Jakarta, Kowantaranews.com – Sebuah peristiwa mengejutkan terjadi di tengah acara silaturahmi yang diselenggarakan oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan. Acara yang dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional, termasuk Din Syamsuddin, Refly Harun, Said Didu, dan Marwan Batubara, berakhir dengan insiden anarkis ketika sekelompok massa yang tak dikenal menyerang acara tersebut. Forum yang dirancang sebagai ajang diskusi kebangsaan ini berubah menjadi mimpi buruk yang memantik kecemasan terhadap masa depan demokrasi di Indonesia.
Forum Kebangsaan Berujung Kekacauan
Forum yang seharusnya menjadi wadah silaturahmi antara diaspora Indonesia di luar negeri dengan para tokoh dan aktivis nasional ini, berawal dengan suasana yang damai. Acara tersebut juga dihadiri oleh masyarakat umum yang ingin mendengarkan pemikiran dan pandangan para pembicara mengenai situasi kebangsaan dan politik terkini di tanah air. Beberapa nama besar seperti Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum Muhammadiyah dan salah satu tokoh terkemuka di Indonesia, Refly Harun yang dikenal sebagai pakar hukum tata negara, serta Marwan Batubara, aktivis dan pengamat politik, turut hadir untuk memberikan perspektif mereka.
Namun, situasi berubah drastis ketika sekelompok massa yang telah berkumpul di depan hotel dengan membawa sebuah mobil komando mulai melakukan aksi orasi. Kelompok ini, yang diduga pendukung rezim Jokowi, melancarkan kritik keras terhadap para narasumber yang diundang. Walau tak ada pesan jelas dari orasi tersebut, tindakan mereka mulai menimbulkan ketegangan.
Menurut kesaksian Din Syamsuddin, massa tersebut kemudian dengan cepat melangkah lebih jauh, melakukan tindakan kekerasan dengan memasuki ruangan acara secara paksa. Mereka merusak panggung, menyobek backdrop, mematahkan tiang microphone, dan mengancam para peserta yang baru saja datang. Video yang beredar di media sosial menunjukkan betapa brutal dan tak terkendalinya situasi di dalam ruangan.
Aparat Hukum Diam Seribu Bahasa
Salah satu aspek paling mengkhawatirkan dari insiden ini adalah sikap aparat kepolisian yang hadir di lokasi. Meskipun mereka berada di sekitar hotel saat aksi orasi dimulai, mereka tampak tidak melakukan upaya apapun untuk mencegah massa masuk ke dalam ruangan acara. Banyak yang merasa bahwa aparat hukum seharusnya dapat bertindak lebih tegas dalam menjaga ketertiban dan melindungi hak warga negara untuk berkumpul dan berdiskusi secara damai.
Din Syamsuddin menyatakan bahwa polisi terlihat pasif, bahkan membiarkan massa yang sudah melakukan orasi di luar ruangan untuk bergerak masuk dan melakukan perusakan. “Polisi hanya berdiri diam, seolah-olah membiarkan situasi ini terjadi. Tidak ada usaha nyata dari mereka untuk mencegah aksi kekerasan ini. Mereka semula orasi di depan hotel, tapi bisa bebas masuk ke ruangan yang berada di bagian belakang hotel,” ujar Din dengan nada kecewa.
Ketika situasi semakin tidak terkendali, acara yang awalnya direncanakan sebagai diskusi panel berubah menjadi konferensi pers darurat. Para pembicara dengan tegas mengecam tindakan brutal kelompok massa tersebut dan mempertanyakan sikap aparat keamanan yang terkesan acuh tak acuh dalam menangani insiden ini. Dalam kesempatan tersebut, mereka menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi demokrasi Indonesia yang tampak semakin rapuh.
Refleksi Demokrasi yang Kian Tergerus
Din Syamsuddin, dalam pernyataannya pasca-insiden, tidak segan-segan menyebut tindakan brutal tersebut sebagai gambaran nyata dari “kejahatan demokrasi” yang dilakukan oleh rezim penguasa saat ini. Menurutnya, insiden ini mencerminkan betapa lemahnya komitmen pemerintahan Jokowi dalam menjaga demokrasi, kebebasan berekspresi, dan hak-hak warga negara. Dia juga menekankan bahwa hal semacam ini tidak boleh dibiarkan berlanjut ke depan.
“Peristiwa ini adalah refleksi dari kejahatan demokrasi yang terus berlangsung selama pemerintahan Jokowi. Saya berharap pemerintahan Prabowo Subianto yang akan datang dapat melakukan koreksi besar-besaran terhadap praktik-praktik yang merusak demokrasi dan tatanan kehidupan berbangsa serta bernegara ini,” tegas Din.
Kritik ini bukanlah hal baru. Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah tokoh dan aktivis telah menyuarakan kekhawatiran mereka mengenai erosi demokrasi di Indonesia. Mereka menilai, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, ruang kebebasan sipil semakin dipersempit, dengan meningkatnya tindakan represif terhadap mereka yang berseberangan dengan pemerintah. Insiden seperti ini, menurut mereka, adalah bukti nyata dari semakin kuatnya otoritarianisme yang membayangi bangsa ini.
Baca juga : Rakyat Milih, Partai yang Putuskan: Demokrasi Ala Kadar
Baca juga : Anak Muda Terhalang Masuk Pilkada 2024: Politik Elitis dan Biaya Selangit Jadi Penghambat!
Baca juga : Dari Warkop ke Layar Kaca: Ledakan Debat Kosong di Tengah Badai Kebohongan
Respons dari Forum Tanah Air (FTA)
Tata Kesantra, Ketua Forum Tanah Air (FTA) yang secara khusus datang dari New York untuk menghadiri acara ini, menyampaikan rasa malu dan kecewanya atas insiden yang terjadi. Menurutnya, apa yang terjadi di Grand Kemang pagi itu sangat memalukan, tidak hanya bagi mereka yang hadir di acara tersebut, tetapi juga bagi diaspora Indonesia yang turut menyaksikan melalui siaran langsung di YouTube. Forum ini disiarkan ke 22 negara, sehingga insiden tersebut juga disaksikan oleh publik internasional.
Tata menyatakan bahwa tujuan dari forum ini adalah untuk menjalin diskusi konstruktif mengenai isu-isu kebangsaan yang kritis. Dia menyesalkan bahwa niat baik ini justru dihadapkan pada tindakan kekerasan dan kekacauan yang tidak seharusnya terjadi di negara yang mengklaim diri sebagai demokrasi.
“Kami sungguh menyesalkan peristiwa ini. Apa yang terjadi sangat memalukan, terlebih di hadapan publik internasional. Ini menunjukkan betapa kondisi kebebasan berpendapat dan demokrasi di Indonesia sedang berada di titik kritis,” kata Tata.
Masa Depan Demokrasi Indonesia
Peristiwa ini telah menimbulkan banyak tanda tanya tentang arah demokrasi Indonesia ke depan. Serangan terhadap forum kebangsaan ini bukan hanya serangan terhadap individu-individu yang hadir, melainkan serangan terhadap prinsip kebebasan berbicara dan berkumpul yang menjadi pilar utama demokrasi.
Sikap aparat keamanan yang tidak berusaha untuk mencegah kekerasan ini juga menambah kekhawatiran publik tentang keterlibatan atau setidaknya keberpihakan diam-diam mereka terhadap kelompok-kelompok tertentu. Jika aparat keamanan tidak lagi dapat diandalkan untuk menjaga ketertiban dan melindungi hak-hak dasar warga negara, lalu apa yang tersisa dari demokrasi kita?
Indonesia, yang dikenal sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, saat ini tampak berada di persimpangan jalan. Insiden di Grand Kemang ini bisa jadi hanyalah salah satu dari banyak tanda yang menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia sedang berada di ujung tanduk. Jika tidak ada perubahan yang signifikan dalam cara pemerintah menangani kebebasan sipil, maka masa depan demokrasi kita akan semakin suram.
Acara silaturahmi Forum Tanah Air yang seharusnya menjadi ajang dialog dan pertukaran gagasan, berubah menjadi cermin dari kondisi demokrasi Indonesia yang kian rapuh. Satu hal yang jelas, masa depan demokrasi Indonesia tidak bisa dipertaruhkan oleh tindakan brutal sekelompok massa dan apatisme aparat hukum. Rakyat Indonesia berhak atas demokrasi yang sehat, di mana kebebasan berbicara dan berkumpul dihormati serta dilindungi. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Rakyat Milih, Partai yang Putuskan: Demokrasi Ala Kadar
Anak Muda Terhalang Masuk Pilkada 2024: Politik Elitis dan Biaya Selangit Jadi Penghambat!
Konflik Tak Berujung PKB dan Pengurus NU: Perebutan Pengaruh dan Legitimasi
Kabinet Zaken Prabowo: Membangun Pemerintahan Berbasis Keahlian di Era Modern
Penambahan Kementerian untuk Efektivitas Pemerintahan: Langkah Strategis Kabinet Prabowo-Gibran
Mengembalikan Politik ke Publik: Evaluasi Keputusan MK dan Usulan Reformasi Ambang Batas
Pilkada 2024: Ketika Keluarga Menguasai Panggung Politik
Strategi Politik Jokowi di Akhir Jabatan: Desakan Pembahasan RUU Perampasan Aset dan Tuduhan Gimik
Calon Tunggal Menjamur: Tantangan Baru Demokrasi di Pilkada 2024
Kesepakatan DPR dan KPU pada PKPU Pencalonan: Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi
Pilkada 2024: KPU Umumkan Jadwal Pendaftaran dan Revisi Aturan Pencalonan Sesuai Putusan MK
Presiden Jokowi Ikuti Putusan MK, Tolak Perppu Pilkada Setelah Revisi UU Batal
Pilkada 2024 Akan Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi: Penegasan Komisi II DPR
Keputusan MK Soal Pilkada 2024: Jalan Terbuka bagi Partai Kecil dan Kandidat Alternatif
Megawati Soekarnoputri: Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Langgar Konstitusi
PDI-P Unggul dalam Pemilu Legislatif 2024, Delapan Partai Politik Duduki Kursi DPR
Anies Baswedan Resmi Diusung NasDem untuk Pilgub DKI Jakarta 2024
Pilpres 2024: Lima Sorotan Utama dari Sidang Perdana Gugatan di MK
Perjalanan Indonesia dari Federalisme ke Negara Kesatuan: Tantangan dan Perkembangan Pasca-RIS
Gibran sebagai Cawapres: DKPP Ambil Tindakan Serius Terhadap KPU dan Hasyim Asyari
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
HIKAPINDO Perjuangkan Kader Penyuluh Indonesia di DPR RI
Apa Isi Risalah At-Tauhid Sidoresmo Surabaya Untuk Anies Baswedan ?
DISKUSI PUBLIK CONTINUUM BIGDATA CENTER : “DINAMIKA POLITIK MENUJU 2024, APA KATA BIG DATA?”
Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota
Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T
Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi
Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara
Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri yang Sebelah Mata Terhadap Warteg
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Top