baca juga : Padagang Putu Brebes Juga Setuju RUU Perampasan Aset Segera Diundangkan
Dampak pada Lembaga KPK dan Proses Seleksi Pimpinan Baru
Kasus ini tidak hanya mempengaruhi citra Ghufron sebagai Wakil Ketua KPK, tetapi juga berpotensi memberikan dampak yang lebih luas terhadap lembaga KPK itu sendiri. Dewan Pengawas KPK di bawah pimpinan Tumpak Hatorangan Panggabean berada dalam posisi yang sulit, karena harus menjaga keseimbangan antara menegakkan kode etik dan mempertahankan legitimasi institusi di mata publik.
Denny Indrayana, seorang praktisi hukum tata negara, menyoroti bahwa penegakan kode etik tidak boleh terhambat oleh formalitas prosedural. Menurutnya, Dewas KPK seharusnya menerapkan pendekatan yang lebih progresif demi kepentingan publik, terutama dalam kasus yang melibatkan pejabat tinggi seperti Ghufron. Ia khawatir bahwa jika Dewas terus menunda pembacaan putusan hingga putusan PTUN keluar, proses ini akan memakan waktu yang lama dan berpotensi merugikan publik.
Kekhawatiran ini diperkuat oleh fakta bahwa Ghufron kembali mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK untuk periode 2024-2029. Hingga saat ini, ia telah lolos dalam tes administrasi dan tes tertulis. Jika proses penegakan etik ini tertunda hingga seleksi pimpinan baru selesai, ada kemungkinan bahwa proses hukum terhadap Ghufron akan kehilangan relevansinya. Denny Indrayana memperingatkan bahwa ketidakpastian hukum yang berkepanjangan akan merusak kepercayaan publik terhadap KPK sebagai lembaga antikorupsi yang independen.
M. Praswad Nugraha, Ketua IM57+ Institute, juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Ia menilai bahwa putusan MA yang menolak gugatan Ghufron seharusnya menjadi alasan kuat bagi Panitia Seleksi (Pansel) untuk mempertimbangkan kembali pencalonan Ghufron sebagai pimpinan KPK. Menurut Praswad, fakta bahwa Ghufron tengah menghadapi masalah etik yang serius sudah cukup menjadi alasan bagi Pansel untuk mencoret namanya dari daftar calon pimpinan KPK. Ia menegaskan bahwa Pansel harus bertindak tegas demi menjaga integritas proses seleksi dan reputasi KPK.
Implikasi dan Penutup
Kasus Nurul Ghufron menjadi contoh nyata bagaimana perdebatan hukum dan etika bisa berpotensi mempengaruhi jalannya penegakan hukum di Indonesia. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk menjaga integritas dan kredibilitas lembaga-lembaga penegak hukum seperti KPK. Namun, di sisi lain, proses hukum yang berlarut-larut dan penuh dengan manuver prosedural bisa merusak kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.
Keputusan Dewas KPK untuk menunda pembacaan putusan etik hingga putusan PTUN keluar menunjukkan betapa kompleksnya dilema yang mereka hadapi. Sementara sebagian pihak mendesak agar Dewas segera mengambil tindakan berdasarkan putusan MA, yang lain mendukung langkah Dewas untuk menunggu hasil final dari PTUN. Apapun hasilnya nanti, kasus ini akan menjadi preseden penting dalam upaya menegakkan etika dan hukum di Indonesia, terutama di lembaga seberat KPK.
Ke depan, penting bagi KPK dan lembaga-lembaga penegak hukum lainnya untuk terus menjaga integritas mereka dengan memastikan bahwa setiap proses hukum dilakukan secara transparan, adil, dan tanpa intervensi dari pihak manapun. Keterbukaan dan kejujuran dalam penegakan kode etik akan menjadi kunci dalam mempertahankan kepercayaan publik dan memperkuat fondasi demokrasi di Indonesia. Kasus ini juga menggarisbawahi pentingnya reformasi dalam proses seleksi dan pengawasan terhadap pejabat publik, untuk memastikan bahwa mereka yang diberi kepercayaan untuk menegakkan hukum adalah individu yang benar-benar berintegritas dan bebas dari pelanggaran etik. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait
Purwokerto Calon Ibu Kota Provinsi Banyumasan: Inilah Wilayah yang Akan Bergabung
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung
Gurihnya Coto Makassar Legendaris di Air Mancur Bogor, Yuk ke Sana