• Ming. Jan 26th, 2025

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Dilema Pajak: Mengurangi Ambang Batas PKP untuk Meningkatkan Penerimaan, Tapi Menghimpit UKM

ByAdmin

Des 19, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan untuk menurunkan ambang batas Pengusaha Kena Pajak (PKP), dari Rp 4,8 miliar per tahun menjadi Rp 3,6 miliar per tahun. Kebijakan ini dirancang untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan negara, terutama di tengah situasi keuangan yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi. Namun, di balik niat baik untuk memperbaiki keadaan keuangan negara, kebijakan ini memunculkan dilema yang kompleks, terutama bagi sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Kebijakan ini dapat menambah beban bagi pelaku usaha yang selama ini terbebas dari kewajiban pajak. Dengan penurunan ambang batas ini, banyak pelaku UKM yang akan dikenakan pajak, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kelangsungan usaha mereka.

Pemerintah dan Target Penerimaan Pajak

Di tengah tantangan global dan domestik, penerimaan pajak menjadi salah satu instrumen utama yang diandalkan pemerintah untuk membiayai program pembangunan dan menjaga stabilitas keuangan negara. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk mencari cara agar dapat meningkatkan penerimaan pajak. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan menurunkan ambang batas untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pada saat ini, pengusaha yang memiliki omset tahunan di bawah Rp 4,8 miliar tidak diwajibkan untuk membayar pajak. Namun, dengan rencana penurunan ambang batas ini, pengusaha dengan omset tahunan di atas Rp 3,6 miliar akan dikenakan pajak. Rencana ini diyakini dapat memperluas basis pajak, memperbaiki kepatuhan pajak, dan mengurangi ketergantungan pada sumber penerimaan lainnya, seperti utang luar negeri atau pinjaman.

Pemerintah meyakini bahwa penurunan ambang batas PKP akan memungkinkan lebih banyak UKM untuk berkontribusi dalam sistem perpajakan, yang akan membantu menyeimbangkan anggaran negara, yang saat ini mengalami defisit. Selain itu, kebijakan ini juga sejalan dengan rekomendasi dari lembaga-lembaga ekonomi internasional, seperti Bank Dunia dan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang mendukung perluasan basis pajak di negara berkembang untuk meningkatkan daya saing dan keadilan fiskal.

Namun, meskipun terlihat sebagai langkah yang rasional dalam konteks fiskal, kebijakan ini membawa risiko terhadap sektor UKM yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Dampak Penurunan Ambang Batas PKP bagi UKM

UKM di Indonesia adalah sektor yang sangat penting dalam perekonomian. Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, UKM menyumbang lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap lebih dari 97% tenaga kerja di Indonesia. UKM juga menjadi penggerak utama dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan distribusi kesejahteraan yang lebih merata di seluruh wilayah.

Namun, banyak pelaku UKM yang tidak memiliki sumber daya untuk mematuhi kewajiban pajak yang lebih ketat. Mereka mungkin belum memiliki sistem akuntansi yang memadai, dan sebagian besar hanya mengandalkan usaha kecil tanpa dukungan administratif yang kuat. Dengan penurunan ambang batas PKP, banyak pelaku UKM yang selama ini tidak terbebani pajak akan diminta untuk membayar pajak, yang bisa menambah beban biaya operasional mereka.

Beberapa pelaku UKM juga khawatir bahwa pajak yang dikenakan akan mempengaruhi kemampuan mereka untuk berkembang. Beban pajak yang lebih tinggi mungkin akan mengurangi margin keuntungan mereka, yang pada gilirannya dapat menghambat rencana ekspansi atau pengembangan produk baru. Dalam banyak kasus, pajak dapat menjadi penghalang bagi pertumbuhan usaha kecil yang seharusnya mendapatkan dukungan lebih banyak untuk berkembang.

Selain itu, pemerintah tidak hanya menurunkan ambang batas PKP, tetapi juga berencana untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di sektor pajak. Ini berarti bahwa pelaku UKM harus menghadapi peningkatan pengawasan yang bisa mempersulit operasional mereka. Beberapa pelaku usaha bahkan khawatir bahwa mereka akan menghadapi kesulitan dalam memenuhi kewajiban perpajakan karena kurangnya pemahaman mengenai peraturan pajak yang baru.

Baca juga : 50 Ribu Warteg se-Jabodetabek Siap Menjadi Ikon Kuliner Halal Nusantara Bersama Babe Haikal

Baca juga : Warteg Se-Jabodetabek Siap Jadi Ikon Kuliner Halal Nusantara, Babe Haikal Pimpin Revolusi Halal!

Baca juga : Galeri Pemasangan Stiker Dua Koperasi INKOPPOL dan KOWANTARA di Warteg Warmo Tebet

Keberlanjutan UKM dalam Kondisi Tertentu

Penurunan ambang batas PKP ini bisa menjadi pukulan besar bagi UKM yang sudah berjuang untuk bertahan hidup, terutama di masa-masa pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap UKM, dengan banyak dari mereka mengalami penurunan omzet yang tajam, bahkan ada yang terpaksa tutup. Di tengah ketidakpastian ini, memberikan beban tambahan berupa kewajiban pajak bisa semakin menekan kelangsungan usaha mereka.

Namun, di sisi lain, ada juga pelaku UKM yang menyambut baik penurunan ambang batas ini. Mereka percaya bahwa dengan kontribusi mereka dalam sistem perpajakan, mereka bisa mendapatkan lebih banyak manfaat dalam bentuk infrastruktur yang lebih baik, akses ke fasilitas pendanaan, serta kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan usaha. Beberapa UKM yang sudah memiliki sistem akuntansi yang baik dan lebih terorganisir, mungkin tidak merasa kesulitan dengan kebijakan ini dan dapat melihatnya sebagai peluang untuk memperbaiki manajemen keuangan mereka.

Upaya Pemerintah untuk Mendukung UKM

Pemerintah menyadari bahwa UKM tidak dapat diberi beban yang berlebihan, terutama dalam situasi ekonomi yang sulit. Oleh karena itu, meskipun ada kebijakan penurunan ambang batas PKP, pemerintah juga berencana memberikan pelatihan dan pendampingan kepada pelaku UKM untuk mempermudah mereka dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Selain itu, pemerintah juga menyediakan berbagai insentif dan program bantuan untuk meringankan beban UKM, seperti kredit usaha rakyat (KUR), subsidi bunga, dan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu UKM untuk tetap tumbuh dan berkembang meskipun mereka harus menghadapi kewajiban pajak yang baru.

Namun, pemerintah harus lebih hati-hati dalam merancang kebijakan ini agar tidak membebani UKM secara berlebihan. Penurunan ambang batas PKP harus diimbangi dengan upaya serius untuk memberikan pelatihan, sosialisasi, dan fasilitas yang memadai agar UKM dapat mematuhi kewajiban pajak tanpa merasa terbebani. Selain itu, pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat harus dilakukan dengan cara yang tidak merugikan pelaku usaha kecil, tetapi justru mendorong mereka untuk menjadi lebih patuh terhadap kewajiban perpajakan.

Antara Keadilan Pajak dan Dukungan bagi UKM

Kebijakan penurunan ambang batas PKP memang memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan pajak negara, memperluas basis pajak, dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil. Namun, kebijakan ini juga memiliki dampak negatif bagi sektor UKM yang sudah tertekan oleh berbagai tantangan ekonomi. Pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara keadilan fiskal dan keberlanjutan sektor UKM.

Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa pelaku UKM mendapatkan dukungan yang cukup agar mereka dapat beradaptasi dengan perubahan kebijakan pajak ini. Tanpa dukungan yang memadai, penurunan ambang batas PKP bisa berisiko merugikan UKM dan membebani mereka lebih lanjut, alih-alih memberikan manfaat yang diharapkan. Keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan UKM sambil memperkuat sistem perpajakan negara. By Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait :

50 Ribu Warteg se-Jabodetabek Siap Menjadi Ikon Kuliner Halal Nusantara Bersama Babe Haikal

Warteg Se-Jabodetabek Siap Jadi Ikon Kuliner Halal Nusantara, Babe Haikal Pimpin Revolusi Halal!

Komunitas Warteg Merah Putih Bagikan 10.000 Nasi Kotak untuk Warga DKI Jakarta

Kotak Kosong: Pukulan Telak bagi Demokrasi yang Dikangkangi Elite!

Revolusi Kotak Kosong! Perlawanan Masyarakat Brebes Guncang Pilkada dengan Gerakan Anti-Calon Tunggal

Karang Taruna, Pencetak Generasi Pemimpin Masa Depan

Ternate dalam Waspada: Curah Hujan Masih Tinggi, Banjir Susulan Mengancam

Ekspor Bawang Merah Brebes: Langkah Strategis untuk Stabilitas Harga dan Peningkatan Kesejahteraan Petani

Pengadilan Negeri Cirebon: Saka Tatal Ajukan PK, Ahli Hukum Sebut Saksi Pencabut Keterangan Layak Dihargai

Purwokerto Calon Ibu Kota Provinsi Banyumasan: Inilah Wilayah yang Akan Bergabung

Diskusi Kelompok Terarah di DPR-RI: Fraksi Partai NasDem Bahas Tantangan dan Peluang Gen Z dalam Pasar Kerja Global

Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer

Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung

Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah

Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *