Jakarta, Kowantaranews.com -Fenomena politik dinasti di Indonesia bukanlah hal baru. Dinamika ini telah berlangsung selama bertahun-tahun dan terus menjadi topik perbincangan hangat setiap kali pemilihan kepala daerah atau Pilkada tiba. Pada Pilkada 2024, fenomena ini kembali mencuat dengan kuat, menunjukkan bagaimana keluarga-keluarga berpengaruh mendominasi panggung politik di berbagai wilayah. Dinasti politik, yang merujuk pada praktik di mana kekuasaan politik dikontrol oleh beberapa keluarga tertentu, menunjukkan gejala-gejala yang semakin meluas di Indonesia. Dalam Pilkada 2024, dinasti politik bukan hanya sebuah pilihan, tetapi sudah menjadi pola yang semakin mengakar.
Mengapa Dinasti Politik Masih Bertahan?
Pertanyaan utama yang sering muncul adalah mengapa dinasti politik tetap bertahan dan bahkan terlihat semakin kuat di Indonesia? Ada beberapa faktor yang menjelaskan fenomena ini. Pertama, kekuatan dan pengaruh keluarga-keluarga yang sudah lama berkuasa dalam politik lokal. Di banyak daerah, keluarga-keluarga ini telah membangun jaringan kekuatan yang sangat kuat, yang mencakup tidak hanya pengaruh politik, tetapi juga pengaruh ekonomi dan sosial. Pengaruh ini seringkali begitu besar sehingga sulit bagi lawan politik mereka untuk menembus dominasi mereka. Dalam konteks Pilkada 2024, banyak calon kepala daerah yang memiliki hubungan kekerabatan langsung dengan tokoh politik yang berpengaruh, memperlihatkan bagaimana kekuatan keluarga masih menjadi faktor utama dalam perebutan kekuasaan.
Selain itu, dinasti politik sering kali didukung oleh struktur partai politik yang ada. Di Indonesia, proses pencalonan dalam Pilkada sering kali bergantung pada keputusan elit partai di tingkat pusat. Keputusan ini sering kali dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau keluarga daripada pertimbangan meritokrasi atau kompetensi calon. Dalam banyak kasus, kandidat dari keluarga yang berpengaruh mendapatkan dukungan dari partai-partai besar karena mereka dianggap memiliki peluang yang lebih besar untuk menang, baik karena dukungan finansial maupun jaringan politik yang luas. Ini menciptakan siklus di mana dinasti politik terus berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Contoh Kasus Dinasti Politik di Pilkada 2024
Pilkada 2024 di Indonesia menyaksikan beberapa contoh mencolok dari dinasti politik yang berusaha memperpanjang kekuasaan mereka. Salah satu contohnya adalah di DKI Jakarta, di mana Pramono Anung, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Kabinet, mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pada saat yang sama, anaknya, Hanindhito Himawan Pramana, mencalonkan diri kembali sebagai Bupati Kediri, sebuah posisi yang telah dipegangnya sebelumnya. Keduanya didukung oleh hampir semua partai besar di DPR, menunjukkan kekuatan jaringan politik yang mereka miliki.
Di Kalimantan Tengah, fenomena dinasti politik juga terlihat jelas. Abdul Razak, yang pernah menjabat sebagai Bupati Kotawaringin Barat, kini mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Tengah. Di saat yang sama, anaknya, Fairid Naparin, juga maju kembali dalam pemilihan Wali Kota Palangka Raya. Hubungan keluarga ini menunjukkan bagaimana dinasti politik bekerja untuk mempertahankan kekuasaan dalam keluarga. Abdul Razak juga memiliki hubungan kekerabatan dengan Gubernur Kalimantan Tengah saat ini, Sugianto Sabran, yang juga memiliki anggota keluarga lain, Agustiar Sabran, yang mencalonkan diri di Pilkada yang sama.
Banten, sebagai salah satu provinsi yang selalu menarik perhatian dalam setiap pilkada, juga tidak lepas dari praktik politik dinasti. Airin Rachmi Diany, adik ipar dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mencalonkan diri sebagai Gubernur Banten. Keponakannya, Pilar Saga Ichsan, juga kembali mencalonkan diri sebagai Wakil Wali Kota Tangerang Selatan. Di tempat lain di Banten, Ratu Ria Maryana, adik tiri Ratu Atut, mencalonkan diri sebagai calon Wali Kota Serang. Keluarga ini telah lama dikenal memiliki pengaruh politik yang kuat di Banten, dan kehadiran mereka di Pilkada 2024 menunjukkan bagaimana mereka berusaha untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan mereka.
Di Sumatera Utara, menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution, mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Utara, memperlihatkan bagaimana dinasti politik juga merambah ke dalam lingkup keluarga presiden. Bobby Nasution didukung oleh koalisi 10 partai politik, termasuk partai-partai besar seperti PDI-P, Golkar, dan Gerindra. Keterlibatan Bobby dalam Pilkada 2024 menunjukkan bahwa dinasti politik bukan hanya fenomena di tingkat lokal, tetapi juga terjadi di tingkat nasional.
Baca juga : Strategi Politik Jokowi di Akhir Jabatan: Desakan Pembahasan RUU Perampasan Aset dan Tuduhan Gimik
Baca juga : Calon Tunggal Menjamur: Tantangan Baru Demokrasi di Pilkada 2024
Baca juga : Kesepakatan DPR dan KPU pada PKPU Pencalonan: Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi
Mengapa Dinasti Politik Mengancam Demokrasi?
Keberlanjutan dinasti politik menimbulkan pertanyaan serius tentang dampaknya terhadap demokrasi di Indonesia. Salah satu argumen utama yang diajukan oleh para kritikus adalah bahwa dinasti politik menciptakan lingkungan yang tidak adil dan tidak demokratis. Ketika kekuasaan terkonsentrasi di tangan beberapa keluarga, ini mengurangi kesempatan bagi individu-individu lain yang mungkin memiliki kompetensi dan integritas untuk berpartisipasi dalam proses politik. Hal ini pada akhirnya menghambat munculnya pemimpin-pemimpin baru yang berpotensi membawa perubahan positif.
Selain itu, dinasti politik sering kali dikaitkan dengan praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Ketika keluarga tertentu memiliki kendali yang kuat atas sumber daya publik, ada risiko besar bahwa sumber daya tersebut akan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau keluarga. Ini tidak hanya merugikan rakyat, tetapi juga merusak integritas lembaga-lembaga publik dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik.
Sebagai contoh, di beberapa daerah, kandidat dari keluarga berpengaruh sering kali menggunakan posisi mereka untuk memobilisasi sumber daya negara demi kampanye mereka, termasuk menggunakan anggaran daerah atau memanfaatkan jaringan birokrasi untuk mendukung kampanye politik mereka. Ini menciptakan ketimpangan yang signifikan antara kandidat yang berasal dari dinasti politik dan kandidat independen atau kandidat yang kurang memiliki akses ke sumber daya yang sama.
Upaya Mengatasi Dinasti Politik
Mengatasi fenomena dinasti politik bukanlah tugas yang mudah. Meski sudah ada upaya legislasi untuk menekan praktik politik dinasti, hasilnya masih jauh dari memadai. Pasal 7 huruf r UU Pilkada yang mengatur pembatasan calon kepala daerah yang memiliki hubungan keluarga dengan petahana sempat memberikan harapan, tetapi pembatalan pasal tersebut oleh Mahkamah Konstitusi pada 2015 menegaskan bahwa upaya legislasi saja tidak cukup untuk mengatasi masalah ini.
Namun, beberapa langkah dapat diambil untuk mengurangi dampak negatif dari dinasti politik. Pertama, partai politik perlu memperkuat sistem seleksi kandidat mereka, dengan fokus pada kompetensi dan integritas daripada koneksi keluarga. Selain itu, memperkuat pengawasan terhadap penggunaan sumber daya publik selama kampanye dapat membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Pendidikan politik juga sangat penting dalam upaya mengatasi dinasti politik. Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya demokrasi yang sehat dan risiko yang ditimbulkan oleh politik dinasti. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses politik dan memberikan mereka pilihan yang lebih luas dapat membantu memecah dominasi dinasti politik.
Fenomena dinasti politik di Pilkada 2024 menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah membuat banyak kemajuan dalam pembangunan demokrasi, masih ada tantangan signifikan yang harus diatasi. Dinasti politik menciptakan lingkungan yang tidak adil dan dapat merusak integritas demokrasi di Indonesia. Meskipun fenomena ini berakar kuat, dengan upaya yang tepat dari partai politik, lembaga pengawas, dan masyarakat, ada harapan bahwa politik Indonesia dapat bergerak menuju proses yang lebih adil dan demokratis di masa depan. Pilkada 2024 seharusnya menjadi momen refleksi bagi semua pihak untuk mendorong perubahan positif dan mengurangi dominasi dinasti politik demi masa depan demokrasi Indonesia yang lebih baik. *Mukroni
Foto Kompas
- Berita Terkait :
Strategi Politik Jokowi di Akhir Jabatan: Desakan Pembahasan RUU Perampasan Aset dan Tuduhan Gimik
Calon Tunggal Menjamur: Tantangan Baru Demokrasi di Pilkada 2024
Kesepakatan DPR dan KPU pada PKPU Pencalonan: Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi
Pilkada 2024: KPU Umumkan Jadwal Pendaftaran dan Revisi Aturan Pencalonan Sesuai Putusan MK
Presiden Jokowi Ikuti Putusan MK, Tolak Perppu Pilkada Setelah Revisi UU Batal
Pilkada 2024 Akan Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi: Penegasan Komisi II DPR
Keputusan MK Soal Pilkada 2024: Jalan Terbuka bagi Partai Kecil dan Kandidat Alternatif
Megawati Soekarnoputri: Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Langgar Konstitusi
PDI-P Unggul dalam Pemilu Legislatif 2024, Delapan Partai Politik Duduki Kursi DPR
Anies Baswedan Resmi Diusung NasDem untuk Pilgub DKI Jakarta 2024
Pilpres 2024: Lima Sorotan Utama dari Sidang Perdana Gugatan di MK
Perjalanan Indonesia dari Federalisme ke Negara Kesatuan: Tantangan dan Perkembangan Pasca-RIS
Gibran sebagai Cawapres: DKPP Ambil Tindakan Serius Terhadap KPU dan Hasyim Asyari
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
HIKAPINDO Perjuangkan Kader Penyuluh Indonesia di DPR RI
Apa Isi Risalah At-Tauhid Sidoresmo Surabaya Untuk Anies Baswedan ?
DISKUSI PUBLIK CONTINUUM BIGDATA CENTER : “DINAMIKA POLITIK MENUJU 2024, APA KATA BIG DATA?”
Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota
Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T
Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi
Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara
Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri yang Sebelah Mata Terhadap Warteg
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung