Jakarta, Kowantaranews.com -Perlindungan alam dan hutan selalu digadang-gadang sebagai langkah penting untuk menjaga kelestarian lingkungan di tengah ancaman perusakan dan pemanasan global. Namun, ironisnya, penelitian terbaru menunjukkan bahwa kawasan lindung yang digembar-gemborkan sebagai benteng terakhir bagi ekosistem dunia justru sering gagal menjalankan fungsinya. Alih-alih mencegah hilangnya hutan, sebagian besar kawasan lindung hanya menjadi garis batas administratif yang tampaknya dilanggar tanpa hambatan. Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Environmental Economics and Management pada September 2024 mengungkapkan kenyataan pahit bahwa kawasan lindung di seluruh dunia, termasuk yang berada di negara-negara berkembang dan maju, seringkali gagal memberikan perlindungan yang memadai terhadap hutan.
Penelitian ini menawarkan pandangan menyeluruh tentang bagaimana kawasan lindung seharusnya berfungsi, tetapi sayangnya, realitas menunjukkan hasil yang jauh dari harapan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data satelit resolusi tinggi untuk menilai hilangnya hutan di kawasan lindung antara tahun 2001 hingga 2022. Hasilnya? Kawasan lindung hanya mampu mencegah sekitar 30 persen hilangnya hutan yang seharusnya terjadi. Dengan kata lain, kawasan yang seharusnya melindungi justru menyaksikan hutan mereka terkikis di depan mata.
Kawasan Lindung: Ibarat Taman yang Pagar Batunya Runtuh
Dari sudut pandang ideal, kawasan lindung seperti taman nasional dan cagar alam diciptakan sebagai cara untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan mencegah manusia merusak alam dengan tangan mereka sendiri. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa batas-batas kawasan ini sering kali dilanggar. Pembalakan liar, pembukaan lahan pertanian, pembangunan jalan, hingga kebakaran hutan sering kali tetap terjadi di dalam kawasan yang katanya “dilindungi.” Fenomena ini terlihat di berbagai negara, dari Indonesia hingga Rusia, dari Madagaskar hingga Venezuela.
Sebagai contoh, Indonesia—yang terkenal dengan hutan tropisnya yang luas—termasuk dalam kategori negara yang kawasan lindungnya hampir tidak efektif melindungi hutan. Penebangan liar dan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit masih terjadi, meskipun sudah ada kawasan lindung yang seharusnya menjaga keutuhan hutan tersebut. Republik Demokratik Kongo, yang memiliki salah satu hutan tropis terbesar di dunia, juga menghadapi masalah serupa. Meskipun sebagian besar tanahnya ditetapkan sebagai kawasan lindung, pembalakan liar dan perburuan terus merajalela.
Dalam kasus yang lebih unik, kawasan lindung di negara maju seperti Australia juga tidak luput dari masalah. Meskipun sebelumnya cukup efektif, kebakaran hutan yang menghancurkan saat Black Summer pada 2019-2020 menghanguskan sebagian besar kawasan yang berada di bawah perlindungan pemerintah. Kebakaran tersebut tidak mengenal batas-batas administrasi, membuktikan bahwa alam liar memiliki cara sendiri untuk menantang kemampuan manusia dalam melindungi bumi.
Baca juga : Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Baca juga : Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
Baca juga : APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
Sejauh Mana Efektivitas Kawasan Lindung?
Berdasarkan temuan penelitian, efektivitas kawasan lindung dalam melindungi hutan sangat bervariasi antara negara satu dengan yang lain. Beberapa negara seperti Selandia Baru, Kanada, dan negara-negara Baltik—Estonia, Latvia, dan Lithuania—justru menunjukkan keberhasilan yang signifikan dalam melindungi hutan mereka. Di negara-negara ini, kawasan lindung secara efektif menekan hilangnya hutan hingga hampir 100 persen. Fakta ini membuktikan bahwa dengan manajemen yang baik, kawasan lindung sebenarnya bisa menjadi benteng yang kuat melawan perusakan alam.
Namun, di sisi lain, banyak negara, khususnya yang berada di wilayah tropis dan subtropis, masih berjuang keras untuk menjaga keutuhan kawasan lindung mereka. Korupsi, ketidakstabilan politik, dan kurangnya sumber daya kerap menjadi penghalang utama bagi negara-negara berkembang dalam melaksanakan kebijakan konservasi yang efektif. Di Indonesia, misalnya, meski berbagai undang-undang telah diterapkan untuk melindungi kawasan hutan, pembalakan liar dan konversi lahan masih terus terjadi. Padahal, hutan Indonesia adalah rumah bagi banyak spesies yang terancam punah, termasuk orangutan dan harimau Sumatera.
Negara-negara di Afrika seperti Republik Demokratik Kongo dan Gabon juga menghadapi tantangan serupa. Di negara-negara ini, hutan hujan tropis yang luas menghadapi ancaman serius dari deforestasi, meskipun ada upaya internasional untuk melindungi mereka. Kurangnya pengawasan, ditambah dengan lemahnya penegakan hukum, membuat kawasan lindung di wilayah ini menjadi sasaran empuk bagi para penjarah sumber daya alam.
Perubahan Iklim: Musuh Tak Terlihat dalam Perlindungan Hutan
Selain ulah manusia, kawasan lindung juga dihadapkan pada ancaman lain yang semakin memburuk: perubahan iklim. Kebakaran hutan yang semakin sering terjadi, seperti yang dialami Australia dan negara-negara di Eropa selatan, menjadi bukti bahwa kawasan lindung tidak kebal terhadap bencana alam. Kebakaran yang disebabkan oleh perubahan iklim ini bahkan bisa menghancurkan ekosistem yang sebelumnya dianggap aman di bawah perlindungan negara.
Di Australia, kebakaran Black Summer adalah contoh nyata betapa rentannya kawasan lindung terhadap bencana alam. Kebakaran yang menghancurkan itu membakar jutaan hektar hutan, termasuk yang berada di kawasan lindung. Kebakaran ini bukan hanya menghancurkan habitat satwa liar, tetapi juga mempengaruhi kemampuan hutan untuk menyerap karbon, yang seharusnya menjadi salah satu fungsi utama kawasan hutan lindung dalam menghadapi perubahan iklim.
Perubahan iklim juga mempengaruhi kawasan lindung di negara-negara tropis. Di Amazon, misalnya, musim kemarau yang lebih panjang dan kebakaran hutan yang lebih sering menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hutan. Meskipun ada upaya untuk melindungi kawasan ini, kebakaran hutan dan pembalakan liar tetap menjadi masalah besar.
Menuju Solusi yang Lebih Efektif
Meskipun data menunjukkan bahwa kawasan lindung belum mampu memberikan hasil yang optimal dalam melestarikan hutan, bukan berarti upaya perlindungan ini harus ditinggalkan. Sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa ada banyak hal yang harus diperbaiki.
Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah meningkatkan keterlibatan masyarakat lokal dalam menjaga hutan. Program-program seperti REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) memberikan insentif kepada masyarakat lokal untuk melestarikan hutan yang mungkin akan ditebang. Program ini telah diterapkan di beberapa negara tropis dan terbukti berhasil menekan laju deforestasi.
Selain itu, teknologi modern juga dapat membantu. Penggunaan data satelit untuk memantau hilangnya hutan secara real-time bisa menjadi alat yang efektif bagi pemerintah untuk mendeteksi dan merespons aktivitas ilegal di kawasan lindung. Organisasi non-pemerintah seperti African Parks juga berperan penting dalam menjaga keutuhan kawasan lindung, dengan menempatkan penjaga hutan di lapangan untuk membantu patroli dan menegakkan hukum.
Bantuan internasional juga sangat penting bagi negara-negara berkembang yang kekurangan sumber daya. Negara-negara seperti Australia dapat memberikan bantuan teknis dan finansial untuk mendukung upaya konservasi hutan di negara-negara tropis, di mana keanekaragaman hayati terbesar dunia berada.
Apakah Kawasan Lindung Masih Diperlukan?
Melihat situasi saat ini, mungkin ada yang bertanya, apakah kawasan lindung masih relevan? Jawabannya jelas, ya. Meskipun efektivitasnya belum optimal di banyak tempat, kawasan lindung tetap merupakan salah satu cara terbaik untuk melestarikan hutan dan keanekaragaman hayati. Namun, upaya perlindungan ini perlu ditingkatkan dengan melibatkan masyarakat, menggunakan teknologi modern, dan memperkuat penegakan hukum.
Jika tidak, kita mungkin akan terus menyaksikan fenomena tragis di mana kawasan lindung justru menjadi tempat di mana hutan perlahan-lahan lenyap—membuat kita bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang melindungi siapa? *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung