Jakarta, Kowantaranews.com -Pada 27 Agustus 2024, suasana di Istana Negara, Jakarta, sedikit berbeda dari biasanya. Beberapa wartawan berkumpul di press room, bersiap untuk menyimak keterangan resmi dari Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi. Namun, ketika wartawan berharap mendapat keterangan langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), mereka justru menemukan bahwa Jokowi memilih untuk menyampaikan pernyataan persnya melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden. Dalam pernyataan tersebut, Jokowi berbicara tentang pembatalan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah oleh DPR dan mendesak percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana. Langkah ini segera menuai spekulasi dan tuduhan bahwa ini hanyalah sebuah gimik politik di akhir masa jabatannya.
Spekulasi muncul karena terdapat sejumlah kejanggalan dalam keterangan pers yang disampaikan. Dalam video yang dirilis, tampak mic yang digunakan tidak memiliki label identitas perusahaan media massa, yang tidak lazim dalam acara resmi kenegaraan. Lebih jauh lagi, suasana dalam video tersebut tidak mencerminkan situasi khas sesi tanya-jawab dengan Presiden, di mana biasanya terdengar suara wartawan yang berebut mengajukan pertanyaan. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa orang-orang yang melemparkan pertanyaan kepada Jokowi mungkin adalah pegawai Biro Pers dan Media Kepresidenan.
Dalam pernyataan pers tersebut, Jokowi menyampaikan apresiasinya kepada DPR yang dengan cepat membatalkan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Namun, lebih lanjut, ia juga menagih DPR untuk segera membahas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. “Misalnya RUU Perampasan Aset yang juga sangat penting untuk pemberantasan korupsi di negara kita,” ucap Jokowi melalui siniar tersebut. Pernyataan ini menimbulkan beragam reaksi dari publik dan berbagai pihak, termasuk kalangan pengamat politik dan aktivis anti-korupsi.
Bagi para kritikus, langkah Jokowi ini tampak sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian publik dari isu-isu kontroversial lain yang sedang mengemuka, terutama terkait revisi UU Pilkada yang sebelumnya mendapat penolakan luas dari masyarakat. Revisi tersebut dinilai menguntungkan keluarga Jokowi, khususnya putranya, Kaesang Pangarep, yang sedang digadang-gadang untuk ikut serta dalam kontestasi Pilkada mendatang. Dengan membahas RUU Perampasan Aset, Jokowi seakan-akan mencoba memperlihatkan sikap proaktif terhadap pemberantasan korupsi di tengah kritik yang diarahkan kepadanya.
Latar Belakang RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset bukanlah hal baru dalam perbincangan politik dan hukum di Indonesia. Pembahasan mengenai perlunya RUU ini sudah dimulai lebih dari satu dekade yang lalu. Pada tahun 2012, pemerintah pertama kali mengusulkan RUU ini kepada DPR setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan kajian pada 2008. RUU ini dirancang untuk memberikan dasar hukum yang kuat dalam upaya pemulihan aset negara yang hilang akibat tindak pidana, khususnya korupsi, tanpa harus menunggu proses hukum yang berjalan terhadap pelaku.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan beberapa lembaga swadaya masyarakat lainnya telah lama menyuarakan pentingnya RUU Perampasan Aset. Mereka berargumen bahwa meningkatnya kasus kekayaan yang tidak lazim di kalangan aparatur sipil negara (ASN) dan keluarga mereka menunjukkan urgensi untuk segera disahkannya RUU ini. ICW menyoroti bahwa ada tiga perubahan paradigma yang diusung dalam RUU ini. Pertama, yang menjadi subjek dalam proses hukum bukan hanya pelaku kejahatan, tetapi juga aset yang diduga diperoleh dari hasil kejahatan. Kedua, pendekatan yang digunakan dalam pengadilan adalah peradilan perdata, bukan pidana. Ketiga, tidak ada sanksi pidana terhadap putusan pengadilan yang berkaitan dengan RUU ini, berbeda dengan pelaku tindak pidana lain.
Baca juga : Calon Tunggal Menjamur: Tantangan Baru Demokrasi di Pilkada 2024
Baca juga : Kesepakatan DPR dan KPU pada PKPU Pencalonan: Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi
Baca juga : Muhaimin Iskandar Kembali Pimpin PKB untuk Periode Keempat: Muktamar 2024 Tetapkan Agenda Penting Partai
Kritik dan Spekulasi
Namun, meskipun urgensi RUU ini telah diakui oleh berbagai pihak, proses pembahasannya di DPR berjalan sangat lambat. Sejak Jokowi mengirimkan Surat Presiden (Surpres) pada Mei 2023 untuk membahas RUU Perampasan Aset, setidaknya sudah ada enam kali rapat paripurna DPR yang berlangsung, tetapi tidak ada satu pun yang secara spesifik membahas RUU ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang komitmen pemerintah dan DPR dalam memprioritaskan pembahasan RUU ini.
Para pengamat menilai bahwa desakan Jokowi pada akhir masa jabatannya lebih merupakan upaya simbolik untuk menunjukkan seolah-olah dirinya serius dalam pemberantasan korupsi. Peneliti dari Pusat Studi Anti-Korupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menyatakan bahwa pernyataan Jokowi adalah bagian dari strategi politik untuk mengalihkan perhatian publik dari isu-isu sensitif seperti revisi UU Pilkada yang banyak dikritik karena dianggap membuka peluang bagi politik dinasti. “Mustahil Jokowi tiba-tiba bicara RUU Perampasan Aset tanpa intensi apa pun. Paling mungkin untuk pengalihan isu,” kata Herdiansyah.
Lebih lanjut, Herdiansyah menekankan bahwa jika Jokowi benar-benar serius ingin mendorong pengesahan RUU ini, langkah-langkah konkret seharusnya sudah diambil sejak lama, bukan menjelang akhir masa jabatannya. Mengingat partai-partai pendukung Jokowi memiliki mayoritas di parlemen, RUU ini bisa saja disahkan dengan cepat jika memang ada kemauan politik yang kuat dari pihak pemerintah dan DPR. Kritik serupa juga datang dari Lucius Karus, peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), yang menyatakan bahwa Jokowi tampaknya berusaha membalikkan citra negatif terkait revisi UU Pilkada dan politik dinasti dengan membahas RUU Perampasan Aset. Namun, Lucius menilai bahwa pembahasan ini tidak lebih dari sebuah upaya untuk mengalihkan perhatian publik, karena kenyataannya RUU ini tidak akan bisa disahkan dalam sisa waktu yang ada.
Perbandingan dengan Revisi UU Lain
Keterlambatan dalam pembahasan RUU Perampasan Aset ini juga terlihat kontras dengan cepatnya proses revisi undang-undang lain yang dianggap lebih menguntungkan secara politis bagi para anggota DPR dan pemerintah. Misalnya, revisi UU Kementerian Negara, UU Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), UU TNI, dan UU Polri yang diprioritaskan untuk diselesaikan pada masa sidang ini juga. Menurut Lucius, perlakuan berbeda ini menunjukkan bahwa RUU yang dinilai tidak memberikan keuntungan politis cenderung diabaikan atau diperlambat proses pembahasannya, sementara RUU yang bisa menguntungkan kepentingan politik tertentu lebih cepat disahkan.
Dari sisi DPR, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi, mengatakan bahwa RUU Perampasan Aset masih berada di tangan pimpinan DPR dan belum ada keputusan alat kelengkapan dewan (AKD) mana yang akan membahas RUU ini. Sementara itu, beberapa anggota DPR lainnya memberikan tanggapan yang beragam mengenai status pembahasan RUU ini, menunjukkan ketidakpastian dan kurangnya komitmen untuk segera menyelesaikan RUU tersebut. Hal ini semakin memperkuat pandangan bahwa RUU Perampasan Aset tidak menjadi prioritas utama di parlemen.
RUU Perampasan Aset: Penting, tapi Tidak Mendapat Perhatian
Bagi sebagian besar pengamat, RUU Perampasan Aset seharusnya menjadi prioritas utama karena relevansinya dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa baik pemerintah maupun DPR tampaknya kurang memiliki kemauan politik untuk mengesahkan RUU ini. Diky Anandya, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), menilai bahwa pemberantasan korupsi belum menjadi agenda prioritas pemerintah. Diky juga menunjukkan bahwa jumlah kasus korupsi di Indonesia justru meningkat selama lima tahun terakhir pemerintahan Jokowi, dengan jumlah tersangka yang semakin bertambah setiap tahunnya. Dia menyoroti bahwa pengembalian kerugian negara akibat korupsi juga masih jauh dari optimal, mengindikasikan bahwa pemerintah belum memiliki orientasi politik dan hukum yang jelas dalam mendukung upaya pemulihan aset.
RUU Perampasan Aset bertujuan untuk mempermudah proses pemulihan kerugian negara dengan mengizinkan penyitaan aset yang diduga diperoleh dari tindak pidana, tanpa harus menunggu proses hukum yang lama. Namun, tanpa adanya komitmen yang kuat dari pemerintah dan DPR, RUU ini tampaknya masih akan terus tertunda. Dalam konteks ini, pernyataan Jokowi yang mendesak DPR untuk mempercepat pembahasan RUU ini bisa dipandang lebih sebagai sebuah retorika politik di akhir masa jabatannya, daripada sebuah inisiatif yang benar-benar bertujuan untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Di akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi dihadapkan pada sejumlah kritik dan tuduhan terkait langkah-langkah politik yang diambilnya, termasuk mengenai desakan percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset. Bagi sebagian pihak, langkah ini lebih terlihat sebagai upaya mengalihkan perhatian dari isu kontroversial lain, seperti revisi UU Pilkada dan tuduhan politik dinasti. Meskipun RUU ini sangat penting untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi, kurangnya komitmen dari pemerintah dan DPR menunjukkan bahwa politik sering kali lebih diutamakan daripada kepentingan publik. Dengan demikian, pernyataan Jokowi ini, meskipun terdengar tegas, belum tentu memiliki dampak nyata dalam jangka pendek, terutama jika tidak diikuti dengan langkah-langkah konkret untuk mendorong pengesahan RUU tersebut.
RUU Perampasan Aset bisa menjadi alat yang kuat untuk memberantas korupsi jika didukung oleh kemauan politik yang kuat dan pembahasan yang serius di parlemen. Namun, tanpa adanya tindakan yang nyata, desakan Jokowi ini mungkin akan berlalu begitu saja sebagai bagian dari retorika politik di akhir masa jabatan. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia perlu terus mengawasi dan mengawal proses ini agar tujuan utama pemberantasan korupsi benar-benar tercapai. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Calon Tunggal Menjamur: Tantangan Baru Demokrasi di Pilkada 2024
Kesepakatan DPR dan KPU pada PKPU Pencalonan: Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi
Pilkada 2024: KPU Umumkan Jadwal Pendaftaran dan Revisi Aturan Pencalonan Sesuai Putusan MK
Presiden Jokowi Ikuti Putusan MK, Tolak Perppu Pilkada Setelah Revisi UU Batal
Pilkada 2024 Akan Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi: Penegasan Komisi II DPR
Keputusan MK Soal Pilkada 2024: Jalan Terbuka bagi Partai Kecil dan Kandidat Alternatif
Megawati Soekarnoputri: Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Langgar Konstitusi
PDI-P Unggul dalam Pemilu Legislatif 2024, Delapan Partai Politik Duduki Kursi DPR
Anies Baswedan Resmi Diusung NasDem untuk Pilgub DKI Jakarta 2024
Pilpres 2024: Lima Sorotan Utama dari Sidang Perdana Gugatan di MK
Perjalanan Indonesia dari Federalisme ke Negara Kesatuan: Tantangan dan Perkembangan Pasca-RIS
Gibran sebagai Cawapres: DKPP Ambil Tindakan Serius Terhadap KPU dan Hasyim Asyari
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
HIKAPINDO Perjuangkan Kader Penyuluh Indonesia di DPR RI
Apa Isi Risalah At-Tauhid Sidoresmo Surabaya Untuk Anies Baswedan ?
DISKUSI PUBLIK CONTINUUM BIGDATA CENTER : “DINAMIKA POLITIK MENUJU 2024, APA KATA BIG DATA?”
Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota
Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T
Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi
Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara
Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri yang Sebelah Mata Terhadap Warteg
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung