Jakarta, Kowantaranews.com -Rencana Prabowo Subianto untuk membentuk kabinet zaken kembali mencuat seiring dengan persiapan peralihan pemerintahan dari Presiden Joko Widodo. Ide membentuk kabinet yang diisi oleh para ahli di bidangnya, atau dikenal sebagai kabinet zaken, sebenarnya bukan konsep baru dalam politik Indonesia. Namun, gagasan ini selalu menarik untuk disoroti, mengingat tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa dalam setiap era berbeda. Di tengah dinamika politik yang selalu melibatkan partai, konsep kabinet zaken dianggap sebagai solusi ideal untuk menghadapi persoalan fundamental yang kerap kali menghambat pembangunan.
Sejarah Kabinet Zaken di Indonesia
Konsep kabinet zaken pertama kali diperkenalkan dalam sejarah Indonesia pada masa awal kemerdekaan, di era demokrasi parlementer, antara tahun 1950 hingga 1959. Pada periode ini, kabinet-kabinet yang dibentuk didasarkan pada asas keahlian, meskipun pengaruh partai politik tetap kuat. Dalam Kabinet Natsir (1950-1951), misalnya, dari 18 posisi yang ada, lima di antaranya diisi oleh para ahli nonpartai. Tokoh-tokoh seperti Mohammad Roem dari Partai Masyumi yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri merupakan contoh bagaimana perpaduan antara politikus dan ahli di bidangnya mampu menjalankan pemerintahan dengan baik.
Selanjutnya, Kabinet Wilopo (1952-1953) juga mencoba menyeimbangkan antara politik dan keahlian. Wilopo memberi porsi bagi partai besar seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Masyumi, sembari menempatkan para ahli nonpartai di beberapa posisi strategis. Sultan Hamengkubuwono IX menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Djuanda sebagai Menteri Perhubungan, dua tokoh yang dikenal karena integritas dan keahlian mereka di bidang masing-masing.
Namun, kabinet zaken yang paling menonjol dalam sejarah Indonesia adalah Kabinet Djuanda (1957-1959), di mana lebih dari separuh posisi menteri diisi oleh para ahli nonpartai. Kabinet ini bertahan lebih lama dibandingkan kabinet-kabinet parlementer lainnya, di tengah kondisi politik yang penuh gejolak. Djuanda sendiri, sebagai formatur kabinet, berhasil menjaga stabilitas pemerintahan, meskipun negara sedang berada dalam situasi genting, termasuk percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno dalam Peristiwa Cikini pada tahun 1957.
Reformasi dan Pengaruh Kabinet Zaken
Pasca-Reformasi 1998, gagasan kabinet zaken kembali mengemuka, terutama dengan adanya perubahan dalam sistem pemilihan presiden secara langsung. Presiden pertama yang terpilih secara langsung, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengadopsi prinsip kabinet zaken dalam Kabinet Indonesia Bersatu I (2004-2009). Dari 36 menteri, 53 persen di antaranya berasal dari kalangan profesional nonpartai. Langkah ini menunjukkan bahwa keahlian menjadi aspek penting dalam mengelola kementerian yang strategis.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan memberikan porsi lebih besar kepada kalangan nonpartai dalam Kabinet Kerja (2014-2019). Dari 34 menteri yang dilantik, 62 persen berasal dari kalangan profesional, menjadikan kabinet tersebut sebagai yang paling banyak diisi oleh ahli sejak era pemilihan presiden langsung dimulai. Para profesional ini berasal dari latar belakang yang beragam, termasuk akademisi, militer, dan birokrat yang diharapkan mampu bekerja secara efektif dan bebas dari tekanan politik.
Baca juga : Penambahan Kementerian untuk Efektivitas Pemerintahan: Langkah Strategis Kabinet Prabowo-Gibran
Baca juga : Mengembalikan Politik ke Publik: Evaluasi Keputusan MK dan Usulan Reformasi Ambang Batas
Baca juga : Pilkada 2024: Ketika Keluarga Menguasai Panggung Politik
Prabowo dan Kabinet Zaken
Menjelang pergantian pemerintahan di tahun 2024, Prabowo Subianto, yang diprediksi menjadi presiden terpilih, kembali mengangkat konsep kabinet zaken sebagai landasan pembentukan pemerintahannya. Prabowo telah mengutarakan keinginannya untuk membentuk pemerintahan yang diisi oleh para ahli di bidang masing-masing, meskipun sebagian dari mereka berasal dari partai politik. Ide ini disambut baik oleh berbagai kalangan, termasuk Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Chaniago, yang menilai kabinet zaken sebagai solusi untuk mengatasi masalah fundamental yang dihadapi Indonesia saat ini.
Menurut Pangi, tantangan seperti pengangguran, harga kebutuhan pokok yang melonjak, hingga maraknya kriminalitas harus dihadapi dengan pendekatan berbasis keahlian. Jika kabinet hanya diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi di bidangnya, masalah-masalah ini akan sulit diatasi. Oleh karena itu, ia mendorong Prabowo untuk menempatkan menteri berdasarkan kecakapan mereka, bukan semata karena mereka merupakan kader partai.
Contoh nyata dari pentingnya keahlian dalam kabinet bisa dilihat pada sosok Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam pemerintahan Jokowi. Basuki dianggap sukses menjalankan tugasnya karena latar belakangnya yang mendalam di bidang infrastruktur, sesuai dengan jabatan yang diembannya. Model seperti inilah yang diharapkan akan diadopsi oleh Prabowo dalam memilih para pembantunya kelak.
Tantangan Politik dalam Pembentukan Kabinet Zaken
Meski gagasan kabinet zaken terdengar ideal, Prabowo tidak bisa mengabaikan realitas politik yang ada. Koalisi partai politik pendukungnya yang besar tentunya menuntut jatah kursi di kabinet. Seperti yang diungkapkan oleh Lili Romli, peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), meskipun kabinet zaken diisi oleh para ahli, Prabowo tetap harus menjaga soliditas koalisi partai pendukungnya agar pemerintahan dapat berjalan mulus.
Namun, menurut Lili, hal ini bisa diatasi dengan pendekatan fifty-fifty, di mana sebagian kabinet diisi oleh kader partai dan sebagian lagi oleh para ahli nonpartai. Lili juga menekankan pentingnya memilih kader partai yang memiliki kapasitas di bidangnya, sehingga mereka tidak akan kesulitan menjalankan tugas. Dengan cara ini, kabinet zaken tetap bisa terwujud tanpa mengorbankan dukungan politik dari partai-partai pendukung.
Fleksibilitas Jumlah Kementerian
Sebagai bagian dari persiapan menuju pemerintahan Prabowo, revisi terhadap Undang-Undang Kementerian Negara juga disepakati, memungkinkan jumlah kementerian tidak lagi dibatasi hanya 34 pos. Dengan perubahan ini, presiden terpilih memiliki fleksibilitas untuk menambah atau memecah kementerian sesuai kebutuhan. Fleksibilitas ini memberikan ruang bagi Prabowo untuk membentuk kabinet yang lebih sesuai dengan tantangan-tantangan yang dihadapi Indonesia ke depan, baik di bidang ekonomi, pendidikan, infrastruktur, maupun keamanan.
Konklusi: Kabinet Zaken sebagai Solusi Masa Depan
Kabinet zaken yang diusulkan oleh Prabowo Subianto membawa harapan akan terbentuknya pemerintahan yang lebih efisien, efektif, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Di tengah kondisi ekonomi global yang semakin tidak menentu, serta berbagai masalah domestik yang kian kompleks, Indonesia membutuhkan talenta-talenta terbaik yang mampu menghadirkan solusi konkret.
Namun, keberhasilan kabinet zaken tidak hanya bergantung pada keahlian individu yang menduduki jabatan menteri, tetapi juga pada kemampuan Prabowo untuk menavigasi kepentingan politik dari partai-partai pendukungnya. Jika Prabowo mampu menemukan keseimbangan antara keahlian dan kepentingan politik, kabinet zaken bukan hanya sebuah konsep masa lalu yang romantis, tetapi bisa menjadi kenyataan yang membawa Indonesia menuju era yang lebih baik.
Dengan latar belakang sejarah yang kuat, tradisi kabinet zaken selalu menunjukkan bahwa keahlian adalah kunci dalam menciptakan pemerintahan yang efektif. Di era modern, ketika tantangan semakin kompleks dan beragam, pembentukan kabinet berdasarkan kecakapan dan kompetensi adalah langkah maju yang sangat dinanti oleh banyak pihak. Prabowo, dengan visi dan misinya, memiliki peluang untuk membuktikan bahwa konsep ini masih relevan dan dapat membawa perubahan positif bagi Indonesia. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Penambahan Kementerian untuk Efektivitas Pemerintahan: Langkah Strategis Kabinet Prabowo-Gibran
Mengembalikan Politik ke Publik: Evaluasi Keputusan MK dan Usulan Reformasi Ambang Batas
Pilkada 2024: Ketika Keluarga Menguasai Panggung Politik
Strategi Politik Jokowi di Akhir Jabatan: Desakan Pembahasan RUU Perampasan Aset dan Tuduhan Gimik
Calon Tunggal Menjamur: Tantangan Baru Demokrasi di Pilkada 2024
Kesepakatan DPR dan KPU pada PKPU Pencalonan: Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi
Pilkada 2024: KPU Umumkan Jadwal Pendaftaran dan Revisi Aturan Pencalonan Sesuai Putusan MK
Presiden Jokowi Ikuti Putusan MK, Tolak Perppu Pilkada Setelah Revisi UU Batal
Pilkada 2024 Akan Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi: Penegasan Komisi II DPR
Keputusan MK Soal Pilkada 2024: Jalan Terbuka bagi Partai Kecil dan Kandidat Alternatif
Megawati Soekarnoputri: Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Langgar Konstitusi
PDI-P Unggul dalam Pemilu Legislatif 2024, Delapan Partai Politik Duduki Kursi DPR
Anies Baswedan Resmi Diusung NasDem untuk Pilgub DKI Jakarta 2024
Pilpres 2024: Lima Sorotan Utama dari Sidang Perdana Gugatan di MK
Perjalanan Indonesia dari Federalisme ke Negara Kesatuan: Tantangan dan Perkembangan Pasca-RIS
Gibran sebagai Cawapres: DKPP Ambil Tindakan Serius Terhadap KPU dan Hasyim Asyari
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
HIKAPINDO Perjuangkan Kader Penyuluh Indonesia di DPR RI
Apa Isi Risalah At-Tauhid Sidoresmo Surabaya Untuk Anies Baswedan ?
DISKUSI PUBLIK CONTINUUM BIGDATA CENTER : “DINAMIKA POLITIK MENUJU 2024, APA KATA BIG DATA?”
Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota
Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T
Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi
Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara
Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri yang Sebelah Mata Terhadap Warteg
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung