Jakarta, Kowantaranews.com -Dalam perpolitikan bisnis di Indonesia, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dikenal sebagai salah satu institusi paling penting. Sebagai wadah bagi para pengusaha, Kadin memiliki peran strategis dalam memperkuat hubungan antara pemerintah dan sektor swasta. Namun, seperti banyak organisasi besar lainnya, Kadin tidak terhindar dari drama internal yang kerap terjadi saat proses pergantian kepemimpinan. Dalam sebuah episode terbaru, yang tak kalah menarik dibandingkan drama politik nasional, Anindya Bakrie, putra konglomerat Aburizal Bakrie, ditetapkan sebagai Ketua Umum Kadin yang baru melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 14 September 2024. Namun, penetapan ini langsung memicu gelombang penolakan dari lebih dari 20 Kadin provinsi.
Munaslub ala “Keluarga Besar”
Kadin dikenal sebagai rumah besar bagi berbagai asosiasi pengusaha di Indonesia. Organisasi ini bukan hanya melayani kepentingan ekonomi nasional tetapi juga sering kali memainkan peran penting dalam menjaga kestabilan politik dan ekonomi negara. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika suksesi kepemimpinan dalam Kadin menjadi isu yang sangat sensitif dan kadang penuh intrik.
Munaslub yang menetapkan Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kadin pada 14 September 2024 dilaksanakan di Hotel St. Regis, Kuningan, Jakarta. Anindya terpilih secara aklamasi oleh 28 perwakilan Kadin provinsi serta 25 utusan asosiasi pengusaha nasional yang hadir. Mereka memberikan dukungan penuh kepada Anindya, yang disebut-sebut sebagai calon paling tepat untuk menggantikan Arsjad Rasjid, Ketua Umum Kadin sebelumnya.
Namun, apa yang di atas kertas tampak sebagai proses suksesi yang lancar ternyata tidak sepenuhnya diterima oleh semua pihak. Munaslub ini digelar dengan kondisi di mana lebih dari 20 Kadin provinsi secara tegas menolak pelaksanaannya. Mereka menilai Munaslub ini tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin, yang menjadi landasan hukum utama dalam menjalankan organisasi. Di antara mereka yang vokal dalam menolak Munaslub ini adalah Ketua Kadin Kalimantan Selatan, Shinta Laksmi Dewi.
Dalam pernyataannya, Shinta menyebut bahwa sebelum Munaslub dapat digelar, harus ada prosedur yang mengikuti AD/ART Kadin. Salah satunya adalah melibatkan seluruh pengurus Kadin provinsi dalam permintaan Munaslub yang diajukan di forum resmi. Namun, ia mengklaim bahwa hal ini tidak dilakukan oleh pihak penyelenggara. Menurut Shinta, Munaslub hanya bisa diajukan jika ada pelanggaran prinsip yang dilakukan oleh pengurus Kadin pusat. “(Munaslub bisa diajukan) apabila terjadi cacat dalam pelaksanaan keketuaan atau pelanggaran fatal. Namun, ini tidak terjadi sama sekali. Kami tidak bicara tentang Arsjad atau Anindya. Bukan person-nya, tetapi tentang apa yang tertuang dalam AD/ART,” kata Shinta.
Lebih lanjut, Shinta mempertanyakan validitas keterwakilan daerah dalam Munaslub tersebut. Menurutnya, perwakilan yang hadir dalam Munaslub tidak mencerminkan suara mayoritas provinsi di Indonesia. Bahkan, ia menyebut ada lebih dari 20 pengurus Kadin provinsi yang menolak Munaslub ini. Dengan kata lain, menurut kubu penolak, Munaslub tersebut tidak memiliki legitimasi yang kuat untuk mengganti kepemimpinan Kadin.
Baca juga : Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara
Baca juga : Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia
Baca juga : Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Konflik Internal: AD/ART dan Legitimasi
Penolakan yang disampaikan oleh Shinta dan lebih dari 20 pengurus Kadin provinsi lainnya memperlihatkan bahwa konflik ini bukan sekadar soal siapa yang menjadi Ketua Umum, tetapi lebih pada soal legitimasi dan proses. Di dalam sebuah organisasi sebesar Kadin, AD/ART menjadi fondasi utama untuk menjalankan segala proses organisasi, termasuk suksesi kepemimpinan. Oleh karena itu, setiap pelanggaran terhadap AD/ART dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap integritas organisasi.
Munaslub yang digelar pada 14 September ini menimbulkan pertanyaan serius terkait apakah aturan-aturan dalam AD/ART telah diikuti dengan baik. Sejumlah pengurus provinsi menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran fatal yang dilakukan oleh Arsjad Rasjid sebagai Ketua Umum sehingga Munaslub ini dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Bahkan, beberapa dari mereka menuding bahwa Munaslub ini adalah bagian dari agenda politik tertentu yang tidak sepenuhnya mewakili kepentingan para pengusaha di Indonesia.
Sementara itu, di pihak lain, para pendukung Munaslub mengklaim bahwa pergantian ketua umum ini dibutuhkan untuk memperlancar hubungan antara Kadin dan pemerintah, terutama dalam masa transisi kepemimpinan nasional pasca Pemilihan Presiden 2024. Bambang Soesatyo, Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kadin Indonesia yang hadir dalam Munaslub, menyatakan bahwa ada kebutuhan di internal Kadin untuk memperkuat posisi organisasi sebagai mitra strategis pemerintah. Menurutnya, di bawah kepemimpinan Arsjad Rasjid, hubungan antara Kadin dan pemerintah tidak lagi seharmonis yang diharapkan, terutama setelah pilpres. Dengan terpilihnya Anindya, diharapkan Kadin bisa kembali menjadi mitra yang solid bagi pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih.
Namun, bagi kubu penolak Munaslub, argumen semacam ini tidak cukup untuk menjustifikasi pelanggaran AD/ART. Mereka khawatir bahwa proses yang cacat ini akan menciptakan preseden buruk bagi Kadin ke depannya. Sebagai organisasi yang mewakili ribuan pengusaha di Indonesia, Kadin harus dijalankan dengan integritas dan transparansi. Jika Munaslub ini dibiarkan berjalan tanpa dasar hukum yang kuat, para pengusaha di daerah bisa kehilangan kepercayaan terhadap Kadin pusat.
Pertemuan Konsolidasi: Arah Baru atau Perpecahan?
Merespons penetapan Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kadin melalui Munaslub, kubu penolak langsung bergerak untuk menggalang kekuatan. Shinta Laksmi Dewi mengungkapkan bahwa akan ada pertemuan formal antara para ketua Kadin provinsi pada Minggu, 15 September 2024. Pertemuan ini bertujuan untuk melakukan konsolidasi dan membahas langkah-langkah selanjutnya dalam merespons Munaslub tersebut.
“Besok (Minggu), kami akan bertemu untuk konsolidasi di Jakarta. Setelah itu, kami akan menyampaikan pernyataan pers secara resmi,” kata Shinta. Konsolidasi ini penting karena memperlihatkan bahwa kubu penolak Munaslub masih memiliki dukungan yang signifikan, terutama dari para pengurus Kadin di daerah. Bahkan, menurut laporan, ada 21 pengurus Kadin daerah yang secara tegas menolak Munaslub, termasuk Kadin dari provinsi besar seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Pertemuan konsolidasi ini bisa menjadi titik awal dari perlawanan yang lebih besar terhadap kepemimpinan Anindya Bakrie. Para pengurus Kadin provinsi yang menolak Munaslub bertekad untuk menjaga integritas organisasi dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil sesuai dengan AD/ART. Mereka khawatir bahwa jika proses ini dibiarkan berjalan tanpa peninjauan yang mendalam, maka masa depan Kadin sebagai organisasi yang independen akan terancam.
Anindya Bakrie: Masa Depan Kadin dalam Keluarga Besar?
Sebagai tokoh dari keluarga Bakrie, Anindya Bakrie sudah lama menjadi sorotan dalam dunia bisnis dan politik Indonesia. Sebagai putra dari Aburizal Bakrie, mantan Ketua Umum Golkar dan salah satu pengusaha paling berpengaruh di Indonesia, Anindya tidak asing dengan dinamika kekuasaan dan kepentingan. Terpilihnya Anindya sebagai Ketua Umum Kadin, meskipun penuh kontroversi, bisa jadi menandakan kembalinya pengaruh besar keluarga Bakrie dalam organisasi pengusaha terbesar di Indonesia.
Namun, tantangan besar menanti di depan. Anindya harus mampu menjawab keraguan dan kritik yang muncul dari lebih dari 20 Kadin provinsi yang menolak Munaslub. Jika dia gagal mengatasi konflik internal ini, Kadin bisa terpecah dan kehilangan posisinya sebagai mitra strategis pemerintah dan sektor swasta.
Masa depan Kadin di bawah kepemimpinan Anindya Bakrie akan sangat tergantung pada kemampuannya untuk merangkul semua pihak dan membangun kembali kepercayaan yang tergerus oleh proses Munaslub yang kontroversial ini. *Mukroni
Foto Sindonews
- Berita Terkait :
Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara
Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung