Jakarta, Kowantaranews.com -Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 seharusnya menjadi momentum penting bagi partisipasi generasi muda dalam dunia politik Indonesia. Dengan prediksi bonus demografi yang memperlihatkan dominasi usia produktif, yakni 70 persen penduduk Indonesia berusia 15-64 tahun pada 2024, ini seharusnya menjadi peluang besar bagi anak muda untuk tampil sebagai pemimpin baru di tingkat lokal. Namun, realitas berkata lain: generasi muda masih terpinggirkan dalam kontestasi politik elektoral. Hambatan struktural dan finansial menjadi penghalang utama bagi mereka untuk ikut bersaing dalam perebutan posisi kepala daerah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia akan memasuki masa bonus demografi pada 2024, dengan sebagian besar penduduknya berada di usia produktif. Namun, meskipun potensi demografi ini begitu besar, data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa partisipasi anak muda dalam Pilkada 2024 masih minim. Dari 2.047 calon kepala daerah yang bersaing di Pilkada, hanya 22 persen atau 453 calon yang berasal dari kelompok milenial dan Gen Z. Mayoritas calon masih didominasi oleh generasi yang lebih tua, dengan 60 persen dari mereka berada di rentang usia 44-59 tahun dan 18 persen berusia di atas 60 tahun.
Mengapa angka partisipasi anak muda begitu rendah? Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini, mulai dari hambatan internal partai politik hingga tantangan finansial yang besar.
Politik Elitis dan Oligarki
Hurriyah, dosen senior di Departemen Ilmu Politik dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), menyoroti salah satu hambatan terbesar bagi anak muda untuk terlibat dalam politik elektoral adalah komitmen yang lemah dari partai politik dalam mempromosikan calon pemimpin muda. Menurut Hurriyah, partai politik masih didominasi oleh karakter elitis dan oligarkis, yang lebih mengutamakan kepentingan elite partai dan kelompok-kelompok dengan koneksi kuat.
“Partai politik adalah agen kunci dalam rekrutmen dan partisipasi kepemimpinan. Namun, mereka belum memiliki komitmen serius untuk mempromosikan calon pemimpin muda. Partai politik cenderung enggan membuka peluang bagi generasi muda, baik dalam bentuk kaderisasi maupun promosi kepemimpinan,” ujar Hurriyah.
Sistem politik di Indonesia, terutama pada tingkat lokal, masih sangat dipengaruhi oleh jejaring politik yang tertutup dan terbatas. Anak muda yang tidak memiliki koneksi dengan elite partai cenderung kesulitan mendapatkan akses atau rekomendasi untuk mencalonkan diri dalam Pilkada. Proses seleksi kandidat yang tidak terbuka ini memaksa generasi muda yang ingin terjun ke dunia politik harus berkompromi dengan elite politik atau bahkan menghadapi penolakan.
Arya Fernandes, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), juga mencatat bahwa akses yang terbatas bagi generasi muda disebabkan oleh dominasi elite politik dalam menentukan kandidat. “Selama keran tidak dibuka sepenuhnya oleh partai, masih sulit bagi anak muda untuk bisa mencalonkan diri. Partai politik masih cenderung menutup akses bagi calon muda yang tidak memiliki koneksi dengan elite partai,” jelas Arya.
Kondisi ini membuat banyak anak muda, terutama mereka yang memiliki semangat untuk mengubah keadaan, terjebak dalam dilema. Mereka dipaksa untuk memilih antara mengikuti sistem yang ada dan berkompromi dengan oligarki partai atau memilih jalur lain di luar politik elektoral.
Biaya Politik yang Selangit
Selain masalah struktural di dalam partai politik, masalah finansial menjadi hambatan signifikan bagi generasi muda untuk maju dalam Pilkada. Pilkada bukan hanya soal kompetisi politik, tetapi juga tentang kemampuan finansial. Biaya yang diperlukan untuk kampanye, mobilisasi massa, dan meraih dukungan politik sangat besar, membuat banyak anak muda, terutama mereka yang tidak berasal dari keluarga kaya atau dinasti politik, terpinggirkan.
Arya Fernandes menyebut bahwa biaya politik yang mahal menjadi faktor utama yang menghambat anak muda untuk terjun ke dunia politik. Menurutnya, generasi muda umumnya belum memiliki kekuatan finansial yang cukup untuk bersaing dengan kandidat lain yang lebih mapan secara ekonomi atau yang memiliki dukungan dari dinasti politik yang kuat.
“Mereka kesulitan untuk bersaing dengan kandidat lain yang sudah mapan secara finansial atau yang berasal dari dinasti politik yang memiliki akses ke sumber daya besar. Kondisi ini membuat partai politik cenderung mengabaikan potensi anak muda yang tidak memiliki dukungan finansial memadai,” ujar Arya.
Ongkos politik yang selangit membuat Pilkada menjadi arena yang sulit dimasuki oleh mereka yang murni mengandalkan gagasan. Eddy Soeparno, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN), mengakui bahwa salah satu alasan minimnya partisipasi anak muda dalam Pilkada adalah karena kebutuhan logistik dan dukungan politik yang besar. Anak muda yang tidak memiliki dukungan finansial atau jaringan politik yang kuat akan kesulitan untuk bertahan dalam kompetisi.
“Generasi muda yang maju murni berdasarkan gagasan masih belum banyak. Risiko yang besar, kebutuhan logistik yang tinggi, dan dukungan partai yang besar menjadi faktor pertimbangan utama,” ungkap Eddy.
Baca juga : Dari Warkop ke Layar Kaca: Ledakan Debat Kosong di Tengah Badai Kebohongan
Baca juga : Konflik Tak Berujung PKB dan Pengurus NU: Perebutan Pengaruh dan Legitimasi
Baca juga : Kabinet Zaken Prabowo: Membangun Pemerintahan Berbasis Keahlian di Era Modern
Tantangan Bagi Anak Muda
Terlepas dari semua hambatan tersebut, ada beberapa anak muda yang berani maju dalam Pilkada 2024. Menurut data KPU, 56 persen dari calon muda yang terlibat dalam Pilkada mendatang memilih posisi sebagai calon wakil kepala daerah, sementara hanya 208 orang yang berani mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Namun, banyak dari mereka yang berhasil maju berasal dari latar belakang dengan dukungan politik dan finansial yang kuat.
Eddy Soeparno mencontohkan Faldo Maldini, seorang politisi muda yang berani maju dalam Pilkada Kota Tangerang, berkat dukungan dari partai politik yang terafiliasi dengan pemenang Pilpres 2024. Dukungan semacam ini memungkinkan anak muda seperti Faldo untuk terjun ke politik elektoral di daerah tertentu. Namun, bagi banyak anak muda lainnya yang tidak memiliki akses serupa, jalan menuju pencalonan kepala daerah terasa sangat sulit.
Hurriyah mengklasifikasikan anak muda yang terlibat dalam politik menjadi tiga kelompok: mereka yang memiliki privilese politik, mantan aktivis mahasiswa yang terpaksa berkompromi dengan sistem partai, dan kelompok idealis yang menolak terlibat dalam politik formal. Kelompok terakhir ini, yang memilih jalur oposisi di luar parlemen, sering kali merasa tidak puas dengan praktik politik partai yang elitis dan pragmatis.
Dampak Minimnya Keterlibatan Anak Muda
Minimnya keterlibatan anak muda dalam politik memiliki dampak signifikan terhadap representasi kebijakan. Hurriyah menyebutkan bahwa kebutuhan anak muda, seperti isu krisis iklim, kesehatan mental, dan akses pekerjaan, sering kali diabaikan oleh politisi atau calon kepala daerah. Karena keterlibatan mereka dalam proses pembuatan kebijakan masih rendah, isu-isu yang relevan bagi generasi muda sering kali tidak mendapatkan perhatian yang semestinya.
Selain itu, Arya Fernandes menekankan bahwa minimnya keterlibatan anak muda juga berdampak pada ketidakseimbangan representasi politik di Indonesia. Saat populasi muda mendominasi demografi, tetapi pemimpin politik justru semakin tua, hal ini berpotensi menghambat kemajuan daerah. Pemimpin yang tidak merepresentasikan karakter demografi populasi muda cenderung kurang relevan dengan kebutuhan dan aspirasi mereka.
“Kita menghadapi bonus demografi di mana usia muda lebih banyak dari tahun sebelumnya. Tetapi, dari sisi kepemimpinan politik, kita justru menua,” kata Arya. Ia menambahkan bahwa tanpa regenerasi politik yang inklusif dan dukungan penuh dari partai politik, keterlibatan anak muda dalam politik akan tetap minim.
Solusi: Inklusivitas dalam Politik
Untuk mendorong lebih banyak anak muda terlibat dalam politik, Hurriyah menekankan pentingnya kemauan dari partai politik untuk membuka akses yang lebih luas. Partai politik harus memberikan ruang bagi calon muda dan memastikan bahwa mereka yang tidak memiliki privilese tetap memiliki kesempatan untuk maju.
“Hambatan terbesar bukanlah karena anak muda tidak mau masuk politik, melainkan frustrasi terhadap sistem partai politik. Partai politik harus lebih terbuka terhadap caleg (calon anggota legislatif) muda dan menyediakan akses yang adil bagi mereka yang tidak memiliki privilese,” kata Hurriyah.
Dalam jangka panjang, jika partai politik mau membuka diri dan memberikan kesempatan yang adil bagi anak muda, generasi ini akan lebih tertarik untuk terlibat aktif dalam politik. Dengan menciptakan lingkungan yang inklusif dan memperhatikan aspirasi anak muda, regenerasi politik akan berjalan lebih baik, dan kepemimpinan yang lebih relevan dengan populasi muda dapat terwujud. *Mukroni
Foto Kompas
- Berita Terkait :
Konflik Tak Berujung PKB dan Pengurus NU: Perebutan Pengaruh dan Legitimasi
Kabinet Zaken Prabowo: Membangun Pemerintahan Berbasis Keahlian di Era Modern
Penambahan Kementerian untuk Efektivitas Pemerintahan: Langkah Strategis Kabinet Prabowo-Gibran
Mengembalikan Politik ke Publik: Evaluasi Keputusan MK dan Usulan Reformasi Ambang Batas
Pilkada 2024: Ketika Keluarga Menguasai Panggung Politik
Strategi Politik Jokowi di Akhir Jabatan: Desakan Pembahasan RUU Perampasan Aset dan Tuduhan Gimik
Calon Tunggal Menjamur: Tantangan Baru Demokrasi di Pilkada 2024
Kesepakatan DPR dan KPU pada PKPU Pencalonan: Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi
Pilkada 2024: KPU Umumkan Jadwal Pendaftaran dan Revisi Aturan Pencalonan Sesuai Putusan MK
Presiden Jokowi Ikuti Putusan MK, Tolak Perppu Pilkada Setelah Revisi UU Batal
Pilkada 2024 Akan Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi: Penegasan Komisi II DPR
Keputusan MK Soal Pilkada 2024: Jalan Terbuka bagi Partai Kecil dan Kandidat Alternatif
Megawati Soekarnoputri: Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Langgar Konstitusi
PDI-P Unggul dalam Pemilu Legislatif 2024, Delapan Partai Politik Duduki Kursi DPR
Anies Baswedan Resmi Diusung NasDem untuk Pilgub DKI Jakarta 2024
Pilpres 2024: Lima Sorotan Utama dari Sidang Perdana Gugatan di MK
Perjalanan Indonesia dari Federalisme ke Negara Kesatuan: Tantangan dan Perkembangan Pasca-RIS
Gibran sebagai Cawapres: DKPP Ambil Tindakan Serius Terhadap KPU dan Hasyim Asyari
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
HIKAPINDO Perjuangkan Kader Penyuluh Indonesia di DPR RI
Apa Isi Risalah At-Tauhid Sidoresmo Surabaya Untuk Anies Baswedan ?
DISKUSI PUBLIK CONTINUUM BIGDATA CENTER : “DINAMIKA POLITIK MENUJU 2024, APA KATA BIG DATA?”
Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota
Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T
Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi
Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara
Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri yang Sebelah Mata Terhadap Warteg
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Top