Jakarta, Kowantaranews.com -Pemerintah Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang akan menjadi modal awal bagi pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dengan total belanja negara sebesar Rp 3.621,3 triliun, APBN ini disebut-sebut sebagai salah satu anggaran terbesar dalam sejarah Indonesia. Namun, meski terlihat “jumbo” di atas kertas, banyak pengamat yang meragukan apakah APBN ini dapat memberikan stimulus yang signifikan untuk memperkuat perekonomian nasional di tahun-tahun mendatang.
Proses Penyusunan APBN 2025: Transisi yang Mulus atau Terburu-buru?
APBN 2025 akhirnya disetujui dalam rapat paripurna DPR pada 19 September 2024, setelah melalui proses pembahasan intens selama kurang lebih empat bulan. Semua fraksi di DPR memberikan persetujuan, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyampaikan 37 catatan kritis terkait target pertumbuhan ekonomi yang dipatok sebesar 5,2%. Meski catatan tersebut diakui, kesepakatan tetap dicapai, dan APBN ini siap menjadi fondasi bagi pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan segera memulai tugasnya.
Penyusunan APBN 2025 ini dirancang untuk memastikan transisi yang mulus antara pemerintahan Joko Widodo dan pemerintahan yang baru. Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, dari Fraksi PDI-P, menjelaskan bahwa proses penyusunan anggaran ini sengaja dibuat fleksibel untuk memberikan ruang bagi Prabowo dan Gibran dalam menjalankan program-program prioritas mereka. Salah satu langkah besar yang dilakukan adalah pengalokasian anggaran untuk kementerian dan lembaga baru yang akan dibentuk di bawah pemerintahan Prabowo, tanpa perlu melalui mekanisme revisi anggaran (APBN-P).
Meski langkah ini dimaksudkan untuk mempercepat laju pemerintahan baru, beberapa pihak menganggap keputusan ini terlalu terburu-buru. “Anggaran untuk kementerian dan lembaga baru seharusnya dibahas lebih mendalam untuk memastikan bahwa sumber daya yang dialokasikan benar-benar digunakan secara optimal dan akuntabel,” ujar seorang pengamat ekonomi yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pos Belanja yang Membengkak: APBN Terbesar, Defisit yang Melebar
Dari sisi pendapatan, APBN 2025 mematok target penerimaan negara sebesar Rp 3.005,12 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 2.490,9 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 513,6 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp 581,1 miliar. Sementara itu, belanja negara mencapai Rp 3.621,3 triliun, meningkat 8,9% dari anggaran belanja tahun 2024 yang sebesar Rp 3.325,1 triliun.
Dengan postur anggaran seperti ini, defisit APBN 2025 melebar hingga 2,53% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), mendekati batas aman 3%. Ini menjadi salah satu catatan penting bagi para ekonom yang mengkhawatirkan kemampuan pemerintah dalam menjaga kesehatan fiskal negara.
Pos belanja dalam APBN 2025 didominasi oleh belanja untuk kementerian dan lembaga (K/L) yang mencapai Rp 1.160 triliun, meningkat dari Rp 976,7 triliun pada tahun sebelumnya. Sementara itu, belanja non-K/L turun menjadi Rp 1.541,3 triliun dari Rp 1.716,3 triliun pada 2024. Transfer ke daerah juga mengalami peningkatan menjadi Rp 919,8 triliun.
Meski demikian, beberapa pengamat menilai bahwa porsi belanja yang ada dalam APBN ini tidak terlalu produktif. Salah satu contohnya adalah alokasi pembayaran bunga utang yang membengkak hingga Rp 552,8 triliun. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggaran justru dihabiskan untuk membayar kewajiban utang, bukan untuk investasi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Baca juga : “Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Baca juga : Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Baca juga : Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Program Prioritas Prabowo-Gibran: Solusi atau Beban?
Salah satu elemen yang menonjol dari APBN 2025 adalah anggaran untuk program-program prioritas Prabowo-Gibran, yang sering disebut sebagai program “quick win.” Program ini diharapkan memberikan dampak langsung bagi masyarakat dan memperkuat citra pemerintahan baru dalam periode awal kekuasaan mereka. Total anggaran yang dialokasikan untuk program “quick win” ini mencapai Rp 115 triliun.
Beberapa program yang masuk dalam kategori “quick win” antara lain adalah Makan Bergizi Gratis dengan anggaran Rp 71 triliun, pemeriksaan kesehatan gratis Rp 3,2 triliun, pembangunan rumah sakit di daerah Rp 1,8 triliun, renovasi sekolah Rp 20 triliun, pembangunan sekolah unggulan terintegrasi Rp 4 triliun, dan program ketahanan pangan Rp 15 triliun.
Meski terdengar ambisius, banyak ekonom yang meragukan efektivitas jangka pendek dari program-program ini. Teuku Riefky, peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, menyebut bahwa dampak program prioritas tersebut terhadap perekonomian baru akan terasa dalam jangka panjang. “Program-program ini lebih ditujukan untuk membangun fondasi jangka panjang, bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam waktu dekat,” ujarnya.
Selain itu, beberapa program prioritas ini dinilai kurang memberikan dampak langsung terhadap ekonomi lokal. Awalil Rizky, ekonom dari Bright Institute, mencontohkan bahwa program Makan Bergizi Gratis kemungkinan akan lebih banyak mengandalkan bahan baku impor. Jika demikian, program ini tidak akan memberikan dorongan yang signifikan terhadap sektor pertanian atau industri dalam negeri.
Tantangan Implementasi: Fleksibilitas atau Kerentanan?
APBN 2025 memang dirancang dengan fleksibilitas untuk mengakomodasi kebutuhan pemerintahan baru. Namun, fleksibilitas ini juga bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ruang anggaran yang disediakan pemerintah Jokowi untuk Prabowo-Gibran memungkinkan mereka untuk segera menjalankan program-program prioritas tanpa harus terkendala oleh proses revisi anggaran. Di sisi lain, fleksibilitas ini bisa menciptakan kerentanan jika tidak dikelola dengan baik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa penyusunan APBN 2025 dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan prinsip tata kelola keuangan negara yang akuntabel serta minim risiko. “Tidak semua keinginan bisa diwujudkan dalam APBN ini, tetapi kami berupaya memaksimalkan sumber daya yang ada untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers usai pengesahan APBN.
Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah baru akan menghadapi tantangan besar dalam memastikan bahwa APBN ini benar-benar mampu menjadi instrumen yang efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana memastikan bahwa alokasi anggaran yang ada, terutama untuk program “quick win,” dapat memberikan dampak langsung dan berkelanjutan bagi perekonomian.
Harapan yang Terbentur Realita
Dengan total belanja sebesar Rp 3.621,3 triliun, APBN 2025 tentu layak disebut sebagai anggaran “jumbo.” Namun, di balik angka-angka besar ini, pertanyaan utama yang muncul adalah sejauh mana APBN ini mampu memberikan stimulus yang signifikan untuk memperkuat perekonomian nasional, terutama di tengah tantangan global dan domestik yang semakin kompleks.
Program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran memang dirancang untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat, namun efektivitasnya masih diragukan oleh banyak pihak. Selain itu, porsi belanja yang cukup besar untuk membayar bunga utang dan kewajiban lainnya menjadi catatan serius yang harus diperhatikan oleh pemerintah.
Pada akhirnya, meski anggaran yang disusun untuk tahun 2025 terlihat sangat ambisius, realitas di lapangan mungkin tidak seindah harapan. Pemerintahan Prabowo-Gibran harus bekerja keras untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dialokasikan dalam APBN ini benar-benar digunakan untuk memajukan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung