Jakarta, Kowantaranews.com -Di tepian Ibu Kota Nusantara, terdapat 5000 hutan mangrove yang menantang. Mereka bukan sekadar lautan hijau yang menghiasi pesisir, melainkan penjaga utama yang memeluk erat peran mereka dalam menjaga ekosistem pesisir yang rapuh. Namun, di balik keanggunan mereka, cerita pahit terungkap, sebuah narasi yang merangkum perjuangan hidup melawan ancaman dan berusaha memelihara kehidupan yang rapuh di pesisir.
Mangrove, dengan jaringan akarnya yang kuat, bukan hanya sekadar vegetasi pesisir. Mereka adalah perisai pertama, mempertahankan daratan dari serangan badai mematikan dan gelombang mengamuk. Namun, perlindungan ini sering kali dianggap remeh oleh manusia yang lebih memilih mengubah kawasan mangrove menjadi lahan yang dianggap lebih produktif.
Keunikan hutan mangrove bukan hanya terletak pada peran mereka dalam perlindungan pantai, tetapi juga dalam menyediakan habitat bagi berbagai bentuk kehidupan. Keanekaragaman hayati di antara akar-akar yang menjulang memberikan kesempatan bagi berbagai spesies untuk hidup dan berkembang. Burung-burung hias, ikan, udang, dan berbagai biota laut lainnya menemukan tempat perlindungan dan mencari makan di antara kerumunan pohon bakau.
Namun, kisah hutan mangrove di Ibu Kota Nusantara tak luput dari perubahan yang mengancam. Apabila eksploitasi lahan dan penebangan liar merajalela, maka mengancam kelestarian habitat ini. Apabila pembangunan infrastruktur yang tak terkendali dan industri yang rakus akan menggerogoti lahan-lahan mangrove, dan akan meninggalkan luka yang dalam pada ekosistem yang rapuh.
Perubahan iklim juga memberikan pukulan berat bagi hutan mangrove di Ibu Kota Nusantara. Peningkatan suhu global membawa konsekuensi berat, termasuk gelombang panas yang mengeringkan air dan menyebabkan kematian massal pada tanaman dan hewan yang hidup di dalamnya. Peningkatan intensitas badai juga mengancam untuk memporak-porandakan habitat yang tersisa.
Namun, di tengah penderitaan dan kehancuran, masih ada sinar harapan yang bersinar. Jika komunitas lokal dan kelompok-kelompok lingkungan bahu-membahu untuk melindungi dan memulihkan hutan mangrove. Mereka menanam benih harapan, secara harfiah dan simbolis, dalam tanah yang subur, berharap akan tumbuh menjadi hutan yang subur dan lestari.
Perjuangan untuk mempertahankan 5000 hutan mangrove di Ibu Kota Nusantara adalah perjuangan untuk melindungi masa depan bumi. Ini adalah panggilan untuk berpikir jauh ke depan, mengutamakan keberlanjutan di atas keuntungan sesaat, dan membentuk hubungan yang lebih harmonis antara manusia dan alam.
Dengan mengubah paradigma dan tindakan yang berkelanjutan, masih ada harapan untuk menyelamatkan hutan mangrove dan mencegah kehancurannya. Ini adalah tanggung jawab bersama kita semua untuk berdiri bersama, menjaga dan memelihara hutan mangrove sebagai warisan berharga bagi generasi mendatang.
Dilema Lingkungan dalam Pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN)
Pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN) membuka lembaran baru dalam tantangan lingkungan. Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur dan ekonomi, persoalan lingkungan semakin mengancam eksistensi ekosistem yang rentan. Salah satu contoh konkretnya adalah pengembangan yang mencakup 5.000 hektare hutan mangrove di Teluk Balikpapan.
Hutan mangrove, dengan segala keunikan dan keindahannya, bukan sekadar gugusan pohon bakau yang berdiri tegak di tepi pantai. Mereka adalah sistem kehidupan yang kompleks, berperan sebagai penyerap karbon yang signifikan serta memberikan perlindungan vital bagi pesisir dari ancaman gelombang laut yang ganas.
Namun, dalam bayang-bayang pembangunan yang merajalela, hutan mangrove di Teluk Balikpapan terancam oleh bulldozer dan beton. Pengembangan infrastruktur yang dilakukan dengan cepat dan besar-besaran dapat mengakibatkan hilangnya habitat alami ini, meninggalkan konsekuensi yang berdampak jangka panjang pada ekosistem dan manusia.
Pemerintah telah menjanjikan untuk mempertahankan hutan mangrove dalam program mitigasi perubahan iklim. Namun, dalam realitasnya, janji ini sering kali berbenturan dengan kepentingan ekonomi dan politik yang lebih besar. Ketika kepentingan pembangunan ekonomi bertabrakan dengan kebutuhan akan konservasi lingkungan, seringkali lingkunganlah yang menjadi korban.
Dampak dari kehilangan hutan mangrove tidak hanya dirasakan secara lokal, tetapi juga global. Sebagai penyerap karbon yang efisien, hutan mangrove memainkan peran penting dalam mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Hilangnya hutan mangrove berarti kehilangan sekutu alam yang kuat dalam perang melawan perubahan iklim.
Selain itu, perlindungan pesisir yang disediakan oleh hutan mangrove juga sangat berharga. Mereka bertindak sebagai perisai alami, menahan gelombang dan badai laut yang dapat menghancurkan pemukiman manusia di tepi pantai. Tanpa kehadiran mereka, risiko kerusakan dan korban jiwa akibat bencana alam seperti banjir dan tsunami dapat meningkat secara signifikan.
Selain sebagai penyerap karbon dan perlindungan pesisir, hutan mangrove juga menjadi rumah bagi berbagai spesies hayati. Dari ikan hingga burung, dari udang hingga reptil, banyak makhluk hidup yang bergantung pada keberadaan hutan mangrove untuk bertahan hidup. Keanekaragaman hayati yang tinggi ini menjadi aset berharga yang harus dijaga dan dilestarikan.
Namun, dalam kenyataannya, kepentingan ekonomi sering kali mendominasi dalam keputusan pembangunan. Pemanfaatan lahan untuk proyek infrastruktur atau industri seringkali diutamakan daripada keberlanjutan lingkungan. Ini mengakibatkan paradoks di mana pembangunan yang dijalankan untuk kesejahteraan manusia malah berujung pada kerusakan lingkungan yang merugikan manusia itu sendiri.
Dalam konteks IKN, pengembangan hutan mangrove di Teluk Balikpapan menjadi contoh nyata dari ketegangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan. Meskipun pembangunan tersebut mungkin diarahkan untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan, kita harus tidak boleh melupakan harga yang harus dibayar dalam hal kerusakan lingkungan dan kerugian jangka panjang bagi keberlanjutan planet ini.
Untuk mencegah tragedi lingkungan yang lebih besar, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengambil tindakan yang berkelanjutan. Upaya konservasi yang serius dan proaktif harus dilakukan untuk memastikan bahwa hutan mangrove dan ekosistem lainnya tetap terlindungi dan terjaga.
Perlu adanya keseimbangan yang baik antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Kebutuhan manusia untuk pertumbuhan ekonomi tidak boleh dikorbankan dengan merusak ekosistem alami yang penting bagi kelangsungan hidup kita. Hanya dengan sikap yang bijaksana dan kebijakan yang berkelanjutan, kita dapat menjaga keberlanjutan lingkungan dan mewariskannya kepada generasi mendatang.
Dalam menghadapi dilema antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan, kita dihadapkan pada pilihan yang sulit namun sangat penting. Keputusan yang diambil hari ini akan membentuk masa depan kita dan planet ini. Oleh karena itu, mari kita berkomitmen untuk mengambil tindakan yang bijaksana, mempertahankan keberlanjutan alam, dan mewariskannya kepada generasi mendatang. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga hutan mangrove dan ekosistem lainnya, sebagai bagian dari warisan berharga yang harus kita lestarikan. Bersama-sama, kita dapat menciptakan sebuah dunia di mana manusia hidup berdampingan dengan alam secara harmonis. *Roni
Foto Dok. perpustakaan.menlhk.go.id/
- Berita Terkait :
Hutan Mangrove: Sejarah Banjir dalam Al-Qur’an dan Perlindungan Alam yang Diberikan Allah
Orang Uighur Dipaksa Makan Daging Babi karena China Memperluas Peternakan Babi Xinjiang
Keren !, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno Bela Mati-matian Palestina
Kata Rabbi Aaron Teitelbaum Shlita : “Negara Zionis adalah Penyembahan Berhala di Zaman Kita”
TERNYATA ADA RABI YAHUDI BERSUMPAH UNTUK “TERUS BERJUANG DALAM PERANG TUHAN MELAWAN ZIONISME”
Gila !, Banyak Wanita Uyghur Dipaksa Kawin Untuk Menghilangkan Warisan Budaya Tradisi Uyghur
Keren !, Ukraina Salah Satu Negara Pertama Akui Palestina di PBB
Karena Dekatnya Turki dengan Malaysia : Anwar Terbang Menemui Erdogan
Media Asing : Barat Tidak Berdaya di Myanmar
Enam Hari setelah Bencana Gempa Bumi Turki, Para Kontraktor Bangunan Ditangkapi
Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Suriah Dinamai Aya
Keren !, Presiden Aljazair Dukung Penuh Keanggotaan Palestina di PBB
Gawat ! Paman Sam AS Sebut Bakal Perang dengan China
Kemarahan Turki Setelah Pembakaran Quran, Protes Kurdi di Swedia
Kontra Intelijen FBI Menggerebek Kantor Polisi China di New York: Laporan
Nitizen Nyiyirin Presiden Emmanuel Macron”Tidak Minta Maaf” Atas Penjajahan Prancis di Aljazair
Tegas ! Demi Kemanusiaan Datuk Sri Anwar Ibrahim PM. Malaysia Bela Palestina
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ternyata Banyak Nama Kota Peninggalan Peradaban Islam di Amerika Serikat
Ternyata Angelina Jolie Tidak Masuk Dalam Daftar 5 Wanita Tercantik di Dunia
Peristiwa Dunia Yang Terjadi Tahun 2022
Wang Yi Menteri Luar Negeri China Diberhentikan
Pele Sang Legenda Sepak Bola Jum’at Dini Hari Meninggal Dalam Usia 82 Tahun
Islamofobia! Tiga Kepala Babi Diletakan Untuk Memprotes Pembangunan Masjid
Tragis ! Korban Bertambah 18 Orang Tewas Akibat Ledakan Truk Gas di Afrika Selatan
Lebih dari 40 Ribu Kematian Di Cina Karena Covid Di Akhir Tahun
Lagi-lagi Zionis Israil Menembak Mati Warga Palestina, Korbannya Pemain Sepak Bola Muda
Dr. Nisia Trindade Lima Menteri Kesehatan Brasil Pertama dari Kaum Hawa
Maher Zain Hadir Di Piala Dunia 2022 Dengan Merilis Lagu Bersiaplah (Tahayya)
Kembali Pecah Rekor, Kasus Covid-19 di China Tembus 39 Ribu Kasus Sehari
Warga China Minta Xi Jinping Mundur, Imbas Aturan Lockdown