Jakarta, Kowantaranews.com -Pada akhir Agustus 2024, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengumumkan rencana ambisius untuk mencetak 500 ribu hektare sawah di Kalimantan Tengah sebagai bagian dari program food estate nasional. Rencana ini, yang juga mencakup potensi perluasan hingga 1 juta hektare, berusaha menjadikan Kalimantan Tengah salah satu lumbung pangan utama Indonesia. Namun, di balik angka-angka besar dan retorika optimis ini, ada banyak tantangan dan kekhawatiran yang mengingatkan kita akan kegagalan program food estate di masa lalu, terutama selama era Presiden Joko Widodo.
Latar Belakang Program Food Estate
Food estate atau lumbung pangan adalah proyek besar pemerintah untuk mencetak lahan pertanian skala besar dengan tujuan meningkatkan produksi pangan nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, konsep ini semakin sering diangkat, terutama sebagai respons terhadap meningkatnya kebutuhan pangan dan ancaman krisis pangan global.
Pada masa pandemi COVID-19, pemerintah Jokowi meluncurkan program food estate dengan dalih mengatasi potensi kekurangan pangan. Namun, hasilnya tidak sesuai harapan. Sebagian besar proyek ini gagal mencapai tujuannya dan bahkan menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Contoh nyata adalah pengembangan lumbung pangan singkong di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Di sana, Greenpeace melaporkan bahwa lahan seluas 30 ribu hektare yang telah dibabat tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Lahan yang seharusnya ditanami singkong tidak ditemukan tanaman yang dijanjikan, dan deforestasi telah menyebabkan pelepasan emisi karbon yang cukup besar.
Kegagalan ini juga terlihat pada proyek-proyek lainnya, termasuk di kawasan pengembangan lahan gambut di Kalimantan Tengah dan proyek lumbung pangan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Proyek ini tidak hanya gagal secara ekonomi tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, seperti deforestasi dan degradasi lahan gambut.
Ambisi Prabowo dan Tantangan Keberlanjutan
Dengan latar belakang ini, rencana Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk mencetak 500 ribu hingga 1 juta hektare sawah di Kalimantan Tengah membawa banyak pertanyaan. Apakah pemerintahan Prabowo Subianto akan mengulangi kesalahan yang sama, ataukah mereka memiliki pendekatan baru untuk memastikan keberhasilan program food estate?
Dalam konteks anggaran, rencana Prabowo untuk mengembangkan food estate akan membutuhkan dana besar. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 mengalokasikan sekitar Rp 124,4 triliun untuk program ketahanan pangan, dengan sebagian besar dana ini diharapkan untuk mendukung pengembangan food estate. Namun, Menteri Amran telah mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 68 triliun, yang menunjukkan bahwa anggaran saat ini mungkin tidak cukup untuk memenuhi ambisi besar tersebut.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah memastikan keberlanjutan lingkungan dan ekonomi dari proyek-proyek ini. Food estate di lahan gambut, misalnya, sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan. Lahan gambut merupakan salah satu penyimpan karbon terbesar di dunia, dan mengubahnya menjadi lahan pertanian dapat menyebabkan emisi karbon yang signifikan dan memperburuk perubahan iklim.
Belajar dari Pengalaman Masa Lalu
Pakar pertanian dan lingkungan mengingatkan bahwa proyek-proyek food estate skala besar sering kali gagal karena kurangnya perencanaan yang matang dan pemahaman terhadap kondisi lokal. Dwi Andreas, seorang pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor, menyarankan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam merencanakan proyek-proyek ini. Menurutnya, salah satu penyebab kegagalan proyek-proyek sebelumnya adalah skalanya yang terlalu besar, yang menyebabkan biaya operasional dan lingkungan yang tinggi.
Ia juga menekankan perlunya pendekatan yang lebih berfokus pada pengelolaan lahan yang sudah ada dan dalam skala yang lebih kecil. Dengan cara ini, pemerintah dapat meminimalkan dampak lingkungan dan memastikan bahwa proyek-proyek tersebut dapat dikelola secara berkelanjutan. Dwi juga menyarankan penggunaan program transmigrasi yang mendukung peningkatan produksi pangan, di mana satu keluarga dapat mengelola 10 hektare lahan, dengan sebagian untuk tanaman pangan dan sisanya untuk keperluan lain.
Pentingnya Kearifan Lokal dan Diversifikasi Pangan
Selain tantangan lingkungan dan skala, ada juga masalah terkait dengan pilihan komoditas yang ditanam dalam proyek food estate. Khudori, seorang pegiat di Komite Pendayagunaan Pertanian, mengingatkan pentingnya mempertimbangkan kearifan lokal dalam memilih komoditas yang akan dikembangkan. Misalnya, di Papua, di mana masyarakatnya lebih akrab dengan sagu, mungkin lebih bijaksana untuk mengembangkan sagu daripada memaksakan penanaman padi.
Diversifikasi pangan juga penting untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan pada satu jenis komoditas. Dengan mengembangkan berbagai jenis tanaman pangan yang sesuai dengan kondisi lokal, Indonesia dapat memastikan ketahanan pangan yang lebih baik dan mengurangi risiko kegagalan panen akibat perubahan iklim atau bencana alam.
Baca juga : Kenaikan Harga Minyakita Dipicu Hambatan Distribusi dan Minimnya Sosialisasi Kebijakan Baru
Baca juga : UU Cipta Kerja: Antara Harapan dan Kenyataan Empat Tahun Kemudian
Baca juga : Gaya Hidup Mewah di Tengah Ketimpangan: Kue Rp 400.000 dan Jet Pribadi di Indonesia
Peluang dan Harapan ke Depan
Meskipun ada banyak tantangan, program food estate juga menawarkan peluang besar. Jika dilakukan dengan benar, food estate dapat membantu Indonesia mencapai swasembada pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor. Program ini juga bisa menjadi alat penting untuk memperluas lahan pertanian ke luar Jawa dan mendukung pembangunan ekonomi di wilayah-wilayah tersebut.
Namun, untuk mencapai tujuan ini, pemerintah perlu belajar dari kegagalan masa lalu dan mengadopsi pendekatan yang lebih hati-hati dan berkelanjutan. Ini termasuk melakukan studi kelayakan yang komprehensif sebelum membuka lahan baru, mempertimbangkan dampak lingkungan dari proyek-proyek tersebut, dan melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Strategi Prabowo untuk Masa Depan
Selama kampanye, Prabowo Subianto menjanjikan peningkatan luas panen tanaman pangan hingga 4 juta hektare pada tahun 2029. Ini adalah target yang ambisius dan menunjukkan komitmen pemerintahannya terhadap ketahanan pangan. Namun, untuk mencapai target ini, pemerintah perlu memastikan bahwa proyek-proyek food estate dilaksanakan dengan perencanaan yang matang dan pengawasan yang ketat.
Prabowo juga harus mempertimbangkan untuk mengadopsi pendekatan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Ini termasuk memanfaatkan teknologi pertanian terbaru, seperti pertanian presisi, untuk meningkatkan produktivitas lahan tanpa merusak lingkungan. Pemerintah juga harus berinvestasi dalam pelatihan dan dukungan bagi petani lokal, sehingga mereka dapat beradaptasi dengan praktik pertanian yang lebih modern dan berkelanjutan.
Selain itu, Prabowo perlu memastikan bahwa proyek food estate tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi pangan tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat lokal. Dengan cara ini, program ini dapat memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi masyarakat sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional.
Program food estate Prabowo dihadapkan pada bayang-bayang kegagalan masa lalu dan tantangan besar di masa depan. Namun, dengan perencanaan yang matang, pendekatan yang berkelanjutan, dan keterlibatan masyarakat lokal, program ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. Pemerintah harus memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil untuk memperluas lahan pertanian tidak merusak lingkungan dan bahwa proyek-proyek tersebut memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi masyarakat. Dengan demikian, Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dan memastikan ketahanan pangan jangka panjang untuk generasi mendatang. *Mukroni
Foto Tempo
- Berita Terkait :
Kenaikan Harga Minyakita Dipicu Hambatan Distribusi dan Minimnya Sosialisasi Kebijakan Baru
UU Cipta Kerja: Antara Harapan dan Kenyataan Empat Tahun Kemudian
Gaya Hidup Mewah di Tengah Ketimpangan: Kue Rp 400.000 dan Jet Pribadi di Indonesia
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi