Jakarta, Kowantaranews.com -Keputusan kontroversial baru-baru ini dari pemerintah Indonesia untuk membuka kembali ekspor pasir laut memicu perdebatan panas antara para pendukung keuntungan ekonomi jangka pendek dan para aktivis lingkungan yang memperingatkan dampak lingkungan jangka panjang yang sangat serius. Dengan potensi keuntungan finansial yang tampak menggiurkan, banyak pihak mendukung kebijakan ini. Namun, ancaman terhadap kelestarian lingkungan laut, hilangnya keanekaragaman hayati, serta potensi kerusakan besar-besaran terhadap ekosistem pesisir yang sudah rapuh, menimbulkan pertanyaan apakah kebijakan ini akan memberikan manfaat yang setara dengan biaya yang harus ditanggung.
Pada akhir Agustus 2024, pemerintah mengeluarkan serangkaian regulasi yang memungkinkan dibukanya kembali ekspor pasir laut. Salah satu payung hukum yang mengatur kebijakan ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Dalam peraturan tersebut, pemerintah memberikan lampu hijau bagi eksploitasi pasir laut dan material sedimen lainnya untuk keperluan ekspor, selama kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pengesahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 dan 21 Tahun 2024 yang mengubah ketentuan terkait larangan ekspor barang, termasuk pasir laut, juga memperkuat langkah ini. Sementara itu, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) No 47/2024 memperjelas spesifikasi pasir yang bisa diekspor, menetapkan standar kualitas dengan kandungan silika maksimum sebesar 95 persen.
Bagi sejumlah kalangan, kebijakan ini menjadi solusi cepat untuk meningkatkan pendapatan negara dan memperlancar proses logistik, terutama untuk proyek reklamasi di dalam negeri yang membutuhkan sekitar 26 juta meter kubik pasir. Dalam beberapa bulan mendatang, berbagai izin reklamasi diperkirakan akan diterbitkan, sehingga permintaan pasir laut pun akan terus meningkat.
Manfaat Ekonomi Jangka Pendek
Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo, mengakui bahwa ekspor pasir laut dapat memberikan manfaat ekonomi jangka pendek, terutama dalam hal mendukung proyek reklamasi dan memperlancar jalur pelayaran. Ia juga menyebut bahwa kegiatan ini bisa memberikan keuntungan finansial bagi Indonesia. Pelabuhan seperti Tanjung Priok, yang melayani ratusan ribu peti kemas setiap bulannya, bisa mendapatkan manfaat langsung dari pasir laut sebagai material penting untuk memperkuat infrastruktur pelabuhan.
Bukan hanya itu, industri pertambangan juga diperkirakan akan mendapatkan angin segar dari ekspor pasir laut. Menurut data pemerintah, saat ini ada 66 perusahaan yang telah mendaftarkan diri untuk memperoleh konsesi penambangan pasir laut. Perusahaan-perusahaan ini nantinya akan bermitra dengan puluhan perusahaan kapal isap pasir laut dan perusahaan mitra reklamasi, baik dari dalam maupun luar negeri.
Tawaran besar bagi sektor ekonomi ini tak hanya berasal dari dalam negeri. Perusahaan-perusahaan asing dari Singapura, China, Malaysia, hingga Brunei Darussalam telah menyatakan ketertarikannya untuk membeli pasir laut Indonesia. Sementara itu, perusahaan kapal isap asing yang diusulkan berasal dari negara-negara seperti Belanda, Belgia, Jepang, dan Singapura.
Namun, dalam euforia ekonomi ini, muncul pertanyaan besar mengenai keberlanjutan kebijakan ini dalam jangka panjang. Meski Singgih mengakui adanya potensi keuntungan finansial, ia juga memperingatkan pentingnya kajian yang mendalam terkait potensi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi.
Baca juga : APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
Baca juga : “Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Baca juga : Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Ancaman Lingkungan yang Mengintai
Di balik janji keuntungan ekonomi, kerusakan lingkungan yang dihasilkan dari penambangan pasir laut adalah ancaman nyata yang tak bisa diabaikan. Pengambilan pasir laut dalam jumlah besar dapat menyebabkan perubahan signifikan pada dasar laut, yang pada gilirannya merusak ekosistem laut yang sensitif. Terumbu karang, yang menjadi rumah bagi berbagai spesies laut, sangat rentan terhadap kerusakan akibat pengerukan pasir. Vegetasi pantai juga terancam hilang, mempercepat proses abrasi di wilayah pesisir.
Penurunan kualitas air laut menjadi salah satu dampak paling serius yang sudah dirasakan di beberapa daerah. Abrasi pantai dan erosi juga menjadi masalah yang tak terelakkan. Di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, misalnya, abrasi pantai terjadi dengan laju sekitar dua meter per tahun. Fenomena ini telah berlangsung sejak tahun 2002, dengan intensitas yang semakin meningkat sejak 2010. Banyak penduduk lokal kehilangan tanah mereka karena lautan yang terus-menerus menggrogoti pesisir.
Di sisi lain, pengambilan pasir laut secara masif juga berpotensi mengganggu kehidupan sosial ekonomi nelayan yang bergantung pada sumber daya laut. Kebisingan dari aktivitas pengerukan dapat mengusir ikan dari wilayah tangkapan nelayan, mengurangi hasil tangkapan dan merugikan penghidupan mereka.
Selain itu, pengambilan pasir laut yang tidak terkendali bisa membuka peluang bagi kegiatan ilegal. Pasar ekspor yang terbuka dapat mendorong aktivitas pengambilan pasir laut tanpa izin, yang hanya menguntungkan segelintir individu dan perusahaan besar, tetapi mengorbankan ekosistem yang lebih luas.
Koordinasi dan Pengawasan Ketat Diperlukan
Menanggapi potensi kerusakan ini, banyak pihak mendesak pemerintah untuk memastikan pengawasan yang ketat terhadap semua kegiatan penambangan pasir laut. Singgih Widagdo menegaskan, bahwa pengawasan harus dilakukan dengan sangat hati-hati, termasuk mengenai letak geografis wilayah penambangan. Koordinasi yang kuat antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta instansi lainnya sangat diperlukan.
Dalam hal ini, Direktur Jasa Kelautan KKP, Miftahul Huda, menjelaskan bahwa proses verifikasi dan klarifikasi terhadap perusahaan-perusahaan yang telah mendaftarkan diri masih terus berlangsung. Keputusan akhir mengenai konsesi dan izin tambang akan menjadi tanggung jawab pemerintahan mendatang, karena proses tersebut mungkin memakan waktu hingga akhir tahun.
Proses perizinan dan pengawasan penambangan pasir laut melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait, termasuk Bea Cukai dan Kementerian Perdagangan. Setiap kapal isap pasir laut wajib menggunakan sistem pemantauan kapal (VMS) serta sistem identifikasi otomatis (AIS) untuk memudahkan penindakan jika ditemukan pelanggaran.
Namun, meskipun sudah ada pengawasan ketat yang dijanjikan, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan pengawasan ini sering kali kurang efektif. Beberapa wilayah seperti Pulau Babi, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, telah menjadi tempat penambangan pasir laut ilegal yang terus diawasi oleh Badan Keamanan Laut RI dan instansi terkait.
Dampak bagi Generasi Mendatang
Keputusan untuk melanjutkan ekspor pasir laut ini memberikan keuntungan instan dalam bentuk pendapatan negara yang meningkat. Namun, dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir bisa sangat merugikan, terutama bagi generasi mendatang.
Dengan ekosistem laut yang semakin terancam, kebijakan ini harus dipertimbangkan dengan matang. Pemerintah dituntut untuk menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi jangka pendek dan perlindungan terhadap lingkungan yang akan berdampak dalam jangka panjang. Jika tidak dikelola dengan baik, keuntungan sesaat ini bisa menjadi bumerang yang mengorbankan warisan alam untuk masa depan Indonesia.
Pada akhirnya, keputusan pemerintah untuk membuka keran ekspor pasir laut harus dijalankan dengan sangat hati-hati. Pengawasan ketat, regulasi yang jelas, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam setiap langkah yang diambil. Hanya dengan demikian, manfaat ekonomi dari ekspor pasir laut dapat dirasakan tanpa mengorbankan masa depan ekosistem laut Indonesia yang sangat berharga. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung