Jakarta, Kowantaranews.com — Proses seleksi calon pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa jabatan 2024-2029 tengah berlangsung, dengan harapan besar dari publik untuk menemukan sosok yang tegas, berintegritas, dan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap KPK. Namun, di balik proses tersebut, berbagai tantangan terkait pengawasan internal dan etika publik mulai muncul ke permukaan, menunjukkan bahwa pengawasan ketat mungkin saja tidak sebanding dengan pelonggaran dalam hal etika kepemimpinan.
Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK berharap dapat menemukan sosok yang tak hanya tegas dalam mengawasi pimpinan KPK, tetapi juga mendorong perbaikan internal institusi ini yang belakangan kerap diterpa kritik. Dalam beberapa tahun terakhir, KPK berada dalam sorotan tajam publik, bukan hanya karena kasus-kasus korupsi yang ditangani, tetapi juga karena dinamika internal yang kerap menimbulkan kontroversi.
Pengawasan yang Ketat untuk Kembalikan Kepercayaan Publik
Proses seleksi calon anggota Dewan Pengawas KPK kali ini diadakan selama dua hari di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, di mana 20 kandidat menjalani sesi wawancara intensif dengan Pansel. Di antaranya, dua pewawancara tamu yang dikenal memiliki rekam jejak kuat dalam dunia hukum dan pemberantasan korupsi, Ningrum Natasya Sirait, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta Laode M Syarif, mantan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, turut mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendalam untuk menggali integritas dan independensi para kandidat.
Laode menekankan pentingnya pengawasan yang ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan di internal KPK. “Kalau pengawasan ketat, pimpinan KPK yang memiliki niat buruk bisa diantisipasi lebih awal,” tegas Laode seusai sesi wawancara. Menurutnya, pengawasan yang ketat dari Dewan Pengawas harus dilakukan sedini mungkin untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang, seperti gratifikasi atau konflik kepentingan di level pimpinan.
Harapan besar juga disematkan pada Dewan Pengawas untuk tidak hanya berperan sebagai pengawas pasif, tetapi juga aktif memberikan masukan untuk perbaikan internal KPK. Di bawah pengawasan yang tepat, Dewan Pengawas diharapkan bisa menjaga marwah KPK agar tetap kredibel di mata masyarakat.
Namun, sebagaimana idealnya, tugas Dewan Pengawas juga tidak boleh dipandang sebelah mata. Mereka harus mampu menjaga keseimbangan antara pengawasan yang ketat dan independensi dalam menjalankan tugas. Tantangan besar muncul ketika mereka diharapkan dapat memperbaiki institusi yang secara internal menghadapi banyak kendala, mulai dari ego sektoral hingga berbagai kepentingan politik.
Tantangan Pengawasan di Tengah Luberan Isu Etika
Proses seleksi yang berlangsung ini, meskipun tampak ketat di permukaan, juga diwarnai dengan munculnya isu-isu terkait etika. Dalam salah satu wawancara, Gusrizal, salah satu calon Dewan Pengawas KPK, dihadapkan pada pertanyaan tentang pernikahan mewah putranya dengan komika Kiky Saputri. Acara pernikahan yang dianggap ‘mewah’ ini dinilai oleh publik sebagai hal yang tidak selaras dengan semangat kesederhanaan yang diharapkan dari seorang pejabat publik yang berpotensi duduk di posisi pengawas lembaga anti-korupsi.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Gusrizal dengan tenang menyatakan bahwa ia telah mengetahui rincian biaya pernikahan dari putranya dan berjanji untuk menjaga agar keluarganya tidak terlibat dalam tindakan yang dapat mencoreng nama baik KPK. “Saya pastikan bahwa tidak ada yang disalahgunakan dalam pesta tersebut,” ucap Gusrizal saat menanggapi pertanyaan ini. Namun, bagi sebagian pihak, kejadian ini menyoroti adanya jarak antara pengawasan ketat yang diterapkan secara struktural dan pelonggaran dalam etika pribadi.
Hal ini juga menjadi sorotan dalam kasus lain, ketika Hamidah Abdurrachman, seorang calon anggota Dewan Pengawas lainnya, harus menjawab pertanyaan tentang pemberhentiannya dari jabatan di universitas tempatnya bekerja. Hamidah membela dirinya dengan menyebut bahwa pemberhentian tersebut terjadi karena kesalahan administratif yang melibatkan bawahannya, tetapi ia harus ikut bertanggung jawab atas kejadian tersebut. “Meski kesalahan bukan pada saya, saya terima tanggung jawab itu,” ujarnya.
Pansel Capim dan Dewan Pengawas KPK menegaskan pentingnya rekam jejak yang bersih dan komitmen tinggi untuk menjaga martabat KPK. Namun, pertanyaan yang muncul di benak publik adalah: apakah integritas struktural semata sudah cukup untuk mengembalikan kepercayaan pada KPK jika di dalamnya masih ada ketidaksesuaian etika di ranah pribadi?
Baca juga : Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?
Baca juga : Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah
Baca juga : 300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah
Proses Seleksi yang Singkat, Harapan yang Besar
Seleksi bagi calon anggota Dewan Pengawas KPK berlangsung dengan proses yang lebih cepat dibandingkan seleksi untuk calon pimpinan KPK. Masing-masing calon hanya diberi waktu sekitar 30 menit untuk wawancara, berbeda dengan calon pimpinan KPK yang mendapat waktu 40 menit per orang. Meskipun demikian, Pansel meyakini bahwa proses yang lebih singkat ini tidak mengurangi kualitas penilaian yang diberikan terhadap para calon.
Arif Satria, Wakil Ketua Pansel KPK, menekankan bahwa proses seleksi dilakukan dengan ketat tanpa membedakan antara calon anggota Dewan Pengawas dan calon pimpinan KPK. “Kami mengedepankan integritas dan rekam jejak, baik untuk Dewas maupun Pimpinan,” ujarnya. Arif juga menyatakan bahwa Pansel berharap dapat menemukan figur yang bisa menjalankan tugas Dewas dengan baik dan membantu KPK memulihkan kepercayaan publik yang sempat menurun.
Namun, meski Pansel berusaha keras memastikan integritas proses seleksi, jumlah pendaftar yang berminat menjadi calon anggota Dewan Pengawas jauh lebih sedikit dibandingkan calon pimpinan KPK. Hal ini menandakan bahwa jabatan Dewan Pengawas, meskipun strategis, tidak semenarik posisi pimpinan KPK di mata para profesional yang berpotensi. Sebagai catatan, jabatan Dewan Pengawas KPK memang diatur memiliki kewenangan yang lebih terbatas dibandingkan pimpinan KPK, namun perannya tetap sangat vital dalam menjaga jalannya roda organisasi KPK.
Marwah KPK di Persimpangan Jalan
Menyikapi kondisi yang ada, para pengamat menilai bahwa keberadaan Dewan Pengawas KPK yang kuat dan independen sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas dan kredibilitas KPK di mata publik. Di sisi lain, munculnya isu-isu terkait etika pribadi di kalangan calon anggota Dewan Pengawas memberikan tantangan tersendiri. Publik berharap bahwa siapa pun yang terpilih sebagai anggota Dewan Pengawas KPK tidak hanya mampu menjalankan tugasnya dengan baik, tetapi juga menjaga marwah institusi dengan menunjukkan keteladanan dalam kehidupan pribadi mereka.
Integritas, transparansi, dan komitmen dalam menjalankan tugas pengawasan menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap KPK, sebuah lembaga yang dibentuk dengan harapan besar untuk memerangi korupsi di Indonesia. Namun, pengawasan yang ketat harus disertai dengan kesadaran etis yang kuat dari setiap individu yang berada di dalamnya.
Apakah KPK mampu mempertahankan integritasnya dengan Dewan Pengawas yang memiliki pengawasan ketat namun kurang dalam hal etika pribadi? Jawabannya akan sangat bergantung pada hasil akhir dari proses seleksi ini, serta pada tindakan konkret yang akan diambil oleh para pengawas baru dalam menghadapi tantangan ke depan. Bagi publik, ini bukan sekadar soal struktural, melainkan soal prinsip dan integritas yang harus dijaga hingga ke akar-akarnya. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?
Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah
300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah
Munaslub: Ketika Kuorum Jadi Interpretasi Pribadi
Drama Munaslub: Ketika Kursi Ketua Kadin Jadi Rebutan, Hukum Cuma Penonton?
Anindya Bakrie Naik Tahta Kadin: Munaslub ala ‘Keluarga Besar’ yang Ditolak 20+ Provinsi
Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara
Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi