• Ming. Okt 6th, 2024

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

ByAdmin

Sep 28, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Meskipun ekonomi global menghadapi berbagai tantangan dan ancaman resesi, konsumsi masyarakat Indonesia justru menunjukkan tren yang cukup menarik sepanjang triwulan III-2024. Di satu sisi, ada peningkatan dalam berbagai sektor gaya hidup, namun di sisi lain, tekanan harga kebutuhan pokok dan tren bertahan dengan tabungan masih membayangi banyak rumah tangga, terutama kelas bawah. Fenomena ini mengungkapkan dua sisi dari pola konsumsi masyarakat, yang berusaha tetap berpartisipasi dalam aktivitas konsumtif sekaligus beradaptasi dengan realitas ekonomi yang semakin sulit.

Menurut data yang dirilis Bank Mandiri, konsumsi masyarakat pada kuartal ketiga 2024 mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa kategori. Sektor olahraga, hobi, dan hiburan mencatat pertumbuhan terbesar dengan lonjakan sebesar 27,4 persen, diikuti oleh penerbangan sebesar 12,4 persen, dan supermarket yang mengalami peningkatan sebesar 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun harga kebutuhan pokok terus meningkat, masyarakat tetap memprioritaskan kebutuhan rekreasi dan hiburan sebagai bagian dari keseimbangan gaya hidup mereka.

Namun, peningkatan ini tidak seragam di semua sektor. Misalnya, belanja barang elektronik justru mengalami kontraksi sebesar 10,5 persen, mengindikasikan bahwa meskipun masyarakat masih bersedia mengeluarkan uang untuk kegiatan sosial dan rekreasi, mereka menunda pengeluaran untuk barang-barang yang dianggap tidak mendesak. Elektronik, yang sebelumnya menjadi primadona di sektor konsumsi, tampaknya tidak lagi menjadi prioritas utama di tengah ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh tekanan harga bahan pokok dan kebutuhan sehari-hari.

Dominasi Belanja Kebutuhan Sehari-hari

Salah satu perubahan paling mencolok dalam pola konsumsi masyarakat adalah peningkatan belanja untuk kebutuhan sehari-hari, yang kini mencapai 41,8 persen dari total pengeluaran, naik dari 35,4 persen pada September 2023. Kenaikan ini menandakan bahwa sebagian besar rumah tangga lebih fokus pada pengeluaran untuk kebutuhan dasar, terutama di tengah naiknya harga bahan makanan seperti beras dan daging sapi.

Dalam beberapa tahun terakhir, harga bahan pokok, terutama pangan, terus mengalami peningkatan. Data dari Bank Mandiri menunjukkan bahwa harga beras naik sebesar 1,9 persen pada 2022, 14,9 persen pada 2023, dan kembali naik 4,4 persen pada 2024. Begitu pula dengan harga daging sapi yang naik 7,2 persen pada 2022, 2,3 persen pada 2023, dan 0,6 persen pada 2024. Peningkatan harga-harga ini secara langsung memengaruhi daya beli masyarakat, terutama kelas bawah yang lebih rentan terhadap fluktuasi harga pangan.

Baca juga : Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Baca juga : Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Baca juga : Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Masyarakat Bertahan dengan Tabungan

Meski konsumsi meningkat di beberapa sektor, banyak rumah tangga yang masih mengandalkan tabungan untuk bertahan. Hal ini diakui oleh Andry Asmoro, Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero), yang menyatakan bahwa meskipun ada lonjakan konsumsi, pola konsumsi masyarakat lebih defensif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan pengeluaran, terutama untuk makanan dan minuman, membuat banyak orang terpaksa “makan tabungan” untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Andry juga mencatat bahwa meskipun indeks tabungan kelas bawah mulai membaik sejak Juli 2024, banyak rumah tangga yang masih dalam periode ketidakstabilan finansial.

Kondisi ini tercermin dari data pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di sektor perbankan. Untuk masyarakat kelas bawah, yang memiliki tabungan rata-rata di bawah Rp1 juta, indeks tabungan menunjukkan peningkatan sebesar 1,8 persen secara tahunan pada September 2024. Namun, untuk kelas menengah (Rp1-10 juta) dan kelas atas (di atas Rp10 juta), pertumbuhan indeks DPK justru melambat masing-masing sebesar 0,2 persen dan 1,3 persen. Ini menunjukkan bahwa masyarakat kelas menengah dan atas mulai merasa tekanan dalam menjaga tingkat tabungan mereka, meskipun mereka memiliki lebih banyak sumber daya dibandingkan kelas bawah.

Selain itu, kebijakan bantuan sosial yang dikeluarkan pemerintah menjadi salah satu penopang utama untuk meringankan beban masyarakat kelas bawah. Bantuan sosial telah membantu mendorong konsumsi, namun tetap saja ada kekhawatiran mengenai keberlanjutan program ini dalam jangka panjang. Bantuan sosial mungkin mampu menutupi sebagian kebutuhan, tetapi tanpa dukungan berkelanjutan, banyak rumah tangga yang akan tetap berada dalam kondisi rentan secara finansial.

Sektor Perbankan: Kredit Tumbuh, Likuiditas Ketat

Sementara konsumsi rumah tangga mengalami perubahan, sektor perbankan mencatat pertumbuhan kredit yang cukup solid. Pada Agustus 2024, kredit perbankan tumbuh sebesar 11,4 persen secara tahunan, didorong oleh kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi. Segmen korporasi mencatatkan pertumbuhan kredit tertinggi sebesar 15,9 persen, sementara kredit UMKM melambat dengan pertumbuhan hanya sebesar 5,7 persen. Kredit konsumsi sendiri tetap tumbuh sehat sebesar 10,8 persen.

Namun, di balik pertumbuhan kredit yang cukup impresif, ada kekhawatiran mengenai kondisi likuiditas perbankan. Pertumbuhan DPK yang hanya mencapai 7 persen, jauh di bawah pertumbuhan kredit, menyebabkan rasio loan to deposit meningkat menjadi 86,8 persen, yang menandakan kondisi likuiditas perbankan yang semakin ketat. Kepala Penelitian Makroekonomi dan Pasar Keuangan Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina, menjelaskan bahwa likuiditas perbankan masih mendapat dukungan dari insentif likuiditas yang diberikan oleh Bank Indonesia, yang membantu perbankan untuk mencapai pertumbuhan kredit pada level dua digit.

Namun, dengan likuiditas yang cenderung mengetat, diperlukan upaya lebih lanjut untuk menjaga stabilitas sektor keuangan. Salah satu caranya adalah melalui penurunan suku bunga acuan yang diperkirakan akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan arus modal. Penurunan suku bunga acuan, yang berpotensi menguntungkan sektor keuangan, diharapkan akan merangsang pertumbuhan investasi di sektor riil, mempercepat siklus ekonomi, dan memperbaiki kondisi likuiditas secara keseluruhan.

Tantangan ke Depan

Meski konsumsi masyarakat menunjukkan tren positif dalam beberapa sektor, pemerintah perlu menghadapi beberapa tantangan serius jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu yang utama adalah menjaga stabilitas harga pangan, yang terus menjadi sumber tekanan bagi daya beli masyarakat. Selain itu, penyaluran bantuan sosial perlu diperluas dan dipertahankan, terutama bagi kelas bawah yang paling terdampak oleh kenaikan harga kebutuhan pokok.

Industri manufaktur, yang menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar, juga memerlukan perhatian lebih. Sektor ini tengah mengalami penurunan, yang memicu peningkatan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). Jika tidak ditangani dengan baik, penurunan di sektor ini dapat berdampak negatif pada konsumsi domestik, mengingat banyak rumah tangga bergantung pada pekerjaan di sektor manufaktur.

Selain itu, dengan pemilihan umum kepala daerah yang akan berlangsung pada kuartal IV-2024, diharapkan ada dorongan lebih lanjut pada konsumsi masyarakat. Namun, efek dari momentum politik ini perlu dimaksimalkan dengan kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat, seperti stabilisasi harga pangan dan perbaikan sektor manufaktur. Jika tidak, lonjakan konsumsi yang terlihat di beberapa sektor gaya hidup bisa berubah menjadi tren yang tidak berkelanjutan, terutama jika masyarakat terus terpaksa mengandalkan tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Di sisi lain, pertumbuhan kredit yang sehat di sektor perbankan menunjukkan adanya potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, terutama jika didukung oleh kondisi likuiditas yang stabil dan peningkatan investasi. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sangat bergantung pada bagaimana pemerintah dan sektor swasta merespons tantangan-tantangan ini, serta bagaimana mereka menciptakan iklim ekonomi yang mendukung konsumsi dan investasi secara berkelanjutan.

Meskipun konsumsi masyarakat menunjukkan peningkatan yang signifikan di beberapa sektor gaya hidup, tekanan ekonomi tetap terasa di seluruh lapisan masyarakat. Dengan harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, banyak rumah tangga terpaksa mengandalkan tabungan untuk bertahan. Pemerintah perlu segera menangani tantangan ini dengan kebijakan yang proaktif, seperti penyaluran bantuan sosial yang berkelanjutan dan stabilisasi harga pangan. Tanpa langkah-langkah tersebut, peningkatan konsumsi yang terjadi saat ini bisa jadi hanyalah sebuah anomali yang tidak bertahan lama di tengah ketidakpastian ekonomi yang masih membayangi. *Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait :

Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!

Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!

Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!

APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi

“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”

Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *